Kamis, 25 Agustus 2016

PENELITIAN - TESIS

MAKNA PENYEMBAH YANG BENAR MENYEMBAH DALAM ROH DAN KEBENARAN MENURUT YOHANES 4:23-24 DAN APLIKASINYA BAGI UMAT TUHAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

BAB  I
PENDAHULUAN

A.                LATAR BELAKANG MASALAH
Ketika kita mendengar kata “penyembahan” maka hal pertama yang terlintas di dalam pikiran kita adalah sebuah ibadah.  Karena memang ibadah yang dilakukan oleh umat Kristiani tidaklah terlepas dari penyembahan kepada Allah.  Setiap gereja memiliki cara tersendiri dalam melakukan penyembahan kepada Tuhan.  Khususnya dalam ibadah-ibadah yang diadakan oleh gereja-gereja yang beraliran pentakostal dan kharismatik sudah tidak asing lagi dengan istilah penyembahan dalam roh dan dalam beberapa kesempatan disebut juga bermazmur.  Bahkan kebiasaan ini sudah terjadi dengan sendirinya di akhir sebuah lagu bertempo lambat.  Hingga akhirnya menjadi suatu  nilai yang tidak terpisahkan dari sebuah ibadah itu sendiri.
Bukan hanya gereja, dalam hubungan pribadi dengan Tuhan, setiap orang pun memiliki cara tersendiri dalam melakukan penyembahannya kepada Tuhan.  Terlepas dia mengikuti cara yang telah terbiasa dilakukan dalam ibadah atau tidak.  Ada yang melakukannya di malam hari menjelang tidur dan ada juga yang melakukannya di pagi hari setelah bangun dari tidur dan sebelum memulai aktifitasnya pada hari itu.
Memang harus diakui bahwa sesi penyembahan dalam ibadah dapat membuat jemaat larut dalam suasana untuk benar-benar merasakan hadirat Tuhan karena dengan penyembahan kita dibawa untuk merenungkan kembali akan kebaikan Tuhan yang telah diberikan kepada untuk kemudian kita mengucapkan kata-kata syukur dan terimakasih berkali-kali dalam sesi tersebut.  Sehingga bukanlah menjadi hal yang aneh lagi kalau dalam sesi penyembahan ini jemaat begitu emosional dalam menyampaikan atau mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan.  Ada yang menangis bahkan histeris tetapi ada juga yang tertawa bahagia. 
Beberapa gereja tertentu juga telah membuat ibadah khusus penyembahan dan pujian kepada Tuhan atau yang disebut juga “ibadah praise and worship”[1], yaitu ibadah yang lebih banyak diisi oleh nyanyian, baik nyanyian cepat maupun lambat.  Firman Tuhan yang disampaikan pun khusus hanya membahas bagaimana menyembah Tuhan atau penyembahan yang berkenan kepada Tuhan.  Suatu ketika seorang hamba Tuhan pernah berkata bahwa gereja yang tidak melakukan penyembahan tidak dapat atau sulit mengalami hadirat Tuhan, dengan alasan Tuhan bertahta di atas pujian dan penyembahan umat-Nya.  Pernyataan ini disampaikan berdasarkan perkataan Yesus ketika Dia berbicara dengan perempuan Samaria di dekat sebuah sumur (Yohanes 4:24).   Benarkah demikian? Apakah perkataan Yesus tersebut memang dimaksudkan agar umatNya menyembah dengan cara yang digambarkan di atas?
Penyembahan  Kristen adalah penyembahan yang mempunyai maksud dan tujuan yang amat jelas, dan bukan sekedar membangkitkan emosi sesaat atau mengekspresikan kegirangan yang berlebihan. Penyembahan yang sesungguhnya bukan hanya keluar dari mulut melainkan barawal dari  hati yang rindu dan dipuaskan Tuhan, sehingga menimbulkan reaksi menyembah Allah dari roh hati yang terdalam. Jadi, mungkin lebih tepat dikatakan bahwa penyembahan dalam kekristenan adalah suatu yang sakral dan menyangkut relasi dengan Allah yang penuh dengan kemuliaan.  Penyembahan hanya bisa muncul ketika hati kita sudah mengalami sentuhan langsung dari Tuhan Allah, sehingga mau tidak mau kita hanya datang dan menyembah dia dari hati yang terdalam.  Kegairahan hati dibangkitkan dan dilakukan sesuai dengan maksud Allah di dalamnya. Maka, penyembahan Kristen bukanlah sebuah ritual belaka (formalitas) tetapi menyangkut sesuatu yang sangat bernilai oleh sebab itu harus dilakukan di dalam roh yang mengalami pembaharuan sesuai kebenaran Allah.
Namun di sisi lain, sering kita temukan kehidupan sehari-hari orang percaya tidak sesuai dengan penyembahan yang dia lakukan.  Tidak semua orang yang larut dalam penyembahan benar-benar hidup dalam roh dan kebenaran Tuhan.  Bahkan sebelum keluar dari gereja, orang percaya yang tadinya begitu bergairah dalam sesi penyembahan lalu kemudian tertidur pulas ketika firman Tuhan diperdengarkan.  Ada juga yang sibuk dengan alat komunikasi (handphone dan tablet) dengan alasan di dalam alat komunikasinya tersebut sudah ter-install Alkitab, walaupun pada kenyataannya kemudian kita menemukan dalam jejaring social facebook sebuah status yang di-up date­ pada jam yang sama dengan jam ibadah, yang artinya status tersebut dibuat pada saat ibadah berlangsung.  Ironis bukan? Bukan hanya itu, pemimpin pujian , para singer dan pemain musik pun terlihat lalu lalang dan keluar masuk ketika firman Tuhan disampaikan. 
Dalam tulisan ini penulis tidak hendak mengatakan hal itu salah dan memang penulis tidak berkeinginan untuk menemukan kesalahan di sana sepanjang memang hal itu dilakukan untuk memuji Tuhan.  Tetapi dari pengamatan penulis dalam beberapa tahun terakhir ini, ada hal yang perlu diluruskan berkaitan dengan istilah penyembahan tersebut.  Kalimat “menyembah dalam roh dan kebenaran” terasa sudah dieksploitasi[2] untuk tujuan yang tidak sesuai dan tidak tepat dengan makna yang terkandung di dalamnya.  Terutama karena penyembahan yang dimaksud tersebut di atas dilakukan berdasarkan perkataan Yesus dalam Yohanes 4:24, yaitu tentang percakapan Yesus dengan seorang perempuan Samaria.
Poin utama yang harus kita sadari dan kita pahami adalah bahwa memuliakan atau menyembah Allah sebenarnya dimulai sejak kita mengalami keselamatan dan pembaharuan di dalam Kristus.  Sebagaimana orang Israel dipanggil keluar dari tanah Mesir untuk dapat beribadah kepada Allah, demikianlah Allah memanggil, menebus dan menyelamatkan kita dari dunia untuk dapat menyembah Allah kita.  Ketika kita berserah kepada Yesus sebagai Tuhan dan hidup seturut dengan firman-Nya, demikianlah kita menjadi penyembah yang benar. Kalau kita tidak di dalam keselamatan yang Yesus kerjakan, maka sesungguhnya kita hanyalah penyembah-penyembah palsu yang membangkitkan emosi sesaat untuk mencapai suasana tertentu  yang membuat kita nyaman dan tentram sesaat, tetapi kita tidaklah disebut sebagai penyembah Allah, sebab Allah tidak mungkin berkenan mendengar penyembahan dari orang-orang yang tidak kudus, yang hatinya buta terhadap kebenaran Allah. Menyembah Allah terjadi oleh karena Ia yang menciptakan kita, berkenan atas hidup kita.
Kesadaran akan pribadi yang disembah dan yang kepada-Nya kita beribadah adalah Allah sebagai pencipta dan penguasa atas segala sesuatu di dalam semesta ini, maka sudah seharusnya kemuliaan dikembalikan pada-Nya. Di dalam Alkitab ada tertulis:
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”. (Roma 11:36) 

Sebagai pencipta hanyaAllah yang layak dipuji dan disembah.  Memuliakan dan menyembah Allah terjadi karena Allah menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya.  Maksud seluruh penciptaan adalah untuk memuliakan Allah.  “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing.” (Amsal 16:4)  Dalam penciptaan segala sesuatu dirancang dan dibuat untuk memancarkan sifat-sifat-Nya, kasih-Nya, belaskasihan-Nya, hikmat-Nya, anugrah-Nya dan kemahakuasaan-Nya.  Itu bukan egoisme di pihak Allah.  Ia layak kita puji.  Sebagai Allah Ia mempunyai setiap hak untuk menuntut penyembahan dan pemujaan dari makhluk ciptaan-Nya.  Dan kita harus melakukannya dengan penuh ketundukkan.
Akhirnya, persembahan apa yang dibawa dihadapan Tuhan dengan penuh ketundukkan?  Rasul Paulus mengajarkan,
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu itu adalah ibadahmu [penyembahanmu] yang sejati.” (Roma 12:1) 

Penyembahan rohani ini bukanlah hal yang abstrak atau tidak masuk akal, karena penyembahan ini dimulai dari sesuatu yang nyata dan amat jelas, yaitu kepemilikan pribadi.  Milik siapakah saya ini? Kepada siapakah saya mempersembahkan diri saya ini?  Itu adalah esensi atau yang mendasari penyembahan yang benar dalam ibadah.
Yesus berkata bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan.  Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu.  Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.   Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi.  Jika penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Dalam Yohanes 4:24 tertulis: “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."  Ayat ini adalah sepenggal percakapan Yesus dengan seorang perempuan Samaria di dekat sebuah sumur yang bernama sumur Yakub di kota Sikhar, yaitu Yohanes 4:1-42 dengan perikop Percakapan Dengan Perempuan Samaria.  Dengan demikian, untuk melihat apakah Yohanes 4:24 tepat digunakan sebagai landasan dilakukannya penyembahan dalam ibadah atau pengaplikasian yang paling tepat dari ayat tersebut, penulis akan melakukan penelitian suatu studi eksegesis tentang menyembah dalam roh dan kebenaran menurut ayat tersebut dan menuangkannya dalam bentuk tulisan karya ilmiah ini dengan judul “Makna Penyembah Yang Benar Menyembah Dalam Roh Dan Kebenaran Menurut Yohanes 4:23-24 Dan Aplikasinya Bagi Kehidupan Umat Tuhan Sehari-hari

B.                IDENTIFIKASI MASALAH
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas ternyata ditemukan banyak hal yang tidak sesuai dengan harapan atau yang disebut juga masalah.  Adapun masalah-masalah tersebut diidentifikasi oleh penulis sebagai berikut:
1.    Adanya pemahaman yang kurang tepat terhadap makna menyembah dalam roh dan kebenaran sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24.
2.    Atas pemahaman yang kurang tepat terhadap makna menyembah dalam roh dan kebenaran sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24 tersebut mengakibatkan pengaplikasian yang kurang tepat juga dalam kehidupan umat Tuhan sehari-hari.
3.    Apakah makna yang sebenarnya dari perkataan menyembah dalam roh dan kebenaran yang terdapat dalam Yohanes 4:24?
4.    Bagaimana implikasi studi eksegesis menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24 terhadap jemaat dan hamba Tuhan?
5.    Seberapa jauhkah pemaknaan menyembah dalam roh dan kebenaran dapat mengubah respon orang percaya terhadap firman Tuhan?
6.    Apakah menyembah dalam roh dan kebenaran dilakukan hanya dalam ibadah saja dan hanya ketika bernyanyi memuji Tuhan saja?
7.    Adakah dan bagaimanakah persyaratan agar kita dapat menyembah dalam roh dan kebenaran?
8.    Apakah semua orang percaya dapat menyembah dalam roh dan kebenaran?
9.    Bagaimanakah seharusnya hamba Tuhan mengajarkan dengan benar tentang menyembah dalam roh dan kebenaran kepada jemaat?

C.                PEMBATASAN MASALAH
Dengan adanya beberapa masalah yang terindentifikasi dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas dan mengingat keterbatasan penulis dalam hal biaya, waktu dan tenaga maka diperlukan pembatasan masalah agar tulisan ini tidak melebar terlalu luas dan agar penulisan dapat terfokus kepada satu masalah saja.  Selain agar tidak meluas meliputi banyak hal juga untuk mencegah agar tulisan ini tidak menyimpang dari topic yang telah ditentukan oleh peneliti.  Untuk itu peneliti membatasi tulisan ini pada dua masalah saja, yaitu masalah yang pertama dan kedua dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi tersebut di atas, yaitu :  Apakah makna yang sebenarnya dari menyembah dalm roh dan kebenaran menurut Yohanes 4:24 dan Bagaimanakah cara mengaplikasikan menyembah dalam roh dan kebenaran yang benar dan tepat sesuai dengan Yohanes 4:24 dalam kehidupan umat Tuhan sehari-hari?  Karena dengan memilih membahas dua masalah ini maka pertanyaan atau masalah yang lain akan terjawab dengan sendirinya.
Dengan demikian tulisan ini diberi judul:  Makna Penyembah Yang Benar Menyembah Dalam Roh dan Kebenaran Menurut Yohanes 4:23-24 Dan Aplikasinya Bagi Umat Tuhan Dalam Kehidupan Sehari-hari.

D.                PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu:
  1. Apakah makna yang sebenarnya dari perkataan menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24?
  2. Bagaimana umat Tuhan mengaplikasikan makna menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24 dalam kehidupannya sehari-hari?

E.                 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penelitian ini yang dapat diberikan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         Manfaat Teoritis
Memberikan pemahaman dan pengertian yang benar tentang makna perkataan menyembah dalam roh dan kebenaran, yaitu bagian dari percakapan Tuhan Yesus dengan seorang perempuan Samaria di dekat sumur Yakub sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24 melalui studi eksegesis sehingga dapat mengaplikasikan makna tersebut dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.
2.         Manfaat Praktis
Memberikan pedoman yang benar tentang pengaplikasian makna menyembah dalam roh dan kebenaran sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24 melalui studi eksegesis sehingga hamba Tuhan dapat memberikan pengajaran yang benar baik dalam kehidupan sehari-hari jemaat Tuhan terutama dalam ruang lingkup pelayanan hamba Tuhan.
3.         Manfaat Institusional
a.       Untuk STT REM
Manfaat tulisan ini untuk Sekolah Tinggi Teologi Rahmat Emmanuel di antaranya adalah sebagai penambahan bahan referensi tulisan mahasiswa di kemudian hari, menambah wawasan mahasiswa di dalam memahami makna yang tertulis dalam tulisan ini serta sebagai bahan kajian untuk penelitian berikutnya.
b.      Untuk Penulis
Manfaat tulisan ini untuk penulis di antaranya adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis baik sebagai akademisi maupun sebagai pelayan (hamba) Tuhan, juga sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Teologi (M.Th) di Sekolah Tinggi Teologi Rahmat Emmanuel Jakarta

F.                 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan karya ilmiah ini dibuat dalam lima bab yang merupakan satu rangkaian penulisan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.  Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, manfaat penulisan dan sistematika penulisan terhadap Makan Penyembah Yang Benar Menyembah Dalam Roh Dan Kebenaran Menurut Yohanes 4:23-24 dan Aplikasinya bagi Umat Tuhan Dalam Kehidupan Sehari-hari.
Bab II Landasan Teori
Landasan teori yang menjelaskan tentang selayang pandang kitab Injil Yohanes yang mencakup penulis dan penerima kitab Injil Yohanes, waktu dan tempat penulisan kitab Injil Yohanes, tujuan penulisan kitab Injil Yohanes, ciri-ciri kitab Injil Yohanes dan gari-garis besar kitab Injil Yohanes.  Etimologi kata  yang mencakup menyembah, roh dan kebenaran.  Latar belakang teks dari Yohanes 4:23-24.  Dan yang terakhir eksegesis terhadap teks Yohanes 4:23-24.
Bab III Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang menjelaskan tentang tujuan penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, teknik dan prosedur pengumpulan data dan verifikasi data.
Bab IV Analisis Teks
Analisis teks yaitu menjabarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan tujuan untuk menjelaskan etimologi, exegesis dan sintesis.
Bab V Penutup
Bab penutup ini berisi kesimpulan, implikasi dan saran.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.                KITAB INJIL YOHANES
Sesuai dengan judul tulisan ini yang mengangkat isi dari kitab injil Yohanes, adalah hal penting untuk mengenal lebih dalam terlebih dahulu tentang kitab ini.  Tentang siapa penulis dan penerima kitab injil Yohanes, waktu dan tempat penulisan kitab injil Yohanes, tujuan penulisan kitab injil Yohanes, cirri-ciri kitab injil Yohanes dan gari-garis besar kitab Injil Yohanes. 
Injil Yohanes adalah salah satu kitab yang terdapat dalam Perjanjian Baru yang merupakan kitab injil ke-empat dari empat kitab injil.Kitab yang termasuk dalam rangkaian Injil kanonik ini memiliki gaya dan struktur yang membuatnya unik dan berbeda dengan ketiga Injil yang lain (Injil Markus, Injil Matius, Injil Lukas)[3], meskipun begitu Injil ini tetap memuat wawasan peristiwa yang sama dengan ketiga Injil lainnya.[4]InjilYohanes menekankan tentang keilahian YesusKristus, AnakAllah.[5]Namun walaupun injil Yohanes ini termasuk dalam kitab injil, kitab ini tidak termasuk injil sinoptik[6].Hal ini dikarena adanya perbedaan yang jauh dengan injil sinoptik yaitu dalam hal Kristologi[7], pengajaran Yesus, mukjizat, gaya tulisan, dan lainnya.  Tidak ada Injillain yang menekankan sifat kemanusiawian sekaligus keilahianNya dengan tegas dan jelas selain Injil ini.[8]

1.      Penulis dan Penerima Kitab
Hal pertama yang perlu diketahui untuk mempelajari kitab Injil Yohanes adalah siapa penulis kitabnya dan siapa penerima pertama atau kepada siapa kitab itu ditujukan.  Walaupun pada kenyataannya tidak semua kitab dapat diketahui nama pengarang/penulisnya dan tempat penulisannya.  Kitab Injil Yohanes adalah salah satu kitab yang sama sekali tidak menyebutkan tentang penulisnya secara terang-terangan atau dengan menyebutkan nama.  Yang ada hanyalah cirri-ciri atau dari sifat penulis yang dikemudian hari mengundang banyak tafsir dan dugaan.
a.              Penulis Kitab Injil Yohanes
Banyak pendapat yang berbeda tentang siapa penulis kitab injil Yohanes.Ada yang berpendapat bahwa penulis kitab ini adalah Rasul Yohanes, yaitu salah satu dari keduabelas murid Yesus Kristus dan ada juga yang berpendapat bahwa penulis kitab ini adalah Yohanes yang lain (bukan rasul Yohanes). Hal ini dapat dimaklumi karena memang dalam Injil ini sama sekali tidak disebut atau paling tidak disinggung siapa penulisnya dan dalam Injil yang lain juga tidak ditemukan adanya informasi penulis Injil Yohanes.
Tentang hal ini Hadiwiyata (2008) berpendapat:
Meskipun beberapa kali berusaha mengidentifikasi tokoh ini dengan seseorang yang kita kenal dari Injil (kerap kali Yohanes, anak Zebedeus, atau Lazarus), kiranya lebih bijaksana untuk mengakui bahwa kita tidak tahu mengenai hal ini.Memang benar bahwa Penginjil cenderung mengidealkan tokoh ini, tetapi rupanya ada tokoh actual pada akar tradisi.[9]

Tampaknya Hadiwiyata tidak suka berspekulasi tentang siapa penulis Injil Yohanes tanpa data dan informasi yang akurat.Kemungkinan pendapat itu dia sampaikan karena mencari tahu siapa penulisanya tidak terlalupenting dibandingkan memahami dan melakukan isi dari kitab tersebut.
Selanjutnya Hadiwiyata lebih suka menyebut penulis Injil Yohanes ini dengan ciri-cirinya atau sifatnya, bukan dengan namanya[10].Dia berkata bahwa penulis Injil ini adalah seorang Kristen yang mempunyai dasar kuat dalam pemikiran dan praktek Yahudi dan memahami pemikiran Hellenisme[11].Hal ini dapat dimengerti karena memang kitab ini sangat kental nuansa Hellen-nya, terutama karena kitab atau tulisan ini dibuat untuk melawan arus ginostik yang begitu kuat pada jaman tersebut.
Pendapat yang berbeda datang dari Jensen (1970).  Dia berpendapat bahwa dari Yohanes 21:20 dan 23:24 kita ketahui bahwa yang menulis Injil ini adalah “murid yang dikasihi Yesus” dan orang yang dikasihi Yesus itu adalah Rasul Yohanes.  Bukti yang lain dapat dilihat dalam Yohanes 13:23; 19:26; 20:2 dan 21:7, hampir dapat dipastikan bahwa Yohaneslah murid yang dimaksudkan dalam ayat-ayat itu.[12]
Jensen, mengikuti pandangan tradisional, mengatakan bahwa Rasul Yohanes, yang kang disebut juga Yohanes Penginjil, merupakan penulis kitab ini.Atas dasar itulah sehingga judul kitab ini Injil Yohanes atau Injil menurut Yohanes.[13]
            Apa yang disampaikan oleh Jensen ini hanya dugaan kuat saja.  Karena dalam ayat-ayat yang dia sampaikan itu pun tidak tercantum nama penulis kitab tersebut.  Adapun isi ayat-ayat tersebut adalah:
Yohanes 21:20
Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?"
Yohanes 21:24
Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar.
Yohanes 13:23
Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah kanan-Nya.

Yohanes 19:26
Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!"

Yohanes 20:2
Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan."

Yohanes 21:7
Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.

Benyamin (2010) mengutarakan pendapatnya menurut tradisi yang berkembang pada zaman Ireneus, seorang bapak gereja pada abad ke-2, penulis Injil ini adalah YohanesbinZebedeus, murid Yesus.[14]Tradisi yang dianut oleh gereja hingga sekarang juga menyamakan penulis Injil dengan "murid yang dikasihi Yesus".Dalam seluruh Injil ini, nama Yohanes bin Zebedeus tidak disebutkan sama sekali, padahal menurut InjilSinoptik, murid-murid yang paling akrab dengan Yesus adalah Petrus, Yohanes bin Zebedeus, dan Yakobus bin Zebedeus (Matius 17:1;Markus 5:37;14:33); hal ini menunjukkan bahwa Yohanes sendirilah yang menuturkan kisah-kisah dalam Injil tersebut.[15]Penguatan pendapat bahwa Yohanes bin Zebedeus sebagai penulis Injil ini terdapat dalam Yohanes 21:22-23 karena ia murid yang hidup cukup lama dibandingkan Yakobus yang mati terbunuh pada 41 M.Kanon Muratori[16] mengindikasikan bahwa Yohanes menyusun Injil ini dengan sepengetahuan bahkan atas dorongan rasul-rasul yang lain, antara lain Andreas. Bukan juga Petrus karena Yohanes 13:23; 20:2; 21:20 menjelaskan kalau ia adalah murid yang dipertentangkan.[17]
Penulis-penulis pada abad kedua juga memiliki pandangan bahwa Rasul Yohanes adalah penulis Injil Yohanes.  Pada akhir abad kedua, Ireneus, Clement, Alexandrinus, Teofilus dari Antiokhia, Tertulianus dari Cartago dan Gnosikus, Heracleon dari Italia dikenal sebagai komentator paling dini atas Injil keempat, menyetujui kepercayaan yang umum pada waktu itu, bahwa Rasul Yohanes adalah penulisnya. 
Di antara beberapa penulis di abad kedua, penulis yang dipandang paling penting adalah Irenaeus (180).Pada masanya orang Kristen mengakui bahwa Injil Yohanes ditulis oleh Rasul Yohanes.  Bahkan ia pernah menulia bahwa Yohanes, murid Tuhan Yesus yang bersandar pada dada-Nya, juga menerbitkan sendiri kitab Injil di Efesus, ketika ia tinggal di Asia.
Kesaksian Irenaeus ini dipandang cukup kuat, karena ia mengenal dari dekat Polycarpus, seorang murid dari Rasul Yohanes sendiri.  Kedekatan hubungan di antara keduanya menguatkan pandangan ini.  Memang benar bahwa Polycarpus tidak mengutip Injil Yohanes di dalam suratnya kepada orang-orang Filipi, tetapi tidak berarti bahwa ia sama sekali tidak mengenal injil tersebut. 
Sebenaranya, pada abad kedua, satu-satunya penolakan atas kepengarangan Rasul Yohanes hanya datang dari suatu kelompok yang disebut kelompok Alogoi.  Kelompok ini merupakan suatu kelompok kecil di kota Roma.  Sebutan Alogoi  diberikan oleh Epifanus karena kelompok ini dianggap menolak ajaran Logos dalam prolog Injil Yohanes dan mereka dinilai tidak memiliki logos atau nalar.  Menurut kelompok ini, penulis Injil keempat tidak mungkin salah satu dari Rasul Tuhan Yesus, tetapi penulisnya adalah Cerinthus, seorang tokoh bidat yang sangat berpengaruh pada akhir abad pertama.[18]
Hal yang sama disampaikan oleh Hagelberg (2009).  Dalam pembahasan identitas penulis Injil yang keempat kita menemui suatu pelajaran rohani yang sangta indah, yaitu bahwa tampaknya penulis Injil keempat rindu supaya identitasnya sebagai Yohanes anak Zebedeus tenggelam dalam suatu identitas yang jauh lebih indah, yaitu “murid yang dikasihi Yesus”. Suatu identitas yang mengandung pemahaman kehidupan rohani yang dewasa dan mantap.[19]
Memang terlihat sebagai sebuah usaha “mempatenkan” satu identitas, sehingga setiap identitas “murid yang dikasihi Yesus” itu disebut, maka yang terlintas dalam benak orang adalah nama Rasul Yohanes, dan tampaknya Yohanes berhasil dalam usahanya tersebut.  
Dari segi pernyataan-pernyataan bapa-bapa gereja, pada tahun 180 M Theophilus dari Antiokhia menulis secara jelas bahwa Rasus Yohanes adalah penulis Injil yang keempat.Setelah itu, Ireneaus, Clement dari Aleksandria dan Tertulianus mengaku Rasul Yohanes sebagai penulis.Diantara bapa-bapa gereja tidak ada yang menyangkal Yohanes sebagai penulis Injil keempat.[20]  Dugaan ini diperkuat oleh fakta sebagai berikut:
1.         Penulis atau pengarang Injil keempat adalah seorang murid yang pada waktu mereka makan bersama, duduk dekat Yesus.  Dialah yang disebut dengan “murid yang dikasihi Yesus” (Yoh 21:20 dan 24)
2.         Didalam Injil-Injil kita melihat bahwa pada beberapa peristiwa yang penting, Yesus memilih tiga orang murid berserta-Nya: Petrus, Yohanes dan Yakobus (Lukas 9:28; Mat 26:37).
3.         Jika kita menganggap bahwa diantara mereka sudah terdapat “murid yang dikasihi” maka pilihan jatuh kepada salah seorang anak Zebedeus: Yohanes atau Yakobus.
4.         Dipastikan Yakobus bukan penulis Injil keempat ini karena diketahui bahwa Yakobus meninggal ketika masih muda  atau sebelum tua umurnya (Kis 12:2)
5.         Dengan demikian dugaan yang paling kuat adalah Yohanes, karena Yohanes 21:23 dapat kita simpulkan sebagai penulis yang sangat lanjut (tua) umurnya.[21]
Setiap pandangan tentulah memiliki acuan-acuan serta argumentasi yang meyakinkan, oleh karena itu perlu dilakukan analisa yang mendalam dan tepat terhadap alasan-alasan yang mendasari pandangan-pandangan yang ada.Yang menjadi hal penting dan utama adalah apapun pada akhirnya pandangan yang dipegang haruslah didasarkan pada data-data internal yang kuat (informasi-informasi tertentu dari dalam kitab itu sendiri) dan didukung oleh data-data eksternal (informasi-informasi historis berkenaan dengan Injil Yohanes.
Jika demikian, siapakah penulis Injil Yohanes berdasarkan beberapa informasi yang terdapat dalam kitab Injil Yohanes ini?  Beberapa informasi atau data penting yang didapatkan dari dalam kitab Injil Yohanes dapat dijabarkan sebagai berikut[22]:
Pertama, secara implisit diperlihatkan bahwa penulis kitab ini adalah seorang Yahudi.Hal tersebut dapat terlihat dari begitu besarnya perhatian penulis terhadap hal-hal keyahudian.Kitab ini menjelaskan tentang hari-hari raya umat Yahudi, baik arti perayaannya dan waktu perayaannya (Yoh 7:2; 11:5).Ia juga mengetahui hubingan yang kurang ramah antara orang Yahudi dengan Samaria (4:9).  Kemungkinan ia dilahirkan di Palestina karena memiliki pengetahuan yang sangat terperinci akan wilayah Galilea (2:1), Samaria (4:5), Yerusalem dan sekitarnya (11:8).
Kedua, secara ekspilisit diperlihatkan bahwa penulisnya adalah seorang “mata-mata” dalam pelayanan Tuhan Yesus.Dalam kitab ini, sanga penulsi sangat teliti dalam hal waktu dan hal lainnya.Ia mengetahui secara persis pukul berapa Tuhan Yesus memanggil murid-muridNya (1:39).Ia pun memcata pukul berapa Tuhan Yesus duduk di pinggir sungai Yakub (4:6).  Dia menjelaskan bahwa orang yang melihat sendiri ketika Tuhan Yesus ditikam yang memberikan kesaksian.  Selain itu, ia mencatat jumlah roti dan ikan yang tersedia dan jumlah orang yang makan ketika terjadi mujizat memberi makan 5000 orang (6:9-10),  ia pun mencatat gerak-gerik Tuhan Yesus ketika Dia membungkuk ke tanah untuk menulsi sesuatu (8:8).  Demikian pula ia mencatat dengan lengkap peristiwa pemotongan telinga seorang Imam Besar bernama Malkus yang dilakukan oleh Petrus (18:10-11).  Ketika Tuhan Yesus disalibkan, ia pun mengetahui saat kematian-Nya, juga tentang tusukan di lambung dan darah yang keluar bersama air, ia sendiri menyaksikan hal itu (19:33-35).  Kedatangan Yusuf Arimatea secara diam-diam yang diperkirakan karena ia takut diketahui oleh pemuka agama, dilaporkan secara teliti dan cukup lengkap.  Demikian pula peristiwa kedatangan Nikodemus yang membawa campuran minyak mur dan minyak gaharu, penulis tidak lupa memberitahukan berat minyak yang dibawanya, yakni 50 kati, untuk meminyaki mayat Tuhan Yesus (19:39).  Semua informasi tersebut menunjukkan bahwa penulis adalah saksi mata atas kejadian-kejadian yang dituliskannya.  Karena penulis merupakan saksi mata dari semua peristiwa yang dilaporkannya, maka ia telah bersaksi secara meyakinkan dalam kitab ini.
Ketiga, menurut pasal 21:20-24, penulis merupakan murid yang dikasihi Tuhan Yesus (bdg 13:23; 19:26; 20:2; 21:7).  Jika pasal 13:23 dicermati dengan baik, maka jelas bahwa murid itu bersandar kepada Tuhan Yesus, yakni disebalah kanan-Nya.Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa penulis Injil Yohanes merupakan salah satu dari kedua belas murid Tuhan Yesus.
Selanutnya ketika dicermati maka dari kedua belas murid itu, yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan Tuhan Yesus adalah : Petrus, Yohane dan Yakobus.  Ketiganya dikatakan mempunyai hubungan yang istimewa dengan Tuhan Yesus karena pada beberapa peristiwa penting, mereka inilah yang diajak Tuhan Yesus untuk menemani-Nya (bdg Mat 17:1; Mrk 5:37; 9:2; 14:33; Luk 9:28).Atas dasar itu maka dapat dikatakan bahwa murid yang dikasihi Tuhan Yesus adalah salah satu dari ketiga murid terdekat Tuhan Yesus itu.
Apabila murid itu dikenakan pada Rasul Petrus, sangat tidak cocok.Mengapa?karena justru Petruslah yang member isyarat kepada murid itu (13:23-24), selain itu Petrus juga disebut sebagai pribadi yang berbeda dengan murid yang dikasihi Tuhan Yesus tersebut (20:2; 21:20).  Lalu apabila dikenakan kepada Yakobus juga nampaknya tidak mungkin.  Karena pasal 21:23 memberikan petunjuk bahwa murid itu meninggal pada saat ia sudah tua sekali.  Sampai timbul desas-desus bahwa ia tidak akan mati.  Sementara Yakobus telah mati terbunuh sebagai sahid tidak lama setelah tahun 44 (Kis 12:2).
Karena itu, “murid yang dikasihi Yesus” itu lebih tepat dikenakan kepada Rasul Yohanes.Karena dia merupakan salah satu murid yang paling dekat dengan Tuhan Yesus dan merupakan saksi mata utama.Terlbeih lagi, dia merupakan satu-satunya murid yang menyaksikan penyaliban Tuhan Yesus dari dekat (Yoh 18:15-16; 19:25-27; bnd Mat 26:56; Luk 22:62).  Pandangan ini turut diperkuat oleh fakta bahwa Rasul Yohanes meninggal dalam usia yang sudah sangat lanjut. 
Berdasarkan data-data internal yang sangat kuat dan didukung oleh data-data eksternal, maka dapat dikatakan bahwa Rasul Yohanes anak Zebedeus adalah penulis Injil Yohanes.
Namun, perlu juga diketahui ada beberapa keberatan yang umum dianut, yaitu bahwa Rasul Yohanes yang berlatar belakang sebagai seorang nelayan sederhana pasti tidak bisa menyusun buku yang isinya sedalam Injil Yohanes.Apalagi oleh Sanhedrin di Yerusalem, ia dan Petrus dianggap sebagai orang yang tidak terpelajar dan bodoh, awam yang tidak berpendidikan (Kis 4:13).
Kelihatannya keberatan tersebut sangat masuk akal.Tetapi sebenarnya jika teliti lebih mendalam, ternyata keberatan tersebut sangat lemah.Memang benar bahwa Rasul Yohanes anak Zebedeus tidak pernah belajar khusus di bawah bimbingan seorang rabbi Yahudi yang ternama.  Tetapi ia telah belajar secara langsung kepada Tuhan Yesus.  Adalah Rabbi Yahudi yang sehebat bahkan melebihi Tuhan Yesus?Tidak ada satu rabbi pun yang mengajar seperti Tuhan Yesus.  Faktanya, ketika Yesus berkhotbah di bukit, orang banyak takjub dan heran mendengat pengajaran-Nya.  Sebab ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa tidak seperti ahli-ahli Taurat Yahudi (Mat 7:28-29).  Fakta kedua, ketika Tuhan Yesus terangkat ke Sorga, Yohanes masih sangat muda, kira-kira berumur 27 tahun,  sehingga masih banyak waktu bagi dia untuk mengembangkan kemampuannya termasuk dalam hal menulis.  Terbukti dari seiring berjalannya waktu banyak perubahan karakter yang dialami oleh Rasul Yohanes, dari seorang yang meledak-ledak menjadi orang yang penyabar dan penuh kasih.Demikianlah dalam hal pengetahuannya tentang Tuhan Yesus pasti mengalami peningkatan yang menggembirakan.Perjumpaan dan kedekatannya dengan Rabbi Yang Maha Hebat, yaitu Tuhan Yesus Kristus telah memungkinkan hal-hal yang nampaknya mustahil dalam pandangan dunia ini.[23]
Ada kecenderugnan kuat untuk menganggap bahwa ada satu golongan “Yohanes”, yakni sekelompok orang Kristen mula-mula yang memiliki pandangan-pandangan yang sama, tetapi yang berbeda -katakanlah- dengan Paulus dan dengan orang-orang yang berpikir seperti Paulus, atau dengan kelompok orang Kristen lainnya yang pandangan mereka terangkum dalam gagasan-gagasan Injil Sinopsis.[24]
Keberatan yang kedua adalah, kalau memang Rasul Yohanes-lah penulis Injil Yohanes, mengapa dia tidak menuliskan namanya dalam kitab tersebut?Mungkin ini adalah bukti kerendahan hatinya.Ia tidak mau secara terang-terangan mengatakan bahwa dialah murid yang dikasihi Tuhan Yesus.  Dia tidak mau terlalu ekstrem menonjolkan dirinya.Dengan rendah hati dia menyembunyikan dirinya.[25]
Agar Yohanes si penulis lebih dikenal, berikut ini beberapa keterangan dan fakta mengenai dia:[26]
1.        Yohanes adalah anak dari Zebedeus (21:2) dan Salome (bnd Mat 27:56; Mrk 15:40; Yoh 19:25).  Ia dan Tuhan Yesus adalah saudara sepupu karena Salome adalah saudara perempuan Maria, ibu Yesus.  Hal ini sedikit dapat menerangkan hubungan yang sangat dekat di antara keduanya.
2.        Yohanes adalah saudara Yakobus.  Mereka berdua diberikan julukan “Boanergers” atau anak-anak guruh, oleh Tuhan Yesus.  Julukan ini menunjukkan suatu kepribadian yang berapi-api (bnd Luk 9:52-56).  Keduanya sangat berambisi pada masa mudanya (Mrk 10:35-38), tetapi setelah Yohanes semakin lanjut usia, ia menjadi sangat lemah lembut, seperti yang terlihat dalam surat-suratnya.  Pada masa tuanya ia ditangkap dan dibawa sebagai tawanan ke pulau Patmos dan di sanalah ia menulis surat Wahyu, pada jaman kaisar Domitian.  Kemudian ia dilepaskan dan kembali ke Efesus dan ia meninggal ketika usia kira-kira 100 tahun.
3.        Sebelum menjadi murid Tuhan Yesus, Yohanes adalah seorang nelayan di Danau Galilea.  Zebedeus, ayahnya, mungkin adalah seorang yang kaya (bnd Mrk 1:19-20).  Ia sendiri juga disebutkan memiliki rumah sendiri (Yoh 19:27).
4.        Yohanes anak Zebedeus ini terlebhi dahulu menjadi murid Yohanes Pembaptis sebelum menjadi murid Tuhan Yesus (Yoh 1:35-41).  Umurnya pada waktu mengikut Tuhan Yesus, mungkin sekitar 25 tahun. 
5.        Rasul Yohanes adalah seorang Yahudi yang tinggal di Palestina, teman dekat Rasul Petrus, dan hidup sejaman dengan peristiwa-peristiwa yang ditulis dalam Injil ini.  Ia berasal dari Kapernaum (Mat 4:13 dst).
6.        Rasul Yohanes menjadi seorang pemimpin dalam jemaat di Yerusalem.  Atas nama para rasul, dia dan Petrus menumpangkan tangan atas orang-orang Samaria yang sudah bertobat melalui penginjilan Filipus (Kis 8:14).  Rasul Yohanes dapat disebut sebagai tokoh utama gereja Yerusalem sewaktu Paulus mengunjungi kota itu kira-kira 14 tahun setelah pertobatannya (Gal 2:9).
7.        Di samping Injil ini, Rasul Yohanes juga menulis tiga surat (1, 2 dan 3 Yohanes) dan Kitab Wahyu. 
8.        Hanya sedikit keterangan sejarah mengenai Rasul Yohanes setelah peristiwa-peristiwa yang dilaporkan dalam keempat kitab Injil: hubungannya dengan Petrus (Kis 4:1-22; 8:14-15); hubungan dengan Paulus (Gal 2:9); dan pengalamannya ketika dibuang ke Pulau Patmos, sekitar tahun 95 (Why 1:1, 4, 9)

b.         Penerima Kitab Injil Yohanes
Setiap kitab, Injil atau Surat Rasul yang ditulis tentunya bertujuan untuk disampaikan kepada seseorang atau sebuah komunitas.Demikian juga kitab Injil Yohanes pasti ditujukan kepada seseorang atau komunitas tertentu.Surat ini ditujukan bagi kelompok pembaca yang menyendiri.[27]Yang dimaksud dengan kelompok pembaca di sini adalah sebuah kelompok yang merupakan cabang dari persekutuan umat purba yang tradisinya berpusat pada YesusKristus dan murid-muridNya.Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani karena bahasa yang digunakan oleh kelompok pembaca adalah bahasa Yunani, oleh karena itulah penulis menerjemahkan beberapa istilah Yahudi ke dalam bahasa Yunani (misal: Mesias, Rabuni, Rabi, dll).[28]Kelompok pembaca ini bertikai dengan beberapa pihak.Pertama dengan pengikut Yohanes Pembaptis, kedua dengan orang Yahudi.Terlepas dari itu, tulisan-tulisan Yohanes dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat Gnostikisme[29] untuk melawan pengaruh aliran tersebut dalam tubuh jemaat.[30]Hal ini ditegaskan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam tulisan Yohanes, seperti kosmos, maut, hidup, anak-anak Allah, dll.
Lalu siapakah pembaca pertama Injil ini?Kepada siapakah Injil ini pertama sekali ditujukan?  Menurut Hanggar, acuan dasar dalam menjawab pertanyaan ini adalah Yohanes 20:30-31[31], yang berbunyi:
Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu [sekalian] percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu [sekalian] oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.
Siapakah yang dimaksud dengan “kamu [sekalian]” dalam ayat ini? Mereka adalah para pembaca pertama Injil Yohanes atau dengan kata lain, kepada merekalah Injil ini ditujukan.
Abineno berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “kamu [sekalian]” adalah mencakup orang-orang Yahudi diaspora, baik yang belum maupun yang sudah menjadi Kristen.[32]  Namun ia sendiri juga mengakui bahwa ada kesan bahwa Injil ini ditujukan kepada orang-orang Kristen bukan Yahudi.  Mengapa demikian?Karena di dalamnya terdapat beberapa kata Ibrani atau Aram yang diterjemahkan dan kebiasaan-kebiasaan Yahudi yang diterangkan.Seandainya Injil ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi di Palestina, maka sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan oleh penulis.  Atas dasar itu, maka ia lebih cenderung meyakini bahwa kitab ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi diaspora.  Menurut Abineno, tindakan “menterjemahkan dan menerangkan” itu tetap dipandang penting, karena orang-orang Yahudi diaspora sudah banyak terpengaruh oleh budaya helenis (Yunani).
Pandangannya itu paling kuat ia dasarkan pada pernyataan Tuhan Yesus sendiri dalam Yohanes 16:2 “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah”.  Mereka akan dikucilkan dari rumah ibadat.  Perkataan ini tentunya ditujukan kepada murid-muridNya sendiri sebagai orang-orang Yahudi.
Namun, keyakinan ini sukar diterima.  Karena cakupan kata “kalian” dalam Yohanes 16:2 dan Yohanes 20:31 cenderung tidak sama.  Yang pertama, memang mengacu kepada murid-murid Yesus sendiri yang sudah jelas merupakan orang-orang Yahudi (namun perlu diperhatikan bahwa sebenarnya para murid pun bukanlah orang-orang Yahudi diaspora), tetapi yang kedua mencakup obyek Injil ini secara luas.
Chapman[33] memiliki pendapat yang berbeda.Menurutnya, Injil Yohanes ditulis untuk semua orang Kristen, sebagai suatu kesaksian untuk meyakinkan mereka dalam kepercayaannya.
Duyverman[34] berpendapat bahwa kata “kamua sekalian” mencakup para pembaca di seluruh dunia.Artinya, Yohanes tidak menujukan Injil ini kepada orang atau komunitas tertentu tetapi lebih kepada seluruh orang Kristen.  Sebenarnya argument ini kurang kuat karena konteks jaman Yohanes tentunya tidak sama dengan keadaan saat ini.  Walau demikian, Umbu Hanggar[35] sepakat dengan pendapat Duyverman ini dan memberikan pendapat yang sangat meyakinkan.Tindakan menterjemahkan kata-kata Ibrani dan Aram dan menerangkan kebiasaan-kebiasaan agama Yahudi tampaknya kurang tepat jika Injil tersebut ditujukan hanya kepada orang-orang Yahudi diaspora saja.Karena orang-orang Yahudi diaspora sekalipun tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu terperinci mengenai semua istilah, apalagi istilah-istilah yang berkenaan dengan pokok-pokok iman Yudaisme.  Misalnya kurang tepat untuk mengatakan bahwa penulis perlu menjelaskan arti Rabbi dan Mesias kepada orang-orang Yahudi, sekalipun mereka adalah orang-orang Yahudi diaspora (lihat 1:38;41).  Jadi ada indikasi yang kuat di sini bahwa Injil ini juga ditujukan untuk orang-orang bukan Yahudi yang memang membutuhkan penjelasan yang sedetail itu.
Di sisi yang lain, indikasi bahwa Injil ini ditujukan juga untuk orang-orang Yahudi secara umum juga sangat kental.  Penggambaran jati diri tokoh utama sebagai Mesias yang dijanjikan (1:41; 4:25), merujuk kepada target pembaca yang adalah orang-orang Yahudi.  Selain itu, terkesan bahwa penulis bermaksud memperlihatkan ketidakpercayaan Yudaisme (1:11), dan bahwa ketidakpercayaan tersebut tidak dapat dibenarkan sama sekali. 
Karena itu, memang jauh lebih baik untuk berpandangan bahwa Injil ini ditujukan untuk semua orang, bukan hanya untuk orang-orang Yahudi diaspora, atau orang-orang Yahudi di palestina saja, melainkan juga untuk orang-orang non-Yahudi di seluruh dunia.  Boleh dikatakan Injil Yohanes adalah untuk semua orang, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi.
Setelah menentukan bahwa Injil Yohanes ditujukan untuk semua suku bangsa, pertanyaan selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah: apakah Injil Yohanes ini hanya ditujukan untuk orang-orang yang sudah menjadi Kristen atau sebaliknya hanya untuk mereka yang belum menjadi Kristen?
Hasan Sutanto di dalam Interlinearnya menuliskan kata “kamu [sekalian]percaya” pada pasal 20:31, dengan menggunakan kata kerja Yunani ‘pisteu(s)hte’.[36]Penulisan seperti ini (adanya penyisipan huruf ‘s’) sangat mungkin berdasarkan pertimbangan bahwa dalam beberapa naskah kuno kata kerja ini memakai bentuk ‘present tense’ (pisteuhte, tensis kini-subyungtif), sedangkan dalam mayoritas naskah bentuknya ‘aorist’ (pisteushte, tensis aorist-subyungtif).
Jika kata tersebut berbentuk kini-subyungtif (pisteuhte), maka terjemahannya adalah “supaya kalian boleh terus menerus mempercayai” kemesiasan dan keilahian Yesus Kristus.  Sedangkan njika kata itu berbentuk aorist- subyungtif (pisteushte), maka terjemahannya adalah ”supaya kalian bole mulai mempercayai” kemesiasan dan keilahian Yesus.  Atas dasar itu maka sering kali orang mengambil kesimpulan: jika kata itu berbentuk present, maka Injil ini ditujukan kepada mereka yang sudah menjadi Kristen.  Sedangkan jika kata itu berbentuk aorist, maka Injil ini ditujukan kepada mereka yang belum menjadi Kristen.
Umbu Hanggar cenderung setuju dengan Hasan Sutanto, sebagaimana terdapat dalam mayoritas naskah, bahwa bentuknya yang asli adalah aorist subyungtif.Dengan demikian terjemahan terhadap Yohanes 20:31 adalah “supaya kamu sekalian mulai mempercayai bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah”.Akan tetapi bukan berarti bahwa Injil ini hanya ditujukan bagi mereka yang belum menjadi Kristen saja.Karena jika keseluruhan Injil ini dicermati, maka jelaslah bahwa Rasul Yohanes mengharapkan para pembacanya mulai memiliki “iman yang sejati”.Bisa jadi seseorang telah menjadi Kristen namun imannya belum sejati.Kecenderungan ini sangat nyata misalnya dalam Yohanes pasal 6.Orang-orang yang kelihatannya sudah sangat mempercayai keilahian Yesus ternyata akhirnya mengundurkan diri dan berhenti mempercayaiNya.Atas dasar itu, maka dapat dikatakab bahwa Injil ini juga bermaksud untuk mengoreksi iman dari orang-orang yang sudah menjadi Kristen.Sejauh manakah kesejatian iman mereka?Dengan demikian, ayat di atas sebaiknya diterjemahkan “supaya kalian mulai mempercayai secara benar bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah”.
Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Injil Yohanes merupakan “Injil universal” atau Injil untuk semua; tanpa memandang suku; tanpa memandang agama.Injil adalah untuk orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi, baik mereka yang sudah menjadi Kristen juga bagi mereka yang belum menjadi Kristen.
Untuk memperkuat pandangan tersebut, berikut ini Umbu Hanggar mepaparkan beberapa alasan lain yang mendukung pandangan bahwa Injil Yohanes adalah Injil universal.[37]Pertama, Yohanes si penulis sangat banyak menggunakan kata paV (baca: pas) dalam berbagai bentuk infleksinya.  Kata ini berarti “semua, seluruh, setiap, siapa saja, dan segala” (1:7, 9, 16; 2:10; 3:15-16; 5:23, 28; 6:37, 39, 40, 45; 8:34; 11:26; 12:46; 13:35; 15:2; 16;13; 17:2; 18:37 dan lain-lain).  Setiap kali ayat-ayat yang mengandung kata pas dibaca, maka para pembaca akan mendapat kesan keuniversalan Injil ini, yakni bahwa Injil Yohanes ditujukan untuk siapa saja.  Kedua, adanya pemakaian istilah “LOGOS”(1:1, 14) yang dikenal luas pada masa Rasul Yohanes.Sebenarnya, ia tidak perlu menggunakan istilah tersebut, jika ia memang sedang memperkenalkan Mesias hanya kepada orang-orang yahudi diaspora saja.  Ia hanya perlu menggunakan kata Yunani yang sepadan dengan istilah Mesias, yaitu Kristus.  Karena itu, penggunaan istilah LOGOS dalam prolog Injil Yohanes merupakan salah satu acuan yang cukup kuat, bahwa Injil ini memang ditujukan bagi “siapa saja” dari segala bangsa dan penjuru bumi, terutama kepada bangsa-bangsa yang mengenal istilah tersebut pada masa Rasul Yohanes.  Dengan memperlihatkan tokoh utama sebagai tokoh yang universal[38], maka tujuan Injil ini pastilah universal juga.Ketiga, adanya rangkaian cerita yang berasal dari Clement (230), yang mengatakan bahwa Rasul Yohanes menulis Injil ini karena desakan kawan-kawannya, dengan keterangan dari naskah tulisan Codek Toletanus, yang mengatakan bahwa Yohanes menulis atas permintaan para uskup di Asia, untuk melawan Cerinthus dan para penganut bidat yang lain.  Demikian juga keterangan serupa yang diperoleh dari dokumen Kanon Muratoria.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa maksud penulisan Injil Yohanes juga adalah untuk menolong orang-orang Kristen, agar tidak terjebak dalam pengaruh bidat (misalnya bidat doketisme yang tidak mempercayai bahwa Yesus sugnguh-sungguh manusia yang berdaging); dan di sisi yang lain, menolong penganut bidat agar menyadari kesalahpahamannya tentang iman Kristen (lihat 1:14).
Terlebih lagi pasa saat Rasul Yohanes menulis Injil ini, jemaat Kristen Yahudi sudah cukup matang dan sedang berada dalam masa peralihannya.  Jika sebelumnya mereka bersikap sangat ekslusif, maka pada saat penulisan Injil ini mereka sudah mulai bersikap menjangkau semua bangsa (bnd Kis 10).Karena itu sangat logis jika untuk membuat kesimpulan bahwa Injil keempat ini merupakan Injil universal, yaitu Injil untuk semua manusia, khususnya mereka yang hidup di akhir abad pertama dan awal abad kedua.

2.      Waktudan Tempat Penulisan Kitab
a.         Waktu Penulisan Kitab
Menentukan tahun penulisan Injil Yohanes bukanlah suatu perkara yang mudah.Sebagian kecil dari sebuah naskah Injil Yohanes, yang disalin pada awal abad pertama sudah ditemukan di Mesir.Mengingat bahwa naskah tersebut harus disalin dan dibawa ke Mesir, maka kita berkeyakinan bahwa Injil Yohanes ditulis sebelum tahun 100M[39].Satu hal yang perlu dicatat dan diketahui ialah bahwa Injil ini sudah tersebar sejak awal abad kedua, maka berdasarkan fakta ini diperkirakan bahwa Injil ini telah diterbitkan pada akhir abad pertama.Olla Tuluan berpendapat bahwa Injil Yohanes tidak mungkin ditulis sebelum tahun 70.[40]Adina Chapman memprediksi tahun penulisan Injil ini antara tahun 80 sampai tahun 100.[41]Berbeda sedikit dengan Chapman, Bruce memperkirakan penulisan Injil Yohanes dalam rentang waktu yang lebih sempit yaitu sekitar tahun 90-100.[42]Groenen[43] dan Duyverman[44] sama-sama memperkirakan penulisan Injil Yohanes ini hanya pada kisaran tahun 100.Umbu Hanggar cenderung berkeyakinan bahwa tahun penerbitan Injil Yohanes adalah sekitar tahun 96-100.Pandangan terakhir jauh lebih bisa diterima.  Karena keyakinannya tersebut berdasarkan pada fakta bahwa Rasul Yohanes dibuang ke Pulau Patmos tahun 95 dan ia berada di sana selama beberapa bulan[45].  Sesudah itu barulah ia ke Efesus. 
Salah seorang bapak gereja yang bernama Ignatius yang mati sahid kira-kira tahun 115, terlihat sangat dipengaruhi oleh pelajaran yang khas dari Injil ini.  Polycarpus, yang menulis kepada gereja yang ada di Filipi tidak lama setalah kematian Ignatius mengutip surat yang pertama dari Yohanes.  Gnostikus Basilides (130) mengutip Yohanes 1:9, demikian juga Yustinus Martyr (150) mengutip cerita tentang Nikodemus dari Yohanes pasal 3.Muridnya, Tatianus (170) memasukkan kitab Injil keempat ini ke dalam bukunya yang berjudul Diatessaron.  Kira-kira pada waktu yang sama Melito, Uskup Sardis, menunjukkan ketergantungannya atas Injil ini dalam tulisannya, Khotbah Paskah.
Memang, ada tradisi yang meyakinkan bahwa Rasul Yohanes hidup sampai lanjut usia (Ireneus), dan bahwa Injil Yohanes ditulis setelah Injil Matius, Markus dan Lukas (Irenius, Clement dan Eusebius).  Tetapi tidak ada tradisi yang kuat bahwa Injil Yohanes ditulis pada waktu Rasul Yohanes sudah lanjut usia.[46]
Pendapat Carson tersebut ingin menegaskan bahwa penulisan Injil Yohanes adalah sebelum tahun 100, yaitu sebelum penulisnya, Rasul Yohanes, lanjut usia. 
Sebagian besar ahli berpendapat Injil Yohanes diperkirakan ditulis beberapa tahun setelah pengusiran orang Kristen Yohanes dari sinagoga yaitu sekitar tahun 80M.Tahap pertama sejarah komunitas tersebut kiranya terjadi antara tahun 40-70M; tahap kedua sekitar tahun 70-80; tahap ketiga tahun 80-100.Penhinjil menyusun karyanya satu decade lebih dulu dari seperti biasa diperkirakan orang, jadi sekitar tahun 80 M.[47]
Senada dengan Carson, Hadiwiyata juga dengan pengamatan yang cukup logis yang mengisahkan tentang pengusiran pengikut Yohanes dari sinagoga akibat dari dekret resmi Konsili Yamnia, menyimpulkan bahwa Injil keempat ini telah ditulis pada sekitar tahun 80M.
Dengan demikian kemungkinan besar Injil ini ditulis antara tahun 80 dan 90 .menurut keterangan yang diperoleh dari Dead Sea Scroll[48], mungkin Injil ini ditulis antara tahun 65 dan 75.  Pada waktu itu Yohanes berumur antara delapan puluh dan Sembilan puluh tahun.[49]

b.         Tempat Penulisan Kitab Injil Yohanes
Tidak seperti tahun penulisan Injil Yohanes yang mengundang beragam pendapat, tentang tempat penulisan Injil Yohanes hampir semua ahli setuju bahwa Injil keempat tersebut ditulis di Efesus.  Sejarah gereja menyatakan bahwa Yohanes telah pergi ke Asia Kecil dan menjadi pemimpin dalam pekerjaan Tuhan di sana,  pada masa tuanya ia tinggal di Efesus dan di sanalah ia menulis Injilnya[50].
Sejak jaman Irenaeus terdapat tradisi yang mengatakan bahwa Rasul Yohanes menulis Injil keempat pada waktu dia berada di Asia, yaitu di Efesus.  Juga dikatakan bahwa ia meninggal pada usia yang sangat lanjut pada masa kekuasaan Kaisar Trayanus (98-117).  Menurut Irenaeus, Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil, yaitu di Efesus ketika pertumbuhan gereja mulai matang dan timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman.[51]
Bagaimanakah Yohanes sampai ke sana?  Dari sejarah gereja kita mengetahui bahwa orang-orang Kristen menyingkir ke desa Pella – di sebelah timur Yordan (bnd Mat 24:15) – waktu Kota Yerusalem hendak dikepung oleh tentara Roma (68).  Kemudian separuh lagi tersebar kemana-mana.Mungkin Yohanes dan beberapa teman pergi ke Efesus dan lalu menetap di situ sekitar tahun 80.[52]
Untunglah masih bisa didapatkan beberapa keterangan penting dari bapak-bapak gereja.  Polikrates, seorang Uskup di Efesus (190) mengatakan bahwa Rasul Yohanes meninggal di Efesus sesudah ia menjadi saksi dan guru.  Irenaeus mengatakan bahwa Rasul Yohanes menerbitkan Injil untuk menelanjangi kesalahan bidat-bidat dan dia lama tinggal di Efesus sampai jaman Trayanus memerintah.  Yerome juga mengulangi tradisi bahwa Rasul Yohanes tinggal di Efesus sampai usia yang sangta tua. 

3.      Maksuddan Tujuan Penulisan Kitab
a.         Maksud Penulisan Kitab
Apa yang tertulis dalam Yohanes 1:1-18 dapat kita sebut sebagai prolog/pendahuluan yang membentangkan program dari apa yang dituturkan selanjutnya.  Dalam prolog itu dapat dibedakan selaku unsur-unsur utama[53]:
1.    Firman Allah yang kekal dari Allah yang Kekal (1:1), Anak Tunggal Allah yang mulia (1:14;18), yang di dalamnya ada terang dan hidup (1:4)
2.    Menjadi manusia dating ke dunia, yaitu miliki kepunyaanNya (1:9, 11, 14), tetapi dunia tidak menerima Dia (1:5,10)
3.    Orang-orang yang percaya kepadaNya diperanakkan kembali (1:12), menerima dari kepenuhan-Nya kasih karunia demi kasih karunia (1:16)
Rasul Yohanes memberitahukan secara gamblang, bahwa maksudnya menuliskan Injil ini adalah agar para pembacanya “menjadi percaya” akan kemesiasan dan keilahian Yesus Kristus (Yoh 20:30-31).  Dengan kalimat lain, maksud Injil Yohanes adalah agar para pembaca mulai mempercayai bahwa Yesuslah Mesias sejati, dan lebih daripada itu, Dia adalah Anak Allah.  Menurut Tenney, penulisan Injil Yohanes adalah dalam rangka apologetika, yaitu untuk mempertahankan ajaran yang benar, khususnya dalam menentang ajaran dochetisme yang menyangkal bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh manusia.  Di sisi yang lain, ia mengatakan bahwa Injil ini ditulis untuk melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis dalam Injil-Injil Sinopsis.[54]

b.         Tujuan Penulisan Kitab
Tujuan InjilYohanes ditulis adalah untuk melawan Gnostikisme[55] dengan mempertahankan suatu keyakinan (apologetic).[56]Karena pada jaman Rasul Yohanes memang gnostikisme berkembang dengan pesatnya dan bahkan telah mulai masuk dan mempengaruhi orang-orang Kristen.Yohanes menyatakan tujuan untuk tulisannya dalam 20:31, yaitu "supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." Sebuah naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan "percaya", yaitu aorist subjunctive ("sehingga kamu dapat mulai mempercayai") dan present subjunctive ("sehingga kamu dapat terus percaya")[57]. Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak (bandingkan 17:3).Walaupun kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama.Injil ini juga ditujukan bagi mereka yang memiliki minat terhadap filsafat.[58]Kisah-kisah yang terkandung dalam Injil Yohanes juga sengaja ditulis untuk melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis di dalam Injil-injil Sinoptis.[59] Walaupun ada pakar yang meragukan adanya ketergantungan Injil ini dengan Injil Sinoptik, kebanyakan pakar menerima bahwa Injil ini memang mempunyai ketergantungan dengan Injil-injil yang lain, paling tidak, penulisnya mengetahui isi ketiga Injil yang lain.[60]

4.         Ciri-Ciri Kitab
Setiap kitab tentulah mempunyai ciri-ciri dan keunikan tersendiri.Terkadang hal tersebut secara tidak langsung telah menjadi identitas suatu kitab sehingga pembaca dapat lebih mudah mengenal dan memahami.Demikian juga kitab Injil Yohanes memiliki cirri-ciri atau keunikan sendiri.  Adapun cirri-ciri dan keunikannya adalah sebagai berikut:[61]
Pertama, isinya sangat mendalam, namun bahasanya sangat sederhana.  Secara khusus ketika para pembaca memperhatikannya dari perspektif narasi, maka kedalaman isinya akan semakin terlihat.  Memperhatikan penggunaan unsur “waktu” dalam Injil Yohanes akan mengantar para pembaca kepada kedalaman makna dari setiap bagian kitab tersebut.  Sebab setiap penggunaan unsur waktu selalu memiliki maksud yang khusus.  Pencermatan ini akan semakin memperlihatkan keindahan Injil Yohanes.  Seorang ahli pernah mengatakan “kitab Injil Yohanes merupakan kitab yang paling indah di antara semua kitab.”Luther sendiri pernah menulis, “Dalam hidupku, belum pernah aku membaca buku yang kata-katanya lebih sederhana dari Injil Yohanesini, namun kata-kata itu mengungkapkan banyak hal penting.”
Kedua, gaya penulisannya memperlihatkan suatu kesatuan yang sangat utuh dari cerita-cerita hasil seleksi.Ada banyak kisah yang diceritakan dalam Injil Yohanes.  Kisah yang satu berkaitan erat dengan kisah yang lain sedemikian rupa.  Pasal yang satu memiliki hubungan yang kuat dengan pasal terdahulu, dan atau pasal yang mengikutinya.Adanya “keterkaitan” seperti itu merupakan nilai khas Injil Yohanes.  Ketika para pembaca mencermatisecara teliti hubungan antar perikop dan pasal dari kitab ini, maka kita akan segera menemukan jalinan kebenaran-kebenaran hakiki tentang hakekat mempercayai kemesiasan dan keilahian Yesus secara benar.  Apa yang belum dijawab pada bagian tertentu akan terjawab pada bagian lainnya.  Itulah sebabnya para pembaca perlu membaca keseluruhan Injil ini secara cermat.Karena Yohanes si penulis telah menyeleksi setiap cerita yang disajikannya (20:30-31).  Semua cerita hasil seleksi itu dapat menimbulkan kejutan demi kejutan, karena penulis cukup mampu memperlihatkan suatu gaya penulisan dan isi cerita yang unik dan menarik. 
Ketiga, Injil Yohanes mengandung banyak kontras yang sering berpindah dengan cepat.Maksudnya, nada-nada yang terkandung di dalamnya tidak dapat diduga-duga dan tidak monoton.Sikap curiga dan tidak percaya tiba-tiba berubah menjadi percaya, demikian sebaliknya.  Di satu sisi diperlihatkan kebencian yang semakin memuncak, dan di sisi lain diperlihatkan iman yang semakin kokoh.  Sikap oposisi yang biasa-biasa saja, akhirnya dapat berkembang menjadi kebencian yang “membabi-buta”, dan secara tiba-tiba diperlihatkan bahwa di antara orang-orang yang memusuhi Yesus itu, ada juga yang percaya.
Selain itu, ada hal menarik lainnya yang terdapat dalam Injil ini, yaitu tujuh hal yang secara khusus terkait dengan tanda, ajaran, pernyataan dan saksi keilahian Kristus yang dapat dijadikan dasar bagi pengakuan tentang keilahian Yesus:
a.         Tujuh tanda
5.        Berjalan di atas air (6:16-21)
7.        Membangkitkan Lazarus (11:1-44)
b.         Tujuh ajaran
1.        Kelahiran kembali (3:1-21)
2.        Menyembah Allah Bapa dalam roh dan kebenaran (4:4-42)
3.        Bersaksi tentang diri sendiri (5:19-47)
4.        Roti hidup (6:22-59)
5.        Air hidup (7:37-44)
6.        Terang dunia (8:12-30)
7.        Gembala yang baik (10:1-21
c.         Tujuh pernyataan "Aku adalah"
1.        Roti hidup (6:35)
2.        Terang dunia (8:12)
3.        Pintu (10:7)
4.        Gembala yang baik (10:11)
5.        Kebangkitan dan hidup (11:25)
6.        Jalan dan kebenaran dan hidup (14:6)
7.        Pokok anggur yang benar (15:1)
d.        Tujuh saksi keilahian Yesus Kristus
1.        Yohanes Pembaptis (1:34)
2.        Natanael (1:49)
3.        Petrus (6:69)
4.        Marta (11:27)
5.        Tomas (20:28)
6.        Yohanes Penulis (20:31)
7.        Kristus sendiri (10:36)


5.         Garis-Garis Besar Kitab
Pada dasarnya, garis besar Injil Yohanes mudah dimengerti.Dari segi pelayanan Tuhan Yesus, Injil Yohanes dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pasal 1 sampai pasal 12 mengenai pelayanan Tuhan Yesus kepada masyarakat umum, dan pasal 13-21 mengenai pelayanan Tuhan Yesus kepada keduabelas rasulNya secara khusus. Dalam mempelajari dan memahami Injil Yohanes kita akan menemukan setidaknya lima garis besar dalam Injil tersebut.  Adapun garis besar tersebut adalah sebagai berikut[62]:
a.         Kata Pengantar/Pendahuluan (1:1-18)
b.         Narasi, Percakapan dan Pembahasan (1:19 – 12:50)
c.         Yesus dengan Murid-Murid-Nya (13:1 – 17:26)
d.        Salib dan Kenaikan (18:1 – 20:31)
e.         Apendiks/Penutup
Lebih lanjut Carson (1991;105-108)[63] memberikan rincian dari garis besar kitab Injil Yohanes sebagai berikut:
I.              KATA PENGANTAR (1:1-18)
II.           PENYATAAN YESUS DENGAN KATA DAN PERBUATAN (1:19-10:42)
A.      Permulaan Pelayanan Yesus (1:19-51)
1.         Hubungan antara Yohanes Pembaptis dan Yesus (1:19-28)
2.         Kesaksian Yohanes Pembaptis mengenai Yesus (1:29-34)
3.         Yesus memanggil murid-muridNya yang pertama (1:35-42)
4.         Yesus Memanggil dua murid lagi (1:43-51)
B.       Permulaan Pelayanan: Mukjizat, Perbuatan dan Kata (2:1-4:45)
1.         Mukjizat pertama: air menjadi anggur (2:1-11)
2.         Pedagang-pedagang diusir dari Bait Allah (2:12-17)
3.         Yesus mengganti Bait Allah (2:18-22)
4.         Iman yang tidak memuaskan (2:23-25)
5.         Yesus dan Nikodemus (3:1-15)
6.         Penjelasan panjang I (3:16-21)
7.         Kesaksian Yohanes Pembaptis mengenai Yesus diteruskan (3:22-30)
8.         Penjelasan panjang II (3:31-36)
9.         Yesus dan Perempuan Samaria (4:1-42)
10.     Tanda kedua: anak pegawai istana disembuhkan (4:43-54)
C.           Oposisi Timbul: Tambah Mukjizat, Perbuatan dan Kata (5:1-7:52)
1.         Penyembuhan di Kolam Betesda (5:1-15)
2.         Tanggapan Yesus terhadap para oposisi (5:16-47)
a.         Hubungan Yesus dengan Bapa-Nya (5:16-30)
b.         Kesaksian tentang Yesus (5:31-47)
3.         Member makan lima ribu orang (6:1-15)
4.         Yesus berjalan di atas air (6:16-21)
5.         Khotbah tentang Roti Hidup (6:22-58)
a.         Yesus dicari orang banyak (6:22-26)
b.        Manna yang benar (6:27-34)
c.         Yesus sebagai roti hidup (6:35-48)
d.        Makan daging Anak Manusia (6:49-58)
6.         Pendapat yang terbagi dua dan Inisiatif Ilahi (6:59-71)
7.         Keraguan (7:1-13)
8.         Di hari raya Pondok Daun (7:14-44)
a.         Ajaran Yesus yang berwewenang (7:14-24)
b.        Siapakah Yesus Kristus? (7:25-36)
c.         Janji Roh (7:37-44)
9.         Ketidakpercayaan terhadap pemimpin-pemimpin Yahudi (7:45-52)
10.     Perempuan yang tertangkap dalam perzinahan (7:58-8:11)
D.           Konfrontasi Yang Radikal: Puncak Mukjizat, Perbuatan dan Kata (8:12-10:42)
1.         Di hari raya Pondok Daun II: perdebatan Yesus dengan “orang-orang Yahudi” (8:12-59)
a.         Wewenang ajaran Yesus (8:12-20)
b.        Asal-usul dari wewenang Yesus (8:21-30)
c.         Anak-anak Abraham (8:31-59)
2.         Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir (9:1-41)
a.         Tanda itu sendiri (9:1-12)
b.        Pencelikan orang-orang Farisi (9:13-34)
i.          Pencelikan yang pertama (9:13-17)
ii.        Orangtuanya diselidiki (9:18-23)
iii.      Pencelikan yang kedua (9:24-34)
c.         Penglihatan orang buta dan kebutaan orang yang dapat melihat (9:35-41)
3.         Yesus sebagai Gembala (10:1-21)
a.         Kiasan Gembala (10:1-5)
b.        Kesalahpahaman (10:6)
c.         Kiasan dikembangkan (10:7-18)
d.        Tanggapan orang-orang Yahudi (10:19-21)
4.         Di hari raya Pentahbisan Bait Allah: klaim-klaim Mesianik dan oposisi yang nyata (10:22-39)
a.         Yesus adalah Mesias (10:22-30)
b.        Yesus adalah Anak Allah (10:31-39)
5.         Kemunduran geografis dan kemajuan pelayanan (10:40-42)
III.        PERALIHAN: KEHIDUPAN DAN KEMATIAN, RAJA DAN HAMBA YANG MENDERITA (11:1-12:50)
A.      Kematian dan kebangkitan Lazarus (11:1-44)
1.         Kematian Lazarus (11:1-16)
2.         Yesus adalah kebangkitan dan hidup (11:17-27)
3.         Yesus marah dan berdukacita (11:28-37)
4.         Kebangkitan Lazarus (11:38-44)
B.       Keputusan untuk membunuh Yesus (11:45-54)
1.         Kesepakatan dan paradoksnya (11:45-53)
2.         Tanggapan Yesus (11:54)
C.       Kemenangan dan kematian yang mendekat (11:55-12:36)
1.         Lingkungannya: hari raya Paskah (11:55-57)
2.         Yesus diurapi Maria (12:1-11)
3.         Yesus dielu-elukan (12:12-19)
4.         Orang kafir memicu pernyataan Yesus mengenai “saatnya” (12:20-36)
D.      Teologi ketidakpercayaan (12:37-50)
1.         Nubuatan dan Firman Allah (12:37-43)
2.         Wewenang di balik janji –dan ancaman- Yesus (12:44-50)
IV.        PERNYATAAN YESUS DALAM SALIB-NYA DAN KEMULIAANNYA (13:1-20:31)
A.      Perjamuan Kudus (13:1-30)
1.         Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (13:1-17)
2.         Yesus bernubuat mengenai pengkhianatan (13:18-30)
B.       Pesan Perpisahan: bagian pertama (13:31-14:31)
1.         Yesus menubuatkan penyangkalan Petrus (13:31-38)
2.         Janji tempat di mana Yesus akan pergi (14:1-4)
3.         Yesus sebagai jalan kepada Bapa (14:5-14)
4.         Yesus akan pergi dan Roh Kebenaran akan dating (14:15-31)
C.       Pesan Perpisahan: bagian kedua (15:1-16:33)
1.         Pokok anggur dan ranting (15:1-16)
a.         Kiasan panjang (15:1-8)
b.        Penjelasannya (15:9-16)
2.         Oposisi dari dunia (15:17-16:4a)
3.         Pekerjaan Roh Kudus (16:4b-15)
4.         Sukacita sesudah dukacita (16:16-33)
D.      Doa Yesus (17:1-26)
1.         Yesus berdoa supaya dipermuliakan (17:1-5)
2.         Yesus mendoakan murid-murid-Nya (17:6-19)
a.         Dasar doa (17:6-11a)
b.        Doa supaya murid-murid-Nya dilindungi (17:11b-16)
c.         Doa supaya murid-murid-Nya dikuduskan (17:17-19)
3.         Yesus mendoakan semua yang akan percaya (17:20-23)
4.         Yesus berdoa supaya setiap orang percaya disempurnakan sehingga dapat melihat kemuliaan-Nya (17:24-26)
E.       Pemeriksaan Pengadilan dan Penderitaan Yesus (18:1-19:42)
1.         Yesus ditangkap (18:1-11)
2.         Yesus di hadapan Hanas (18:12-14)
3.         Penyangkalan Petrus yang pertama (18:15-18)
4.         Yesus diperiksa di hadapan Hanas (18:19-24)
5.         Penyangkalan Petrus yang kedua dan ketiga (18:25-27)
6.         Yesus diperiksa di hadapan Pilatus (18:28-19:16a)
a.         Pilatus memeriksa pendakwa (18:28-32)
b.        Pilatus memeriksa Yesus (18:33-38a)
c.         Barabas (18:38b-40)
d.        Yesus dihukum (19:1-16a)
7.         Yesus disalibkan (19:16b-30)
8.         Lambung Yesus ditikam (19:31-37)
9.         Yesus Dikuburkan (19:38-42)
F.        Kebangkitan Yesus (20:1-31)
1.         Pertus dan Yohanes berada di kuburan yang kosong (20:1-9)
2.         Yesus menampakkan diri kepada Maria (20:10-18)
3.         Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya (20:19-23)
4.         Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, termasuk Tomas (20:24-29)
5.         Kesimpulan: tujuan Injil keempat (20:30-31)
V.           BAGIAN PENUTUP DARI KITAB (21:1-25)
A.      Yesus Menampakkan Diri Kepada Murid-Murid-Nya di Pantai (21:1-14)
B.       Yesus, Petrus, dan Yohanes (21:15-24)
C.       Keagungan Yesus (21:25)
Demikianlah garis-garis besar serta sub-sub bagian dari garis besar kitab Injil Yohanes.  Dari garis besar dan sub bagian garis besar tersebut dapat kita simpulkan bahwa penulis kitab Injil ini adalah seorang penulis yang teliti dan dapat dipertanggungajawabkan.

6.         Perbandingan Dengan InjilSinoptik
Ada empat kitab Injil yang memberikan informasi tentang Yesus, Anak Allah, Anak Manusia itu.Matius, Markus dan Lukas yang disebut Injil Sinoptik.[64]  Karena ketiganya memaparkan Yesus dengan cara yang hampir sama. , baik dari sisi alur maupun komposisi penuturannya.Sementara Injil Yohanes disebut sebagai Injil non-sinoptik.  Karena Injil ini memiliki cirri khas tersendiri yang membedakannya dengan kitab Injil yang lain.  Hampir semua bahannya berbeda dengan yang termaktub dalam ketiga Injil Sinoptik.
Dari semua cerita mujizat yang tercantum dalam Injil Sinoptik (29 mujizat) hanya tiga cerita yang terdapat dalam Injil Yohanes (4:46 dst, 6:1 dst dan 6:16 dst).  Mungkin masih dapat ditambah Yohanes 21:1-11 yang berdekatan dengan Lukas 5:1-11.  Bahan lain yang agak sejalan adalah kisah sengsara (Yohanes 18-18), tampilnya Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:19-34), pengikut-pengikut Yesus yang pertama (Yohanes 1:35-41), Yesus mengusir kaum pedagang dari Bait Allah (Yohanes 2:13-16), pengakuan Petrus (Yohanes 6:67-71), pengurapan Yesus di Betania (Yohanes 12:12-19).  Tetapi bahan yang sama diceritakan dengan cara yang terlalu berbeda dan demikian juga dengan letak bahan itu dalam “riwayat” hidup Yesus.[65]
Sekalipun keempat Injil itu memiliki perbedaan-perbedaan tertentu dalam melaporkan sejarah hidup Yesus, namun dapat diyakini bahwa mereka telah menulis berdasarkan ilham Allah.Apapun yang ditulis atau tidak ditulis oleh masing-masing penulis, tentulah mengandung tujuan yang khusus.Karena setiap Injil memaparkan Yesus berangkat dari dari satu titik tolak yang istimewa.  Meskipun sudut pandang masing-masing penulis berbeda, tetapi sorotan mereka terhadap pribadi Yesus tetap sama, knsisten dan harmonis. 
Berkenanan dengan hal ini ada satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam menceritakan kisah Yesus, Yohanes tidak bergantung pada penulis kitab Injil yang lain.  Ia hanya menggunakan kata-kata yang mutlak perlu untuk menceritakan cerita yang sama.  Ketiga penulis yang lain justru menunjukkan dengan jelas keadaan saling bergantung. 
Lebih jelasnya tentang hal ini dapat dilihat pada bagan perbandingan Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik berikut ini:
·         No
·         Injil Sinoptik
·         Injil Yohanes
·         1
·         Fokus pemberitaannya adalah pelayanan Yesus di Galilea
·         Fokus pemberitaannya adalah pelayanan Yesus di Yudea dan Yerusalem[66]
·         2
·         Lebih menekankan warisan “kerajaan”
·         Lebih menekankan pribadi Yesus (“Akulah”) dan warisan hidup yang kekal.
·         3
·         Memperlihatkan Yesus sebagai Anak Daud, Anak Manusia
·         Memperlihatkan Yesus sebagai Anak Allah
·         4
·         Mengemukakan kisah yang terjadi di bumi
·         Mengemukakan makna surgawi
·         5
·         Ungkapan-ungkapan Tuhan Yesus pada umumnya singkat, misalnya dalam perumpamaan-perumpamaan
·         Mengandung pengajaran-pengajaran Tuhan Yesus yang cukup panjang
·         6
·         Hanya sedikit penjelasan yang diberikan oleh ketiga penulis berkenaan dengan cerita-cerita yang ditulis
·         Banyak penjelasan Yohanes yang disisipkan dalam cerita-cerita yang sudah diseleksinya
·         7
·         Hanya sekali saja hari raya Paskah disebut.
·         Tiga kali hari raya Paskah disebut (2:13; 6:4 dan 11:55

B.                ETIMOLOGI KATA
1.         Menyembah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata menyembah adalah sebuah kata kerja yang dapat didefinisikan sebagai menghormati dengan mengangkat sembah.  Menyembah dapat juga diartikan sebagai menaklukkan diri dan melakukan segala perintah dan keinginan dari oknum yang disembah tersebut.  Ditinjau dari sudut Alkitabiah, definisi ini sangat relevan sekali digunakan dalam hubungan antara manusia dan Tuhan.  Bahwa jika manusia menyembah Tuhan itu artinya manusia menaklukkan diri kepada Tuhan dan menuruti segala apa yang diperintahkan Tuhan.  Makna yang terkandung dalam definisi ini lebih luas dari pada definisi sebelumnya.  Sebab menyembah Tuhan sesungguhnya bukan berbicara tentang bagaimana sikap tubuh, tempat yang dikhusukan dan waktu tertentu, tetapi jauh lebih dalam yaitu bahwa menyembah Tuhan adalah menyerahkan diri kepada Tuhan dan melakukan yang Tuhan mau dalam hidup kita selama 24 jam sehari.
Dalam Alkitab Terjemahan Baru, kata menyembah terdapat 41 kali digunakan dalam Perjanjian Baru dan 154 kali dalam Perjanjian Lama.  Dalam bahasa Yunani kata menyembah disebut proskuneo (προσκυνεο) dan dalam bahasa Ibrani disebut shachah(שׇׁחׇה).  Di dalam Alkitab Perjanjian Baru, kata ‘menyembah’ diambil dari beberapa kata bahasa Yunani: Proskuneo, Sebomai, Doxa, Latreuo, Eusebeo, Ethelothreskia. Di antara semua kata yang dipakai dalam Perjanjian Baru, satu kata asli menyembah yang paling banyak digunakan untuk menyembah Tuhan adalah: Proskuneo (lebih dari 70%). Yohanes 4:21-24.
APA ARTI KATA MENYEMBAH ‘PROSKUNEO’?
1. MENCIUM.
Ini makna Proskuneo yang pertama: Mencium. Yang namanya mencium tidak bisa dilakukan dari jauh, mencium pasti dilakukan dari dekat. Ini yang seharusnya kita lakukan ketika menyembah Tuhan: menyembahlah dengan keintiman dan kedekatan hubungan bersama Tuhan. Inilah perbedaan penyembahan di Tabernakel Musa dan Pondok Daud! Yang satu menyembah dari kejauhan, yang satu lagi menyembah dari dekat.
DI TABERNAKEL MUSA: Tabut Perjanjian ada di Ruang Maha Kudus, terpisah dengan pemuji dan penyembahnya oleh tirai penyekat antara ruang maha kudus dan ruang kudus. Akibatnya kita hanya bisa menyembah dari kejauhan. Banyak orang menyembah Tuhan seperti ini: menyembah dari kejauhan! (Matius 15:8). 
DI PONDOK DAUD: Di Pondok Daud, Tabut Perjanjianada dalam satu ruangan dengan pemuji dan penyembah, sehingga mereka bisa menyembah dari dekat dan dengan keintiman yang luar biasa. Itu sebabnya kita perlu belajar untuk menyembah Tuhan dengan keintiman seperti Daud! Kalau kita lakukan ini, maka sama seperti Daud, Tuhan akan memberkati kita berlimpah-limpah.
2. SEPERTI ANJING MENJILAT TANGAN TUANNYA.
Proskuneo berasal dari kata pros (artinya: kedekatan), dan kuon (artinya: anjing). Jadi kalau digabungkan, maka menjadi: “like a dog licking his master’s hand”(seperti anjing menjilat tangan tuannya). Inilah gambaran ketika kita menyembah Tuhan, yaitu seperti anjing menjilat tuannya. Ternyata menjilat tuannya adalah cara anjing mengekspresikan kasihnya, kesetiaannya dan ketaatannya kepada tuannya. Setiap kali kita menyembah Tuhan, kita perlu merendahkan diri kita dihadapan Tuhan seperti seorang hamba kepada tuannya. Tapi yang luarbiasa adalah hubungan hamba dan tuan ini bukan hubungan yang kaku, ketaatan sebagai kewajiban dan menyembah sebagai rutinitas.  Sebaliknya, ini adalah hubungan yang intim, ketaatan karena kasih kepada tuannya, menyembah dari kecintaan yang luar biasa kepada Tuhan.  Jadi saat kita menyembah, itulah saat kita mengekspresikan kasih, kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan.
3. BERSUJUD ATAU TERSUNGKUR DALAM PEMUJAAN DAN PENGHORMATAN.
Makna kata ‘proskuneo’ yang ketiga adalah bersujud atau tersungkur dalam pemujaan dan penghormatan kepada Tuhan. Wahyu 4:10-11 Perhatikan baik-baik: 24 tua-tua itu tersungkur di hadapan Dia yang duduk di atas tahta itu! Mereka Proskuneo kepada Yesus! Mereka ini adalah tua-tua, artinya orang yang dituakan, yang paling dihormati, yang punya kedudukan yang sangat tinggi di Sorga. Akan tetapi ketika mereka menyembah Tuhan, maka mereka tersungkur di hadapan Tuhan. Mulai hari ini saya ajak saudara untuk berani merendahkan hati untuk tersungkur menyembah Tuhan. Dimulai dari sikap hati yang menghormati Tuhan! Jangan tersungkur supaya dilihat oleh orang lain.  Tapi tersungkur karena kita benar-benar menghormati itu dalam hati kita, dan itu diekspresikan ke luar dalam tindakan tersungkur.  Ingatlah bahwa kita semua ini hanyalah hamba, sedangkan Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala Tuhan.
Kalau kita perhatikan lebih jauh lagi, maka 24 tua-tua di surga itu bukan hanya tersungkur, Alkitab mencatat bahwa mereka melemparkan mahkotanya di hadapan tahta Tuhan itu. Mahkota itu berbicara tentang kehormatan! Ketika mereka melemparkan mahkota, itu artinya mereka mempersembahkan kehormatan mereka kepada Tuhan! Ini yang persis di lakukan oleh perempuan yang mengurapi Yesus dengan minyak dan mengusap dengan rambutnya! Kalau kita tahu bagaimana merendahkan diri kita di hadapan Sang Raja, maka tangan Tuhan akan mengangkat, mempromosikan, dan mempermuliakan hidup kita secara luar biasa! Marilah kita menyembah Tuhan ‘proskuneo’ supaya Tuhan senang dan berkenan dengan penyembahan kita sehingga kita bisa mengalami anugerah yang sangat besar dari Tuhan.
Banyak orang sering bertanya, apakah maksud dari "menyembah dalam Roh dan dalam Kebenaran ?" melakukan penyembahan adalah sebuah jantung dari kepercayaan. Kepercayaan terhadap subyek yang mereka sembah. Saat kita berbicara mengenai agama secara umum kita juga akan berbicara mengenai penyembahan. Bagaimanakah konsep penyembahan yang benar berdasarkan ALKITAB ?
Pada zaman perjanjian lama banyak orang melakukan penyembahan kepada Allah dengan cara-cara yang dinilai secara fisik, yakni mereka yang melakukan penyembahan dengan menitikberatkan pada sisi jasmaniah, ada tata cara dan aturan yang ketat dan mengikat sebagai syarat untuk dapat datang kepada Allah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat datang kepada Allah, pada bangsa Israel biasanya diwakilkan dari kaum Lewi, yang biasa disebut para imam.
Tetapi setelah Yesus sang Mesias datang, dan menjadi penebus dosa dunia, Ia mendamaikan hubungan ALLAH dengan manusia, yang secara simbolik dinyatakan saat tabir bait suci terbelah dua. Maka semua orang bisa datang kepada BAPA, semua orang menjadi layak datang kepada BAPA karena darah Yesus, pada zaman perjanjian lama dibutuhkan korban dengan kualitas dan syarat yang paling baik agar manusia bisa layak dihadapan ALLAH.
2.         Roh
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, roh adalah sesuatu unsur yang addi dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup.  Ini adalah roh manusia yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia itu sehingga manusia itu menjadi mahkluk hidup.  Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ada beberapa pengertian tentang roh, yaitu:
1.    Dalam bahasa Ibrani kata “ruakh” terdapat 378 kali dalam Perjanjian Lama, sebagian besar pemakaiannya adalah mengacu kepada manusia dan banyak juga kepada hal-hal yang supra alami.  Kata ruakh adalah terdiri dari kata benda yang berasal dari kata kerja yang artinya adalah mengeluarkan nafas dengan kuat dari hidung.  Ruakh sering diartikan dengan angin yang memiliki kekuatan yang luar biasa (Kel 10:13).  Contoh sering kita mendengar tentang adanya badai yang dapat merusak segala benda-benda yang ada seperti pohon besar, rumah, bahkan kapal sekalipub yang sangat besar angin dapat memindahkannya dari lautan ke daratan (Ayub 21:18, Mzm 1:18).  Dalam psikologi “ruakh” berarti pendorong yang dominan.  Ruakh juga sering menuntun orang melakukan sesuatu yang khusus (Bil 5:14).  Apapun yang dilakukannya Allah selalu dapat mengendalikannya.  Dan ”ruakh” juda sering muncul dalam arti roh jahat (1 Sam 16:16, Hos 4:12) dan juga sering kali dalam arti roh yang baik supra alami (Kel 28:3)
2.    Dalam bahasa Yunani adalah “pneuma” Roh dari Allah.  Atau dalam bahasa Inggris adalah spirit.  Roh yang dimaksud adalah Roh Kudus yang sebagai pribadi ketiga dari Allah Tritunggal.  Pneuma, berpadanan dengan “Ruakh”, terdapat 220 kali dalam Perjanjian Baru, 91 kali dengan atau tanpa keterangan mengenai sifat atau sumber-Nya mengacu kepada Roh Kudus.  Arti umum “pneuma” serupa dengan “ruakh” tapi tekanannya berubah terutama dalam surat Rasul Paulus.  Di situ “pneuma” jarang mengacu pada pihak manusia, tapi pada Roh Allah. Dalam Kitab Injil, (Yohanes 3:8) “pneuma” berarti angin dalam (2 Tesalonika 2:8) “nafas”.  Dikaitkan dengan ”sarx”, pneuma unsur non-ragawi manusia (2 Kor 7:1, Kol 2:5) bila dikaitkan dengan soma artinya sama yaitu unsur diri manusia yang tetap lestari sesudah kematian (Mat 27:50, Luk 8:55).
Dengan demikian roh mempunyai beberapa arti. Semuanya menunjuk kepada apa yang tidak terlihat oleh mata manusia dan yang membuktikan adanya daya atau tenaga aktif bekerja. Kata Ibrani dan Yunaninya digunakan untuk memaksudkan:
1.      angin,
2.      daya hidup yang aktif dalam makhluk-makhluk di bumi,
3.      desakan dari hati nurani yang menentukan cara orang berbicara dan berprilaku,
4.      ucapan terilham yang berasal dari sumber yang tidak kelihatan,
5.      pribadi-pribadi roh,
6.      tenaga aktif atau roh kudus (Rohulkudus) Allah.
Para penulis Alkitab menggunakan kata IbraniRuakh atau kata YunaniPneuma sewaktu menulis tentang "roh".Alkitab sendiri menunjukkan arti kata-kata itu.Misalnya, Mazmur 104 mengatakan, "Apabila engkau [Yehuwa] mengambil roh [ruakh] mereka, mereka mati, dan mereka kembali kepada debu".Juga dalam Surat Yakobus dikatakan bahwa "Tubuh tanpa roh [pneuma] adalah mati" (Yakobus 2:26).Maka, dalam ayat-ayat itu, roh memaksudkan sesuatu yang memberikan kehidupan kepada tubuh.Tanpa roh, tubuh mati.Karena itu, dalam Alkitab kata ruakh tidak hanya diterjemahkan sebagai roh tetapi juga sebagai tenaga, atau daya kehidupan. Misalnya, mengenai Air Bah pada zaman Nuh, Allah menyatakan, "Aku akan mendatangkan air bah ke atas bumi untuk membinasakan dari bawah langit semua makhluk yang memiliki daya [ruakh] kehidupan yang aktif" (Kejadian 6:17, 7:15, 22).Jadi, roh dapat berarti daya yang tidak kelihatan (pancaran kehidupan) yang memberikan kehidupan kepada semua makhluk hidup.
Jiwa dan roh tidak sama. Tubuh membutuhkan roh, sama seperti radio membutuhkan listrik. Sebagai gambaran lebih jauh, kita bisa mengambil contoh sebuah radio. Apabila kita memasukkan baterai ke dalam radio portabel lalu menyalakannya, listrik yang tersimpan dalam baterai akan menghidupkan radio itu. Tetapi, tanpa baterai radio itu mati. Radio listrik juga akan mati jika kabelnya dicabut dari stop kontak. Demikian pula, roh adalah daya yang menghidupkan tubuh manusia. Dan sama seperti listrik, roh tidak mempunyai perasaan dan tidak dapat berfikir. Roh adalah daya yang tak berkepribadian.Tetapi, tanpa roh, atau daya kehidupan, tubuh kita ‘mati dan kembali pada debu’, sebagaimana dikatakan pemazmur.
Ketika berbicara tentang kematian manusia, Pengkhotbah mengatakan, "Debu [tubuhnya] kembali ke tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang benar yang telah memberikannya"(Pengkhotbah 12:7). Sewaktu roh, atau daya kehidupan, meninggalkan tubuh, tubuh mati dan kembali ke asalnya, yaitu tanah. Demikian pula, daya kehidupan kembali ke asalnya, yaitu Allah (Ayub 34:14, 15; Mazmur 36:9). Ini tidak berarti bahwa daya kehidupan benar-benar pergi ke surga. Tetapi, ini berarti bahwa bagi seseorang yang mati, harapan apa pun untuk hidup di masa depan bergantung pada Allah. Dengan kata lain, kehidupannya ada di tangan Allah. Hanya dengan kuasa Allah orang itu dapat memperoleh kembali roh, atau daya kehidupan, sehingga dapat hidup lagi.
3.         Kebenaran
Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kebenaran sebagai keadaan (hal dsb) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya.  Berasal dari kata dasar benaryang artinya sesuai sebagaimana adanya (seharusnya); betul; tidak salah.  Dalam Alkitab, terdapat 119 kali kata kebenaran dalam Perjanjian Lama dan 155 kali dalam Perjanjian Baru.
Dalam bahasa Ibrani yang dimaksud adalah kenyataan terbukti benar atau tidak bersalah -- digunakan untuk menyatakan seorang raja yang baik (Yes. 32:1) atau sekutu yang handal atau tetangga yang terpercaya (Am. 5:7). Allah itu benar, karena ia setia pada perjanjian-Nya, membebaskan Israel dari musuh-musuhnya dan memberi harapan untuk masa depan (Yes. 23:5). Dalam PB kata 'kebenaran' sering ditemui dalam Injil Matius, di mana yang dimaksud adalah kebenaran etis dengan melakukan kehendak Allah (Mat. 5:6, 10).Arti ini kurang radikal dibandingkan dengan yang dikemukakan Rasul Paulus.Pada Paulus kebenaran itu tidak sekadar perilaku benar di hadapan Allah, tetapi suatu hubungan yang benar dengan Allah.Prakarsanya adalah dari Allah; diterima dalam *iman dan berwujud dalam perilaku yang benar (Rm. 3:21-26).Kebenaran dinyatakan ada pada Yesus dalam 1Yoh. 2:1, dalam arti sama sekali sesuai dengan kehendak Allah.
Kebenaran Allah ialah usaha-Nya untuk membenarkan dan menyelamatkan orang-orang berdosa, sehingga mereka menjadi orang-orang yang benar, artinya berada dalam hubungan yang seharusnya dengan Allah.Kebenaran adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi setiap orang.Pada zaman sekarang banyak orang membicarakan perihal kebenaran, bahkan semua orang dalam situasi negara seperti ini membutuhkan ditegakannya kebenaran, karena kebenaran telah ditutupi dengan ketidak adilan.
Secara etimologi teologi, kebenaran memilki kata dasar benar. Kamus bahasa Indonesia memberikan beberapa pengertian dari kebenaran: “keadaan (hal, dsb) yang cocok dengan fakta atau hal yang sebenarnya, sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar ada, suara hati, kejujuran, izin, persetujuan, perkenan, dan sebetulnya). Yesus adalah kebenaran itu.Yesus membenarkan orang-orang berdosa untuk layak masuk kerumah Bapa.Membenarkan berarti menyatakan benar.
Kebenaran menurut bahasa Ibrani adalah tsadaq, sedangkan dalam bahasa Yunani adalah dikaioo, yang berarti mengumumkan suatu keputusan yang menyenangkan, atau menyatakan benar.Konsep ini tidak berarti menjadikan benar tetapi menyatakan kebenaran.Perihal menyatakan kebenaran merupakan konsep dalam persidangan, sehingga membenarkan berarti membubuhkan keputusan yang benar. Perhatikan perbedaan antara membenarkan dengan menyatakan salah dalam Ulangan 25:1 dan 1 Raja-raja 8:32 dan Amsal 17:15.
Kebenaran dalam bahasa Inggris memakai kata true, yang berarti benar, betul, sejati, sebenarnya, pas / menjadi, kenyataan, mematuhi, impiannya terkabul, setia, tulus, yang sesuai dengan kenyataan. Dan dalam kamus Indonesia-Inggris, Inggris-Indonesia, kata true diterjemahkan sungguh, nyata, betul, memberikan tempat yang tepat, dan mencocokkan hingga tepat sekali.
Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa Yesus adalah kebenaran itu, memang itulah fakta yang sebenarnya yang sesuai dengan kenyataan.Tuhan Yesus adalah kebenaran bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Yoh. 14:6).Dosa manusia telah dibayar dengan lunas diatas kayu salib dan hal itu dihitung sebagai suatu kebenaran (1 Kor. 6:20; 7:23).Hanya melalui Dialah manusia berdosa dibenarkan, bukan melalui amal dan kesalehannya sendiri (contohnya Kornelius dalam Kisah para rasul 10).Manusia yang berdosa hanya dapat dibenarkan oleh Yesus Kristus (Rm. 3:20-26).Yesus rela mati dikayu salib dan itu adalah kenyataan, “kematian terhadap dosa bukanlah sekedar harapan melainkan realita, sebab Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikut sertakan dengan Dia dalam kematian-Nya.” Inilah kebenaran yang diberitakan Yesus, Dia berkata: “Akulah kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6).
Sebagai penerapan dalam kehidupan orang percaya.Hendaklah didalam kehidupan kita berusaha senantiasa mewujudnyatakan sikap hidup yang benar, baik dalam tutur kata, tabiat, dan dalam tingkah laku. Karena Kristus telah mati dan bangkit bahkan naik ke sorga, Ia telah menyatakan kebenaran-Nya dalam setiap apa yang dikatakan dan diperbuat-Nya. Terkhususnya Ia telah membenarkan hidup kita yang berdosa sehingga beroleh kasih karunia dihadapan Tuhan, karena itu hidup kita telah dibenarkan. Sebagai anak Allah kita juga harus memberitakan kebenaran itu yang telah tertulis dalam firman Tuhan kepada setiap umat manusia tanpa terkecuali.

C.                LATAR BELAKANG TEKS
Nats Alkitab yang dieksegesis tentang penyembah yang benar menyembah dalam roh dan kebenaran dalam tulisan ini adalah Yohanes 4:23-24 yang merupakan bagian atau penggalan dari perikop yang berjudul “Percakapan dengan perempuan Samaria” yang terdapat Yohanes 4:1-42.  Alkitab yang dipakai adalah terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dengan versi Terjemahan Baru.  Adapaun isinya adalah sebagai berikut:
Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes -- meskipun Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-murid-Nya, --Iapun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea.  Ia harus melintasi daerah Samaria.  Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: "Berilah Aku minum." 
Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup."Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?"Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.
Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air."Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini."Kata perempuan itu: "Aku tidak mempunyai suami." Kata Yesus kepadanya: "Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami,sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar."Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi.Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah."  Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.Kamu menyembah apayang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.[67]"Jawab perempuan itu kepada-Nya: "Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami."Kata Yesus kepadanya: "Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau."Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorangpun yang berkata: "Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?"Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ: "Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?"Maka merekapun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus.Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: "Rabi, makanlah."Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: "Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal."Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: "Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?"Kata Yesus kepada mereka: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai.Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka."Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: "Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat."Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya.Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,dan mereka berkata kepada perempuan itu: "Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia."
Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak daripada Yohanes. Ia pun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea. Tuhan Jesus memilih jalur pendek dari Yerusalem ke Galiliea yang menyebabkan Dia melintasi Samaria.Jalur ini biasanya dihindari oleh orang-orang Yahudi, karena selama 700 tahun masalah prasangka dalam soal agama dan kesukuan telah memisahkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Samaria.[68]
Orang Samaria adalah keturunan orang Israel yang tertinggal di Kerajaan Utara dan telah kawin campur dengan para pendatang orang-orang asing yang menjadi penduduk baru di situ setelah Samaria jatuh pada tahun 722 SM. Mereka tidak pernah dapat bekerja sama dengan Yehuda secara efektif, dan pada jaman Nehemia keretakan itu sudah tidak dapat di perbaiki lagi.[69]
Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf. Bukan kebetulan kalau Yesus harus singgah dan bertemu dengan perempuan Samaria, saat itulah terjadi proses konseling dimana Yesus memperkenalkan sebuah kehidupan yang seharusnya dilakukan semua orang percaya agar berkenan kepada Allah, yang sampai pada akhirnya keselamatan itu dapat diterima oleh perempuan dan orang-orang di kota Samaria tersebut.
Krisis
1.Bagi perempuan Samaria tersebut mulanya ia tidak menyadari ada masalah, namun setelah dipicu oleh penasarannya terhadap Yesus, ternyata ia baru menyadari kalau dia adalah orang yang sangat ingin bertemu dengan Mesias yang disebut Kristus (4:25) atau dapat juga dikatakan ia menglami krisis rohani/keselamatan.
2.Luka-luka Batin karena berganti-ganti pasangan.
Ketika proses konseling terjadi Yesus sebagai Konselor dan perempuan Samaria sebagai konseli serta murid-murid Yesus. Sedangkan konseli meghadapi masalahnya dengan tidak melakuakan sikap menolak namun hanya mengikuti situasi dan keadaan yang ada.
Verbatim
Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.
Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air.
Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.” Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.[70] (sebagai kesimpulan konselor menggunakan media Air sebagai penjangkauan.)
Kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)
Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”(Sebagai konselor Yesus menunjukan sikap yang baik dengan menggunakan Understanding responses dan yang mengandung perkataan yang menhiburkan Supportive.)
Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu? Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?”
Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,
tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” ( Supportivesekaligus menjelaskan maksud yang sesungguhnya.)
Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.” (Konseli langsung menerima tawaran yang diberikan konselor.)
Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini.” (konselor juga melihat batas-batas manusia untuk melihat kebenaran yang lebih jauh)
Kata perempuan itu: “Aku tidak mempunyai suami.”
Kata Yesus kepadanya: “Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.”(Penjelasan yang diberikan konselor menggunakan Interpretative responses dan Evaluative responses.)
Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi. Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.”
Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (Penjelasan yang diberikan konselor menggunakan Interpretative responses dan Evaluative responses.)
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.”
Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.” (Penjelasan yang diberikan konselor menggunakan Interpretative responses dan Evaluative responses.)
Kemudian setelah Percakapan itu
Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorang pun yang berkata: “Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?”
Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ: “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?”( Pada saat ini Perempuan Samaria telah dimenangkan dan ia sedang menyaksikan tentang perjumpaannya yang mengubahkan kepada orang-orang di kota Samaria.) Maka mereka pun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus. Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: “Rabi, makanlah.”
Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.”
Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?”
Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.
Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai.
Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.” Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.” Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Ia pun tinggal di situ dua hari lamanya.
Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,
dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.”
Nilai-nilai sebagai kontribusi dalam pelayanan konseling
Konselor sangat membutuhkan hati yang bergantung kepada Roh Kudus agar dapat melakukan hal yang benar, membedakan mana yang benar serta mana yang salah dilakukan oleh konseli, untuk berjalannya konseling yang memenangkan serta konsentrasi yang berproses pada pemuridan dan berakhir pada keselamatan.

D.                EKSEGESIS TERHADAP TEKS YOHANES 4:23-24
Untuk mengetahui makna dan pengertian yang benar tentang teologi biblika maka diperlukan suatu alat yang disebut “eksegesis”, istilah tersebut berasal dari kata “ekserchomai” yaitu menggali, mengungkapkan, dan membeberkan keluar dan memahami isi Alkitab secara objektif berdasarkan kebenaran dari Alkitab itu sendiri.[71]  Untuk mendapatkan hasil yang maksimal tentang arti nats tersebut agar jangan terjebak dalam apa yang disebut dengan “eisegesis” (berasal dari kata Yunani “eiserkhomai”) yang berarti memasukkan pemahaman yang subjektif ke dalam teks Alkitab.  Membaca dan mengamati Yohanes 4:23-24, Yesus menginginkan agar umatnya menjadi penyembah yang benar yaitu yang menyembah dalam roh dan kebenaran sebab Allah adalah Roh.
Penyembahan merupakan salah satu isu penting di lingkungan gereja dewasa ini.Wacana “penyembahan” menjadi kajian hangat, diantaranya karena pro dan kontra makna dan praktek praktis “penyembahan” dalam liturgi gereja-gereja aliran pietisme. Tidak bisa menutup mata bahwa salah satu pemicu kajian penyembahan menjadi hangat salah satunya karena dipraktekkan oleh gereja-gereja “pietisme” yang belakangan disebut juga oleh Peter Wagner sebagai “apostolik baru” mengalami perkembangan yang pesat.
Kajian pro dan kontra makna dan praktek penyembahan sebenarnya bukan hanya terjadi pada gereja-gereja mainstream dan injili tetapi juga di dalam gereja-gereja “kontemporer “ sendiri. Di dalam gereja-gereja kontemporer sebenarnya juga tidak ada keseragaman dalam memaknai arti penyembahan.
Isu “penyembahan” menjadi begitu penting terutama sekali bila dikaitkan dengan Nats Injil Yohanes 4:24 “…Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
Diantara kalangan “Apostolik Baru” ada yang mengartikan menyembah dalam roh dan kebenaran berarti menyembah dengan berbahasa roh. Djohan E. Handoyo salah satu pelopor pujian dan penyembahan di Indonesia menjelaskan :
“Pribadi Allah adalah Roh.Dimensi penyembahan - sebagai komunikasi antara kita dengan Tuhan membutuhkan bahasa roh sebagai penghubungnya.”[72]

Bagi kalangan “mainstream dan Injili “ arti penyembahan bukan hanya dalam liturgi gereja, tetapi pada seluruh aspek. Penyembahan yang benar adalah hidup yang benar sesuai firman Tuhan.Kalau pun penyembahan diartikan dalam liturgi ibadah maka penyembahan itu juga bukan praktek penyemaahan dikalangan pietis. Makna seperti ini diantaranya disampaikan oleh John MacArthur :
“Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat yang benar, pada waktu yang tepat.Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang menuntut terciptanya suasana tertentu.Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam roh.”[73]

“Sifat dasar penyembahan adalah memberikan penyembahan kepada Allah dari bagian diri kita yang paling dalam, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan hidup, selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.”[74]

Asumsi dasar penulisan paper ini adalah bahwa kitab orang Kristen satu. Kitab gereja-gereja Pentakosta, Kharismatik, Apostolik Baru dan Mainstream serta Injili adalah satu, tentu yang menjadi pertanyaan klasik adalah mengapa makna dan praktek “menyembah dalam roh dan kebenaran” dalam Yohanes 4:24 berbeda ?
Karya tulis ini tidak semata-mata membahas mengenai mengapa mereka berbeda dalam memahami “menyembah dalam roh dan kebenaran” tetapi lebih tentang apa sebenarnya makna dan praktek “menyembah dalam roh dan kebenaran”? Tujuannya secara langsung adalah untuk mencari kebenarannya sesuai pesan Alkitab, dan juga tentunya memberikan kontribusi untuk “menjadi pertimbangan” terhadap pemahaman yang berbeda terhadap nats Alkitab tersebut.
Untuk menemukan makna sebenarnya dari Yohanes 4:24 sehingga terbangun suatu teologi sesuai dengan tema penulisan paper ini, menggali teks Alkitab dalam konteksnya sesuai kaidah penafsiran yang ada adalah suatu kemutlakan.
Menjadi Penyembah Yang Benar.  Frasa penyembah yang benar ini secara implisit mengindikasikan adanya penyembah-penyembah yang salah atau palsu.  Karena itu jangan pernah berkata: agama/caranya berbeda tidak apa-apa, yang penting tujuannya sama yaitu menyembah Allah. Allah bukan hanya menghendaki manusia menyembah Dia, tetapi juga menghendaki supaya manusia menyembahNya dengan benar.Untuk itu perhatikan ay 23b - ‘Bapa menghendaki penyembah-penyembah demiki­an’.
Bagaimana kita bisa menyembah Allah dengan benar?Syarat pertama dan terutama yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang penyembah benar adalah harus menyembah Allah melalui Yesus Kristus sebagai satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia (bdk. Yoh 14:6  1Tim 2:5).
Percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria ( Yohanes 4:1-42) merupakan dialog antara orang Yahudi dengan orang Samaria. Suatu perjumpaan yang tidak lazim bagi orang Yahudi.Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.Sebab mereka merupakan “bangsa campuran yang memiliki agama campuran, yang sekalipun demikian menerima Pentateukh dan mengaku menyembah Allah Israel.[75]
“Dalam naskah Kitab Ulangan yang diterima oleh bangsa Samaria pasal 27:4-5, Yosua diperintahkan mendirikan mezbah di Gunung Gerizim. Nas yang sama, dalam naskah yang diterima oleh umat Yahudi, berkata bahwa mezbah itu harus didirikan di Gunung Ebal, bukan gunung Gerizim. Bangsa Samaria menolak kitab-kitab suci yang lain, selain kelima Kitab Musa, maka mereka tidak menerima II Tawarikh 6:6, yang berkata,” Tetapi kemudian Aku memilih Yerusalem sebagai tempat kediaman nama-Ku dan memilih Daud untuk berkuasa atas umat-Ku Israel.”[76]
Siapa perempuan itu tidak disebutkan secara jelas identitasnya.Ketika Yesus berada di sumur Yakub, Dia meminta air kepada perempuan tersebut. Namun demikian lebih dari sekedar kebutuhan akan air , sama seperti terhadap Nicodemus, Yesus “menunjukkan bahwa perempuan itu mempunyai kebutuhan yang lebih mendalam, yaitu kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh Yesus melalui karunia Allah”[77]
Secara moral perempuan Samaria merupakan orang berdosa dengan kehidupan pernikahannya yang tidak benar, dan melalui masalah itu pula Yesus membawa lebih jauh dalam hal keagamaan.
Dalam teks yang dieksegesis disebutkan bahwa penyembah yang benar adalah penyembah yang menyembah dalam roh dan kebenaran.  Ayat ini dengan jelas memberikan dua syarat atau kriteria untuk menjadi penyembah yang benar. 
Yohanes 4:21 Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.  Yoh 4:22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Dave Hagelberg menyatakan bahwa “diantara segala perbedaan yang memisahkan bangsa Yahudi dan bangsa Samaria, tempat orang menyembah, merupakan salah satu yang paling pokok.”[78]Namun “di dalam tatanan baru yang di mulai dengan kedatangan Kristus, tempat penyembahan tidak sepenting Tokoh yang disembah.”[79] FF.Bruce juga menekankan : “The important question is not where people worship God but how they worship him.”[80]
“Tanggapan Tuhan Yesus terdiri dari Tiga bagian. Pertama (ayat 21) Dia memberitakan bahwa sebentar lagi kedua tempat ibadah menjadi usang, kedua (ayat 22) Dia menekankan bahwa keselamatan memang muncul dari umat Yahudi, bukan dari mereka, dan ketiga (ayat 23-24) Dia menjelaskan mengenai sifat keselamatan itu.”[81]
“Hal yang penting ialah bahwa orang menyembah Bapa, yang sudah diberitakan melalui kedatangan Sang Anak.Dengan mempergunakan istilah kamu Yesus mungkin mengantisipasi pertobatan orang-orang Samaria.Ibadah orang Samaria merupakan hal yang kacau (bdg II Raja 17:33). Keselamatan datang dari bangsa Yahudi di dalam arti bahwa penyataan khusus tentang cara mendekati Allah dengan benar disampaikan kepada mereka : dan Yesus sendiri, sang Juruselamat, berasal dari bangsa ini (Roma 9:5). Saatnya… sudah tiba sekarang.Bahkan sebelum sistem keagamaan yang baru diresmikan dengan sifatnya yang universal, para penyembah sejati memperoleh kehormatan untuk menyembah Allah sebagai Bapa di dalam Roh dan kebenaran. Roh tampak menoleh kebelakang, ke Yerusalem, dan penyembahan Yerusalem yang berdasarkan apa yang tersurat (hukum Taurat). Sedangkan kebenaran bertentangan dengan penyembahan orang Samaria yang tidak memadai dan palsu.Cara menyembah yang baru ini merupakan keharusan, sebab Allah itu Roh adanya”.[82]
1.                  Menyembah Dalam Roh
Yohanes 4:23 Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Yohanes 4:24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." Bahasa Yunani menyembah “proskuneo – pros-koo-neh-o, memuja, suatu sikap seperti anjing menjilat tuannya.”[83]Suatu hubungan yang dekat, hormat, lembut, taat dan penuh kasih sayang yang harmonis.
Pedoman ini, bahwa Allah harus disembah dalam roh dan kebenaran, memiliki dua dua dasar teologis: pertama, karena Allah Bapa merindukan penyembah-penyembah demikian, dan kedua, karena Allah sendiri adalah roh, dan bukan daging. Jelaslah, bahwa Allah yang roh adanya, tidak boleh disembah jika bukan dalam roh kita, secara munafik.  Penyembah yang menyembah Dia secara badaniah, tetapi tidak dalam roh mereka, tidak berkenan.
Bagi perempuan Samaria itu, segala sesuatu yang diungkapkan oleh orang Yahudi itu rasanya benar. Mungkin sebuah pikiran timbul di hati perempuan itu: "Apa aku dapat menjadi salah satu penyembah yang dicari oleh Allah? Jelas tidak, kecuali aku dapat dibersirkan - mungkinkah air hidup itu tadi yang Dia tawarkan, mungkinkah air hidup itu menahirkan jiwaku, sehingga aku dapat menyembah Allah dalam roh dan kebenaran?"
Apa maksudnya menyembah dalam roh? Kata roh dalam Yohanes 4: 24 memakai kata YunaniPneumati”, yang mengacu pada roh manusia, bagian dari pribadi manusia yang tertinggi, yang terdalam, dan merupakan ‘poin kontak’ diantara Allah dengan manusia.Ibadah yang murni ialah apabila roh, yaitu bagian yang kekal dan tak kelihatan dari manusia, berbicara serta bertemu dengan Allah, yang juga kekal dan tidak kelihatan.Penyembahan haruslah mengalir dari “dalam” ke “luar”. Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat yang benar, pada waktu yang tepat, musik yang cocok, dan suasana hati yang tepat. Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang menuntut terciptanya suatu suasana tertentu. Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam roh. Stephen Charnock dalam bukunya The Existence and Attributes of God menulis,
Tanpa hati (roh manusia), penyembahan bukanlah penyembahan; penyembahan tersebut adalah permainan sandiwara; sebuah peran yang dimainkan tanpa menjadi orang yang sesungguhnya kita mainkan: semua munafik, dalam arti kata itu, adalah seorang pemain sandiwara . . . Kita mungkin dikatakan sungguh-sungguh menyembah Allah walaupun kita tidak sempurna; tetapi kita tidak dapat dikatakan menyembah Dia, bila kita tidak tulus hati.
Penyembahan yang tanpa hati juga kita temukan dalam Alkitab, yaitu ketika Yesus berkata kepada orang-orang Farisi dan ahli taurat, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: ‘Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahalhatinya jauh daripada-Ku” (Markus 7:6). Jadi, jelas sekarang bahwa ketika kita memuliakan Allah, yang harus diperhatikan adalah kita harus dengan ketulusan hati datang pada-Nya dan penyembahan kita haruslah dari dalam lubuk hati kita.
Bagaimana memiliki roh yang menyembah? Menyembah dalam roh di dalamnya ada pengertian yang melimpah tentang dekat dengan Allah. Yakobus 4:8 mengatakan, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Kita dapat mempunyai hari yang melimpah, yang menyembah dalam roh. Caranya adalah mula-mula diri kita harus diserahkan pada Roh Kudus. Sebelum kita dapat menyembah Allah dalam roh, Roh Kudus harus ada untuk mengasilkan penyembahan yang benar. I Korintus 2:11 mengatakan, “demikian pulalah, tidak ada orang yang tahu, apa yang terjadi di dalam diri Allah selain Roh Allah.” Jelas tampak dalam Yohanes 4:4 bahwa penyembahan yang benar hanya bisa dipersembahkan ketika, oleh kuasa Roh Kudus, roh kita sendiri menyembah Dia. Alkitab mengatakan bahwa Allah itu Roh, dan kita harus dibawa dalam dimensi-Nya untuk menyembah Dia sebagaimana yang Dia minta. Jadi, bila kita tidak membiarkan Roh Allah mendorong kita hati kita, memotivasi, menyucikan hati kita, kita tidak dapat menyembah Allah secara benar karena kita tidak mengenal Dia, hanya Roh Allah saja yang bisa melakukannya. “Tidak ada seorang pun yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain Roh Kudus.” Dengan kata lain, tanpa Roh Kudus, seseorang tidak dapat sungguh-sungguh mengakui ketuhanan Kristus. Untuk menyembah Kristus sebagai yang mahakuasa, mahakudus memerlukan dorongan Roh Kudus. Dan Roh Kudus berkarya hanya setelah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat pribadi kita masing-masing. Barangkali tepat kesimpulan yang diungkapkan oleh Graham Kendrick, yang berbunyi: “Menyembah ‘dalam roh’ berarti menggabungkan diri ke dalam sumber pujian itu sendiri, yang tidak pernah kering, Roh Allah yang terus menerus menaikkan pujian, dan mengijinkan kebebasan-Nya bergabung dengan roh kita sendiri melalui pikiran dan tubuh kita untuk menyatakan keagungan Juruslamat kita Yesus dan kasih Bapa sorgawi.”
Selanjutnya, jika kita ingin menyembah Allah dalam roh, pikiran kita harus dipusatkan kepada Allah.Penyembahan adalah luapan dari pikiran yang diperbaharui oleh kebenaran Allah.Jadi, untuk menyembah dalam roh, kita harus mempunyai hati yang tidak bercabang.  Tanpa hati yang bulat, penyembahan tidaklah mungkin terjadi.Penyembahan dalam roh harus datang dari hati yang siap, hati yang tegas, hati yang pasti, hati yang hanya berpusat pada Allah. Dalam Mazmur 108 kita menemukan gagasan yang sama, ayat 2 mengatakan, “Hatiku siap, ya Allah, aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku.” Penyembahan dalam roh mengimplikasikan akan kondisi hati/ roh kita yang tidak bercabang, melainkan terfokus untuk Tuhan semata.
            Akhirnya, penyembahan dalam roh menuntut  kita untuk menyelesaikan dosa di hadapan Allah. Benar! apa yang pernah diungkapkan John Arthur, JR. “Kita harus menyembah Allah dengan hati yang penuh penyesalan.” Kita harus hidup suci, bersih, murni.Karena orang yang dapat masuk dalam hadirat Allah adalah orang yang dosanya telah diselesaikan.Kita tidak bisa masuk dengan semaunya saja, dengan ketidakmurnian di hadirat Allah. Arthur lebih jauh mengatakan,
“Mungkin alasan mengapa kita menemui kesulitan untuk sungguh-sungguh menghambakan diri dalam penyembahan Allah, alasan mengapa kita tidak mengalami kehadiran Allah, adalah bahwa kita mempunyai bidang-bidang dalam hidup kita yang tidak murni pada pandangan Allah.kita semua memiliki titik gelap dan cacat yang hanya diketahui Allah.”

Mazmur 139:23-24, Daud menulis, “Selidiki aku ya Allah, dan “kenallah hatiku”, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!”Itu adalah pengakuan bahwa bahkan Daud sendiri tidak dapat memahami hatinya sendiri dengan sepenuhnya. Sebab itu, dalam penyembahan, seharusnya kita harus lebih dahulu terbuka, mau meminta kepada Allah untuk menerangi apa yang ada dalam bayang-bayang di dalam kehidupan kita. Kita harus menyerahkan roh kita pada Roh Kudus yang memenuhi hati kita dengan kehadiran dan kuasa-Nya, maka barulah luapan penyembahan dapat terjadi.
“Pengertian Allah itu Roh, bukanlah hal asing dalam pengertian Yudaisme, tetapi Yesus menekankan bahwa penyembahNya-pun harus selaras dengan Yang disembah.Formalitas ibadah keagamaan tidak akan menyentuh apa-apa jika dilakukan tanpa “Roh”.”[84]
Bob Sorge mengemukakan : “Yesus sedang menunjukkan bahwa penyembahan tidak lagi diikat pada waktu atau tempat tertentu (bukan di Yerusalem, di mana orang-orang Yahudi menyembah ; bukan juga di gunung Gerizim, di mana orang-orang Samaria menyembah) ; melainkan ia akan menjadi suatu pekerjaan roh manusia menggapai Roh Tuhan. Yesus tahu saatnya segera datang yang mana korban-korban hokum Musa di Yerusalem tidak lagi diperlukan, dan penyembahan akan terjadi di dalam rumah Perjanjian Baru – manusia sendiri (Lihat I Kor.3:16). Penyembahan sekarang dapat terjadi setiap saat, di mana saja orang yang penuh Roh berada.”[85]
Walliam Barclay juga menyatakan :“ Membatasi ibadah kepada Allah hanya di Yerusalem atau tempat-tempat lain yang tertentu saja adalah sama engan memberi batas kepada Dia yang menurut hakekat-Nya sendiri tidak terbatas.”[86]
Pengenalan orang Samari dan orang Yahudi akan Allah yang mereka sembah sangat terbatas, mungkin karena mereka menolak Kitab Yosua sampai dengan Kitab Maleakhi. Memang mereka menerima kelima Kitab Musa, Kejadian sampai dengan Ulangan, maka dapat dikatakan bahwa mereka menyembah Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, namun mereka tidak mengenal Dia.
Dalam ayat ini Allah hanya disebut apa yang, sedangkan dalam ayat yang berikut Dia disebut "Bapa". Mungkinkah perubahan ini mencerminkan pengenalan atau persekutuan yang amat dalam yang akan diberikan kepada mereka dalam Kristus?
Dalam Injil Yohanes nampaknya ada kesan bahwa Rasul Yohanes bersifat anti-Yahudi, karena seolah-olah dia berpikir bahwa semua orang Yahudi melawan Tuhan Yesus. (Lihat misalnya pasal 5:16-18, yang berbunyi "...orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat...." Juga pasal 7:13; 8:48, 52; 9:22; 10:31; 18:28, 36, 38; 19:4, 7, 12, 14, 38; dan 20:19.) Namun ayat ini menyatakan bahwa istilah Yahudi dapat merujuk pada orang-orang Yahudi yang tinggal di Propinsi Yudea, yang melawan Tuhan Yesus, ataupun kepada seluruh bangsa Yahudi, yaitu umat pilihan Allah, keturunan jasmani dari Abraham, Ishak, dan Yakub. Ungkapan keselamatan datang dari bangsa Yahudi menegaskan bahwa Yesus Kristus sendiri, yaitu "Juruselamat dunia" adalah seorang anggota bangsa Yahudi.
Oleh karena kerinduan hati Allah Bapa, maka hal-hal seperti tempat ibadah, yaitu apa yang lahirah, tidak berarti dan tidak relevan pada hubungan kita dengan Allah. Yang penting ialah sikap hati kita.Bukankah pernyataan ini, bahwa Bapa mencari penyembah-penyembah yang menyembah Dia dalam roh dan kebenaran, merupakan inti dari Perjanjian Baru? Kebenaran yang begitu pokok ini telah dinubuatkan dalam Yeremia 31:31-34, yang berkata:
Sesungguhnya, akan datang waktunya... Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir.... Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu... Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku... mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku... sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.
Rasul Paulus menjelaskan bahwa Perjanjian Baru itu "tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan" (2 Korintus 3:6). Demikian juga Ucapan Bahagia dalam Matius 5:3-12 tidak membahas tata tertib ibadah, tetapi hal-hal yang terpusat pada hati manusia, "karena dari situlah terpancar kehidupan", menurut Amsal 4:23. Efesus 4:24 membahas manusia baru, "yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya", dan bukan "kekudusan" yang terdiri dari pakaian tertentu, ataupun tata tertib yang tertentu.
Kehidupan Kristen yang digambarkan dalam Firman Tuhan bukanlah merupakan daftar peraturan yang harus ditaati supaya selamat.Kehidupan Kristen juga bukanlah merupakan daftar peraturan yang harus ditaati oleh karena kita telah diselamatkan.Pada dasarnya kehidupan Kristen merupakan suatu hubungan pribadi antara manusia dan Allah.Hubungan itu diadakan oleh Allah berdasarkan karya Tuhan Yesus di kayu salib.Masalah peraturan, tata tertib, dan liturgi kebaktian merupakan tema sampingan, sedangkan bagi Tuhan Allah yang pokok adalah sikap hati kita dalam penyembahan, dan dalam segala kegiatan kami.
Dengan berkata bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran, Tuhan Yesus juga menolak kesalahan ajaran mereka di Samaria. Unsur kebenaran juga tidak dapat diabaikan.Mereka salah dalam beberapa pokok ajaran, dan hal itu juga ditegur.

2.                  Menyembah Dalam Kebenaran
Menyembah Allah bukan hanya dalam roh tetapi juga dalam kebenaran.“Penekanan "roh" (Yunani, πνευμα – pneuma), harus bersejajar dengan "kebenaran" (Yunani, αληθεια - alêtheia) ini harus dilakukan oleh penyembah-penyembah yang "sejati" (Yunani, αληθινος - alêthinos, Adj).[87] James Montgomery Boise mengungkapkan : ”For Jesus said that those who acknowledge God’s true worth must do so “in spirit and in truth.” In other wods, they must do so “in truth” because truth has to do with what His nature is, and they must do so “in spirit” because they can only apprehend it spirituality.”[88]
“Dihubungkannya roh dan kebenaran memberi keterangan atas makna “The True worshipers ; mereka ini adalah kelompok orang yang benar-benar berbakti, dan berbeda dengan orang-orang lain yang “nampaknya” saja berbakti dengan melakukan “tingkah laku agamawi” dan “symbol-simbol agamawi.”[89]
Menurut James Montgomery Boice Menyembah dalam kebenaran memiliki tiga arti : “ First, it means that we must approach God truthfully, that is, honestly or wholeheartedly ; Second we must worship on the basis of the biblical revelation ; Finally, to God “in truth” also means that we must approach God Christocentrically. This is means “in Christ,” for this is God’s way of approach to Him.’[90]
Yesus berkata bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu.  Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.  Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi.  Jika penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Pilatus mengajukan pertanyaan yang sangat penting, “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus menjawab dalam Yohanes 17:17 ketika ia berkata, “Firman-Mu adalah kebenaran.” Bila kita ingin menyembah dalam kebenaran, dan firman Allah adalah kebenaran, maka kita harus menyembah dengan pengertian yang benar akan firman Allah. Allah telah menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab yang berpuncak pada penyataan yang paling nyata dari segalanya, yaitu pribadi Yesus Kristus. Ketika firman tersebut menerangi hati dan pikiran kita dengan cahaya supranatural Roh Kudus, maka kita akan dituntun ke dalam penyembahan yang benar. Yesus sendiri pernah menjanjikan dalam Yohanes 16:13, “Roh Kebenaran, akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.”
Penyembahan dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu dengan yang lainnya.Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang dilakukan oleh umat Allah. John Stott dalam bukunya Between Two Worlds, mengungkapkan demikian:
“Firman dan penyembahan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Semua penyembahan adalah tanggapan yang disertai akal budi dan kasih terhadap penyataan Allah karena penyembahan adalah pemujaan terhadap nama-Nya. Oleh karenanya, penyembahan yang dapat diterima tidak mungkin tidak memperkenalkan nama Tuhan [bisa lewat khotbah, puji-pujian]. . . ketika firman Allah diuraikan secara terinci dalam kepenuhannya, umat mulai melihat kemuliaan dari Allah yang hidup, mereka sujud dengan rasa khidmat dan kagum yang membawa sukacita di hadapan takhta-Nya. Suasana penyembahan seperti ini dihasilkan oleh pemberitaan firman Allah dalam kuasa Roh Allah.”
Sekarang terlihat dengan jelas bahwa Kebenaran merupakan inti penyembahan; dan kalau kegairahan dan emosi yang membuat orang mendapatkan perasaan aman tanpa dihubungkan dengan kebenaran, maka hal itu tidak ada artinya.
Nehemia 8 menunjukkan kuasa firman Allah untuk mendorong orang-orang yang hatinya terbuka.Setelah Nehemia dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan tembok Yerusalem, mereka meminta Ezra membaca gulungan yang berisi firman Allah.Ezra membuka gulungan itu di hadapan semua orang dan segera semua orang berdiri pada waktu pemberitaan firman Allah diberitakan. “Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang mahabesar, dan semua orang menyambut dengan: Amin, amin! Sambil mengangkat tangan.Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada Tuhan dengan muka sampai ke tanah.”Jadi, sesungguhnya kebenaran firman Suci membuat umat sujud menyembah.Dan hanya firman Allah saja yang mampu melakukan itu dalam diri setiap orang yang menyembah kepada Allah tentunya dengan dorongan dan penerangan Roh Kudus dalam setiap pribadi penyembah-penyembah Allah. Jadi, menyembah di dalam kebenaran berarti menyembah menurut pernyataan Allah akan diri-Nya sendiri dan akan rencana-Nya bagi umat-Nya. Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja. Kebenaran ini harus senantiasa diingat dan dibangkitkan ketika kita melakukan suatu penyembahan di hadapan Allah.tetapi, jika penyembahan yang tidak diterangi, disegarkan dan dihidupkan oleh kebenaran Yesus, dengan segera akan menjadi lesu, membosankan, atau menjadi tidak terarah dan tidak nyata.
            Arthur menyimpulkan pendapatnya dengan menyatakan bahwa, “Semua penyembahan murni sesungguhnya adalah tanggapan sepenuh hati terhadap kebenaran Allah dan firman-Nya.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif.Keduanya harus ada bersama-sama.”Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Jadi, sifat dasar penyembahan adalah memberikan persembahan kepada Allah dari bagian diri kita “yang paling dalam”, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan prinsipnya adalah selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.
            Bila firman Allah menguasai hidup kita, maka pujian yang dinaikkan dihadapan Tuhan akan diatur berdasarkan patokan ilahi. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah gabungan yang sempurna: emosi yang diatur oleh pemahaman, gairah yang diatur oleh firman Allah. penyembahan bukanlah hanya sebuah pengalaman yang luar biasa, tanpa arti dan isi. Penyembahan bukanlah sebuah perasaan senang terpisah dari pemahaman kebenaran firman Allah. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah ekspresi pujian  yang keluar dari hati yang dapat diterima Allah, bila dilakukan dengan benar. Oleh karena itu orang yang akan menyembah Allah harus ada penyerahan yang setia pada firman Tuhan. Penyembahan adalah luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakan diri-Nya dalam Kitab Suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
Akhirnya, hendaklah kita aminkan perkataan Paulus kepada jemaat Kolose, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayannya di dalam kamu, … sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Dengan keyakinan ini, maka kita sudah melakukan suatu penyembahan yang berkenan dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan sebab kita melakukannya berdasarkan kehendak-Nya, yaitu hati yang tulus berdasarkan tuntunan firman Allah sendiri.
Penyembahan Kristiani adalah suatu hal yang amat sakral dan penting. Dimana penyembahan itu sendiri menyangkut relasi pribadi dengan Allah Pencipta, Pribadi Yang Mulia, layak dipuji, Maha Kudus, Pencipta dan dengan segala atribut-Nya yang lain. Oleh sebab itu, penyembahan haruslah dilakukan di dalam roh yaitu hati kita yang terdalam yang menjadi titik perjumpaan antara manusia dengan Allah yang tentunya telah lebih dulu diubahkan oleh Tuhan, disucikan oleh Roh Allah, sehingga melaluinya kita bisa mengalami perjumpaan yang benar dengan Tuhan. Penyembahan juga haruslah penyembahan yang benar artinya haruslah sesuai dengan pemahaman yang benar akan firman Allah yang adalah kebenaran itu sendiri. Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja. Pada akhirnya, kedua hal ini haruslah dilakukan dalam ikatan yang selaras.Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif. Penyembahan haruslah menjadi luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakan diri-Nya dalam Kitab suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).

E.                 MAKNA PENYEMBAH YANG BENAR MENYEMBAH DALAM ROH DAN KEBENARAN
Menyembah dalam Roh dan Kebenaran.  Menyembah dalam Roh adalah suatu penyembahan yang sangat spiritual, bukan fisikal. Bukan dengan lokasi, alat, arah atau jam tertentu, tetapi DIMANA SAJA dan KAPAN SAJA. Itulah menyembah dalam Roh, dan dalam Kebenaran adalah Kebenaran Kristus serta sikap hidup yang berkenan kepada BAPA dan hal itu semua sudah kita peroleh via Penebusan Kristus
Menyembahlah dengan hati yang tulus, dan dengan sikap hidup yang benar dan berkenan.
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.(Roma12:1.)
  
Ada penyembahan-penyembahan yang digambarkan secara fisikal sekali ini adalah bentuk Penyembahan dengan Menyiksa Diri
Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia.Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.(Kol.2:20-23)

 Adapun penyembahan secara tidak layak adalah demikian:
Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan (Yesaya 29:13)

            Praktek Penyembahan yang sejati, adalah dengan menjaga kekudusan bait ALLAH, yakni tubuh setiap orang percaya yang biasa disebut juga dengan Gereja (secara rohani).
Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?(I Kor. 3:16) Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.(EF. 2:22) 

Jadi ada 3 poin kunci pada ayat (Yohanes 4:23-24)
1.      Menyembah "tanpa batas" dan non fisikal (Roh), karena tolok ukurnya berdasarkan ketulusan hati. 
2.      Menyembah setelah dikuduskan yakni via penebusan Kristus (Tobat)
3.      Menyembah dengan menjaga kekudusan tubuh, sebagai bait ALLAH

Menyembah Dalam Roh dan Kebenaran
Yesus mengajarkan beberapa hal dalam ayat ini:
a.              "Dalam roh" menunjukkan tingkatan di mana terjadi penyembahan yang benar. Seseorang harus menghampiri Allah dengan hati yang sungguh-sungguh dan roh yang diarahkan oleh kehidupan dan tindakan Roh Kudus.
b.             "Dalam Kebenaran" (Yunnani: aletheia) merupakan ciri Allah (Mazm 31:6; Rom 1:25; 3:7; 15:8), terjelma di dalam Kristus (Yoh 14:6; 2Kor 11:10; Ef 4:21), menjadi hakikat Roh Kudus (Yoh 14:17; Yoh 15:26; Yoh 16:13) dan merupakan inti Injil (Yoh 8:32; Gal 2:5; Ef 1:13). Oleh karena itu, penyembahan harus dilaksanakan menurut kebenaran Bapa yang dinyatakan di dalam Anak dan diterima melalui Roh Kudus. Mereka yang mengajarkan penyembahan terlepas dari kebenaran dan ajaran Firman Allah sebenarnya telah mengesampingkan satu-satunya landasan penyembahan yang benar

a.         Menyembah Dalam Roh
Ada banyak orang kristen jaman ini yang menggunakan bagian ini sebagai dasar untuk melakukan acara penyembahan dalam kebaktian/persekutuan. Tetapi kalau kita melihat kontex dimana ayat ini terletak, maka jelaslah bahwa bukan itu yang dimaksud oleh Yesus. Kata ‘menyembah dalam roh’ di sini dikontraskan dengan ‘menyembah secara lahiriah’.
Contoh penyembahan yang lahiriah adalah:
Ø  Penekanan tempat tertentu untuk ibadah, doa dsb (dalam kontex ini jelas inilah yang dimaksud.Dari sini jelas bahwa:
i.           orang kristen tidak punya tempat/kota suci. Yerusalem, maupun Israel/Kanaan bukan merupakan tempat suci bagi orang Kristen.
ii.         orang kristen tidak harus berbakti di gedung gereja. Rumah, restoran, ruang senam, lapangan, atau tempat manapun/apapun, boleh dipakai sebagai tempat untuk berbakti.
iii.       pemberkatan pernikahan tidak harus dilakukan di gedung gereja.
iv.       orang kristen tidak perlu pergi ke suatu tempat tertentu (misalnya bukit doa) kalau mau berdoa. Memang kita harus mencari tempat yang sunyi, tetapi bukan tempat tertentu.
v.         orang kristen tidak perlu pergi ke tempat tertentu untuk menda­pat berkat tertentu. Karena itu adalah lucu kalau ada banyak orang yang pergi ke Toronto untuk mendapatkan Toronto Bless­ing. Bandingkan dengan ajaran Kitab Suci sendiri yang menun­jukkan bahwa walaupun pencurahan Roh Kudus pertama kali terjadi di Yerusalem, tetapi tidak ada keharusan pergi ke Yerusalem untuk mendapatkan Roh Kudus.
Ø  external worship (penyembahan/ibadah lahiriah).
Yang dimaksud di sini adalah orang yang berpandangan bahwa yang penting ia sudah pergi ke gereja, dan sepanjang kebaktian tubuhnya ada di gereja. Bagaimana dan dimana hati dan pikiran­nya pada saat itu, tidaklah terlalu jadi soal.Ingat bahwa sebetulnya yang penting adalah kesungguhan, semangat dan kasih dalam hati si penyembah. Jadi kalau orang hanya sekedar muncul dan berbakti di gereja, tetapi hati dan pikiran­nya tidak sungguh-sungguh berbakti, maka sebetulnya ia tidak berbakti kepada Tuhan.
i.           keharusan posisi tubuh tertentu dalam berdoa / berbakti.
ii.         keharusan bagi orang yang berdoa/berbakti untuk menghadap ke arah tertentu.
iii.       liturgi yang dilaksanakan dengan terlalu ketat, sehingga tidak dijiwai. Demikian juga pembacaan doa/pengakuan iman yang sekedar diucapkan oleh mulut.
Sebetulnya dalam Perjanjian Lamapun ‘menyembah dalam roh’ juga ditekankan (bdk. Yes 1:11-15  Yes 58:2-5  Maz 51:8,18-19), tetapi dalam Perjanjian Lama semua ini dibungkus dengan hal-hal lahiriah sehingga kelihatannya bersifat daging / lahiriah. Bahwa ‘bungkus’ ini kelihatannya bersifat daging / lahiriah, terlihat dari:
a.              Gal 4:9 yang menyebut ceremonial law dengan istilah ‘roh-roh dunia yang lemah dan miskin’ (NIV: weak and miserable princi­ples).
b.             Ibr 9:1 yang menyebut Bait Allah dengan istilah ‘tempat kudus buatan tangan manusia’ (NIV: earthly sanctuary).
Calvin: “The worship of the Law was spiritual in its substance, but, in respect of its form, it was somewhat earthly and carnal” (= Penyembahan / ibadah dari hukum Taurat pada hakekatnya adalah rohani, tetapi, agak duniawi dan bersifat daging kalau ditinjau dari bentuknya).
b.        Menyembah Dalam Kebenaran
Ini perlu ditambahkan pada ‘menyembah dalam roh’, karena hanya benar secara batin (yaitu ada kasih, kesungguhan dsb) belumlah cukup. Harus juga ada kebenaran, seperti pemikiran / pengertian yang benar, kepercayaan yang benar, cara ibadah yang benar.
Yesus berkata bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu.Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi.Jika penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Pilatus mengajukan pertanyaan yang sangat penting, “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus menjawab dalam Yohanes 17:17 ketika ia berkata, “Firman-Mu adalah kebenaran.” Bila kita ingin menyembah dalam kebenaran, dan firman Allah adalah kebenaran, maka kita harus menyembah dengan pengertian yang benar akan firman Allah. Allah telah menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab yang berpuncak pada penyataan yang paling nyata dari segalanya, yaitu pribadi Yesus Kristus. Ketika firman tersebut menerangi hati dan pikiran kita dengan cahaya supranatural Roh Kudus, maka kita akan dituntun ke dalam penyembahan yang benar. Yesus sendiri pernah menjanjikan dalam Yohanes 16:13, “Roh Kebenaran, akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.”
Penyembahan dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu dengan yang lainnya.Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang dilakukan oleh umat Allah. John Stott dalam bukunya Between Two Worlds, mengungkapkan demikian:
“Firman dan penyembahan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Semua penyembahan adalah tanggapan yang disertai akal budi dan kasih terhadap penyataan Allah karena penyembahan adalah pemujaan terhadap nama-Nya. Oleh karenanya, penyembahan yang dapat diterima tidak mungkin tidak memperkenalkan nama Tuhan [bisa lewat khotbah, puji-pujian]. . . ketika firman Allah diuraikan secara terinci dalam kepenuhannya, umat mulai melihat kemuliaan dari Allah yang hidup, mereka sujud dengan rasa khidmat dan kagum yang membawa sukacita di hadapan takhta-Nya. Suasana penyembahan seperti ini dihasilkan oleh pemberitaan firman Allah dalam kuasa Roh Allah.”
Sekarang terlihat dengan jelas bahwa Kebenaran merupakan inti penyembahan; dan kalau kegairahan dan emosi yang membuat orang mendapatkan perasaan aman tanpa dihubungkan dengan kebenaran, maka hal itu tidak ada artinya.
Nehemia 8 menunjukkan kuasa firman Allah untuk mendorong orang-orang yang hatinya terbuka.Setelah Nehemia dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan tembok Yerusalem, mereka meminta Ezra membaca gulungan yang berisi firman Allah.Ezra membuka gulungan itu di hadapan semua orang dan segera semua orang berdiri pada waktu pemberitaan firman Allah diberitakan. “Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang mahabesar, dan semua orang menyambut dengan: Amin, amin! Sambil mengangkat tangan.Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada Tuhan dengan muka sampai ke tanah.”Jadi, sesungguhnya kebenaran firman Suci membuat umat sujud menyembah.Dan hanya firman Allah saja yang mampu melakukan itu dalam diri setiap orang yang menyembah kepada Allah tentunya dengan dorongan dan penerangan Roh Kudus dalam setiap pribadi penyembah-penyembah Allah. Jadi, menyembah di dalam kebenaran berarti menyembah menurut pernyataan Allah akan diri-Nya sendiri dan akan rencana-Nya bagi umat-Nya. Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja. Kebenaran ini harus senantiasa diingat dan dibangkitkan ketika kita melakukan suatu penyembahan di hadapan Allah.tetapi, jika penyembahan yang tidak diterangi, disegarkan dan dihidupkan oleh kebenaran Yesus, dengan segera akan menjadi lesu, membosankan, atau menjadi tidak terarah dan tidak nyata.
Arthur menyimpulkan pendapatnya dengan menyatakan bahwa, “Semua penyembahan murni sesungguhnya adalah tanggapan sepenuh hati terhadap kebenaran Allah dan firman-Nya.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif.Keduanya harus ada bersama-sama.”Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Jadi, sifat dasar penyembahan adalah memberikan persembahan kepada Allah dari bagian diri kita “yang paling dalam”, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan prinsipnya adalah selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.
Bila firman Allah menguasai hidup kita, maka pujian yang dinaikkan dihadapan Tuhan akan diatur berdasarkan patokan ilahi. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah gabungan yang sempurna: emosi yang diatur oleh pemahaman, gairah yang diatur oleh firman Allah. penyembahan bukanlah hanya sebuah pengalaman yang luar biasa, tanpa arti dan isi. Penyembahan bukanlah sebuah perasaan senang terpisah dari pemahaman kebenaran firman Allah. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah ekspresi pujian  yang keluar dari hati yang dapat diterima Allah, bila dilakukan dengan benar. Oleh karena itu orang yang akan menyembah Allah harus ada penyerahan yang setia pada firman Tuhan. Penyembahan adalah luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakan diri-Nya dalam Kitab Suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
Akhirnya, hendaklah kita aminkan perkataan Paulus kepada jemaat Kolose, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayannya di dalam kamu, … sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Dengan keyakinan ini, maka kita sudah melakukan suatu penyembahan yang berkenan dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan sebab kita melakukannya berdasarkan kehendak-Nya, yaitu hati yang tulus berdasarkan tuntunan firman Allah sendiri.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A.                TUJUAN PENELITIAN
Sebuah penelitian tentulah memiliki tujuan, tujuan penelitian yang dimaksud adalah untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan pemecahan masalah atau solusi atas masalah-masalah yang ditemukan di lapangan.Pada Bab I telah dijelaskan temuan-temuan masalah terkait dengan penelitian ini, oleh karenya tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.         Tujuan Umum
Menggali dan menemukan makna yang sebenarnya dari perkataan menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24 melalui studi eksegesis yang meliputi kontekstual, gramatikal, lateral dan historical.  Dengan demikian ayat tersebut dapat ditafsirkan dengan benar sesuai dengan esensinya.
2.         Tujuan Khusus
Menjelaskan tentang implikasi makna menyembah dalam roh dan kebenaran berdasarkan studi eksegesis sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24 terhadap jemaat sehingga dapat mengaplikasikan makna perkataan tersebut dengan benar dalam kehidupan kerohaniannya.Di samping itu para hamba Tuhan diharapkan memiliki pengertian dan pemahaman yang benar sehingga dapat menyampaikan pengajaran yang tepat terkait dengan makna perkataan tersebut kepada jemaat yang dilayani.
            Untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.

B.                TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Adapun mengenai keterangan tempat penelitian dan waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.         Tempat Penelitian
Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan makna denganstudi eksegesis yang tepat, maka penelitian ini dilakukan di dalam perpustakaan atau yang sering juga disebut sebagai riset kepustakaan[91].Apa yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Menurut Nazir, studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka, dalam metode sejarah sendiri studi pustaka masuk ke dalam tahan heuristik[92].Selanjutnya menurut Nazir (1998 : 112) studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topic penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll).  Bila kita telah memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.[93]
Adapun tujuan dari studi kepustakaan adalah[94] :
1.    Menemukan suatu masalah untuk diteliti.
2.    Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
3.    Mengkaji beberapa teori dasar yang relevan dengan masalah yang akanditeliti.
4.    Untuk membuat uraian teoritik dan empirik yang berkaitan dengan faktor, indikator, variable dan parameter penelitian yang tercermin di dalam masalah-masalah yang ingin dipecahkan.
5.      Memperdalam pengetahuan peneliti tentang masalah dan bidang yang akan diteliti.
6.      Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Artinya hasil penelitian terdahulu mengenai hal yang akan diteliti dan atau mengenai hal lain yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti.           
7.      Mendapat informasi tentang aspek-aspek mana dari suatu masalah yang sudah pernah diteliti untuk menghindari agar tidak meneliti hal yang sama.

2.         Waktu Penelitian
Adapun waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah dimulai dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 dengan harapan pada bulan September 2014 kiranya dapat dipertanggungjawabkan dihadapan para penguji pada sidang pasca sarjana.

C.                METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.  Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.[95]Lebih tepatnya metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, atau dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu.
Jenis-jenis metode penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan tingkat kealamiahan (natural setting) obyek yang diteliti.Berdasarkan tujuan, metode penelitian dapat diklasifikasikan menjadi penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research) dan penelitian pengembangan (research and development).Selanjutnya berdasarkan tingkat kealamiahan, metode penelitian dapat dikelompokkan menjadi metode penelitian eksperimen, survey dan naturalistic.Yang terakhir adalah berdasarkan jenis data dan analisis, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif.
1.                  Jenis-Jenis Metode Penelitian
a.         Metode Penelitian Kuantitatif
            Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang bersifat induktif, objektif dan ilmiah di mana data yang di peroleh berupa angka-angka atau pernyataan-pernyataan yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik.[96]  Penelitian kuantitatif biasanya di gunakan untuk  membuktikan dan menolak suatu teori. Karena penelitian ini biasanya bertolak dari suatu teori yang kemudian diteliti, dihasilkan data, kemudian di bahas dan diambil kesimpulannya.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatanempiris[97] dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data kuantitatif (data yang berbentuk angka atau data yang diangkakan). Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional , karena metode ini sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme.Metode ini sebagai metode ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.Metode ini disebut kuantitatifkarena data penelitiannya berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Jadi, metode kuantitatif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan.
b.         Metode Kualitatif
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasul penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[98]
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif[99] dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.[100] Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu teori.
            Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme[101], digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitattif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[102]
            Penelitian kualitatif adalah peneltian yang menggunakan data kualitatif (data yang berbentuk data, kalimat, skema, dan gambar). Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme.
            Metode ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni ( kurang terpola) dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Jadi metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuik meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
c.         Metode Eksplorasi
Untuk menghasilkan komparasi yang memadai sebagai sebuah kajian ilmiah, maka peneliti menggunakan metode penelitian eksploratori.Metode penelitian ini sangat pas diterapkan dalam penelitian teologi.[103]  Lebih lanjut, Sasmoko menjelaskan tentang metode penelitian ini:
Penelitian eksploratori adalah kajian teologis atau kajian Alkitabiah yang adalah kaian teoritis suatu penelitian.Kajian ini tentu menitikberatkan kepada telaah biblika dan telaah secara mendalam (eksegese) dari suatu variable penelitian.  Dalam penelitian eksploratori, akan terbangun suatu construct yang di dalamnya akan memuat kesimpulan peneliti atas variable tersebut disertai dimensi dan indikatornya.[104]
Metode eksplorasi ini berhubungan dengan metode penelitian kualitatif, dimana metode ini lebih menekankan makna daripada generalisasi, sehingga dalam menemukan makna arti yang lebih mendalam, maka peneliti menggunakan metode eksplorasi.
d.        Metode Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara varibel yang satu dengan yang lain. Contoh: penelitian yang berusaha menjawab bagaimanakah profil presiden Indonesia, bagaimanakah etos kerja dan prestasi kerja para karyawan di suatu departemen.
e.         Metode Eksperimen
Penelitian Eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variable tertentu terhadap variable yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Contoh: penelitian penerapan metode kerja baru terhadap produktifitas kerja, penelitian pengaruh mobil berpenumpang tiga terhadap kemacetan lalu lintas di jalan.
f.          Metode Hermeneutika Alkitabiah
Hermeneutika adalah ilmu menafsir.  Artinya ilmu yang digunakan untuk menemukan arti dari perkataan atau frasa dari seorang penulis, setelah itu diteruskan kepada orang lain untuk dijelaskan.  Hermeneutic pada umumnya menunjuk proses teoritis dan metodologis yang ingin memahami makna yang terdapat dalam komunikasi tertulis dan lisan yang berupa tanda-tanda dan symbol-simbol yang dipakai.[105]Dalam perkembangannya hermeneutic juga digunakan secara luas dalam berbagai bidang, misalnya filologi, seni lukis, kesastraan, penerjemahan, sejarah, arkeologi dan masih banyak lagi.Penerapan di dalam bidang-bidang tersebut tentu lebih bernuansa akademis.  Dan hermeneutic secara tidak langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada apa yang dilihat dan didengar.[106]
Penggunaan pendekatan hermeneutika ini berhubungan dengan judul penelitian yang menggunakan pendekatan Alkitab, sehingga untuk menemuklan makna atau pengertian yang alkitabiah dari uraian tentang menyembah dalam roh dan kebenaran dalam teks-teks Alkitab, maka digunakan ilmu hermeneutika untuk mengeksegesis dalam mendapatkan pengertian atau arti yang sesuai dengan konteks Alkitab.
g.         Metode Interview
Interview atau wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan apabila penelitia ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit.Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, yaitu dalam melakukan wawancara pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dengan alternative jawabannya pun telah disiapkan.[107]
Metode interview yang dimaksudkan di sini adalah untuk melakukan wawancara kepada pemimpin gereja atau pemimpin Kristen untuk mendapatkan data atau informasi seputar permasalahan yang diangkat, yang kemudian dari jawaban yang diberikan dianalisis oleh peneliti untuk kegunaan validitas data.
2.                  Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini
            Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, makafokus
penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini adalah khusus untuk mengeksegesis ayat dan perikop Alkitab serta melakukan tinjauan mendalam tentang menyembah dalam roh dan kebenaran melalui studi eksegesis, oleh karenanya penelitian ini menggunakan metode penelitiam kualitatif.  Peneliti akan menggunakan metodologi penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif untuk penulisan karya ilmiah ini.  Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan buku-buku pustaka, baik yang berupa teologis maupun sekuleris sebagai sumber data.
Menurut Sugiyono, yang menjadi instrument utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri atau team peneliti.  Untuk itu perlu dikemukakan siapa yang akan menjadi instrument penelitian, atau mungkin setelah permasalahnnya dan focus jelas peneliti akan menggunakan instrument.[108]
Permasalahan yang diuraikan di dalam tulisan ini adalah penafsiran yang secara teologis kurang tepat sehingga mengakibatkan kekurangtepatan dalam pengaplikasiannya.  Penafsiran yang sempit akan mengakibatkan penggalian makna kurang mendalam sehingga terjadi kesalahan aplikasi dalam praktisnya.  Maka dalam penelitian ini sesuai dengan metode kualitatif dan riset perpustakaan, informasi yang digali bersumber dari buku-buku yang dijadikan sumber utama.

D.                TEKNIK DAN PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik.
Di dalam metode penelitian kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu; 1).wawancara, 2). observasi, 3). dokumentasi, dan 4). diskusi terfokus (Focus Group Discussion). Sebelum masing-masing teknik tersebut diuraikan secara rinci, perlu ditegaskan di sini bahwa hal sangat penting  yang harus dipahami oleh setiap peneliti adalah alasan mengapa masing-masing teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh informasi apa, dan pada bagian fokus masalah mana yang memerlukan teknik wawancara, mana yang memerlukan teknik observasi, mana yang harus kedua-duanya dilakukan, dst. Pilihan teknik sangat tergantung pada jenis informasi yang diperoleh.[109]
1.                  Wawancara
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi.Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.
Karena merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.
2.                  Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif.Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian.Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang.Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Bungin (2007: 115-117)[110] mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3). observasi kelompok. Berikut penjelasannya:
i.           Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.
ii.         Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
iii.       Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.
3.                  Dokumen
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam.Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.
4.                  Focus Group Discussion
Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus Group Discussion), yaitu upaya  menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.

E.                 VERIFIKASI DATA
Untuk memastikan keakuratan dari data-data yang telah ditemukan dengan cara atau teknik sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka perlu dilakukan verifikasi data.  Proses verifikasi data dilakukan dengan cara peneliti terjun kembali di lapangan untuk mengumpulkan data kembali yang dimungkinkan akan memperoleh bukti-bukti kuat lain yang dapat merubah hasil kesimpulan sementara yang diambil. Jika data yang diperoleh memiliki keajegan (sama dengan data yang telah diperoleh) maka dapat diambil kesimpulan yang baku dan selanjutnya dimuat dalam laporan hasil penelitian.
Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai sejak sebelum peneliti memasuki lapangan yang mana dilanjutkan pada saat peneliti berada di lapangan sampai peneliti menyelesaikan kegiatan di lapangan. Sebelum peneliti memasuki lapangan, analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder.Analisis data diarahkan untuk menentukan fokus penelitian.Namun demikian fokus penelitian yang ditentukan sebelum peneliti memasuki lapangan masih bersifat sementara.Fokus penelitian ada kemungkinan mengalami perubahan atau berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
1.                  Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.[111]
2.                  Expert Opinion
Jika diperlukan maka verifikasi data dengan cara expert opinion (pendapat ahli) akan dilakukan untuk lebih mengakuratkan data yang diperoleh.  Namun hal ini bukanlah menjadi suatu keharusan tetapi bersifat situasional saja.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.                Dasar Penyembahan
Poin utama yang harus kita sadari bahwa memuliakan atau menyembah Allah, “dimulai sejak kita mengalami keselamatan dan pembaharuan di dalam Kristus. Ketika kita berserah kepada Yesus sebagai Tuhan dan dengan demikian menjadi penyembah yang benar. Kalau kita tidak di dalam keselamatan yang Yesus kerjakan, maka sesungguhnya kita hanyalah penyembah-penyembah palsu yang membangkitkan emosi sesaat untuk mencapai suasana tertentu  yang membuat kita nyaman dan tentram sesaat, tetapi kita tidaklah disebut sebagai penyembah Allah, sebab Allah tidak mungkin berkenan mendengar penyembahan dari orang-orang yang tidak kudus, yang hatinya buta terhadap kebenaran Allah. Menyembah Allah terjadi oleh karena Ia yang menciptakan kita, berkenan atas hidup kita.
Kesadaran akan pribadi yang disembah adalah Allah sebagai pencipta dan penguasa atas segala sesuatu di dalam semesta ini, maka sudah seharusnya kemuliaan dikembalikan pada-Nya. Alkitab menyatakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Roma 11:36). Sebagai pencipta hanya Dia yang layak dipuji.Memuliakan Allah terjadi karena Allah menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya.Maksud seluruh penciptaan adalah untuk memuliakan Allah.Amsal 16:4 mengatakan, “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing.”Segala sesuatu dalam penciptaan dirancang untuk memancarkan sifat-sifat-Nya, kasih-Nya, belaskasihan-Nya, hikmat-Nya dan anugrah-Nya.Itu bukan egoisme di pihak Allah.Ialayak kita puji. Sebagai Allah Ia mempunyai setiap hak untuk menuntut penyembahan dan pemujaan dari makhluk ciptaan-Nya. Dan kita harus melakukannya dengan penuh ketundukkan.
Akhirnya, persembahan apa yang dibawa dihadapan Tuhan dengan penuh ketundukkan? Roma 12:1, Rasul Paulus mengajarkan, “karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu itu adalah ibadahmu [penyembahanmu] yang sejati.”Penyembahan rohani ini bukanlah hal yang abstrak atau tidak masuk akal, karena penyembahan ini dimulai dari sesuatu yang nyata dan amat jelas, yaitu kepemilikan pribadi.Milik siapakah saya ini?Kepada siapakah saya mempersembahkan diri saya ini?Itu adalah esensi atau yang mendasari penyembahan yang benar dalam ibadah.

B.                Menyembah dalam Roh
Apa maksudnya menyembah dalam roh? Kata roh dalam Yohanes 4: 24 memakai kata YunaniPneumati”, yang mengacu pada roh manusia, bagian dari pribadi manusia yang tertinggi, yang terdalam, dan merupakan ‘poin kontak’ diantara Allah dengan manusia.Ibadah yang murni ialah apabila roh, yaitu bagian yang kekal dan tak kelihatan dari manusia, berbicara serta bertemu dengan Allah, yang juga kekal dan tidak kelihatan.Penyembahan haruslah mengalir dari “dalam” ke “luar”. Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat yang benar, pada waktu yang tepat, musik yang cocok, dan suasana hati yang tepat. Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang menuntut terciptanya suatu suasana tertentu. Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam roh. Stephen Charnock dalam bukunya The Existence and Attributes of God menulis,
Tanpa hati (roh manusia), penyembahan bukanlah penyembahan; penyembahan tersebut adalah permainan sandiwara; sebuah peran yang dimainkan tanpa menjadi orang yang sesungguhnya kita mainkan: semua munafik, dalam arti kata itu, adalah seorang pemain sandiwara . . . Kita mungkin dikatakan sungguh-sungguh menyembah Allah walaupun kita tidak sempurna; tetapi kita tidak dapat dikatakan menyembah Dia, bila kita tidak tulus hati.
Penyembahan yang tanpa hati juga kita temukan dalam Alkitab, yaitu ketika Yesus berkata kepada orang-orang Farisi dan ahli taurat, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: ‘Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahalhatinya jauh daripada-Ku” (Markus 7:6). Jadi, jelas sekarang bahwa ketika kita memuliakan Allah, yang harus diperhatikan adalah kita harus dengan ketulusan hati datang pada-Nya dan penyembahan kita haruslah dari dalam lubuk hati kita.
Bagaimana memiliki roh yang menyembah? Menyembah dalam roh di dalamnya ada pengertian yang melimpah tentang dekat dengan Allah. Yakobus 4:8 mengatakan, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Kita dapat mempunyai hari yang melimpah, yang menyembah dalam roh. Caranya adalah mula-mula diri kita harus diserahkan pada Roh Kudus. Sebelum kita dapat menyembah Allah dalam roh, Roh Kudus harus ada untuk mengasilkan penyembahan yang benar. I Korintus 2:11 mengatakan, “demikian pulalah, tidak ada orang yang tahu, apa yang terjadi di dalam diri Allah selain Roh Allah.” Jelas tampak dalam Yohanes 4:4 bahwa penyembahan yang benar hanya bisa dipersembahkan ketika, oleh kuasa Roh Kudus, roh kita sendiri menyembah Dia. Alkitab mengatakan bahwa Allah itu Roh, dan kita harus dibawa dalam dimensi-Nya untuk menyembah Dia sebagaimana yang Dia minta. Jadi, bila kita tidak membiarkan Roh Allah mendorong kita hati kita, memotivasi, menyucikan hati kita, kita tidak dapat menyembah Allah secara benar karena kita tidak mengenal Dia, hanya Roh Allah saja yang bisa melakukannya. “Tidak ada seorang pun yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain Roh Kudus.” Dengan kata lain, tanpa Roh Kudus, seseorang tidak dapat sungguh-sungguh mengakui ketuhanan Kristus. Untuk menyembah Kristus sebagai yang mahakuasa, mahakudus memerlukan dorongan Roh Kudus. Dan Roh Kudus berkarya hanya setelah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat pribadi kita masing-masing. Barangkali tepat kesimpulan yang diungkapkan oleh Graham Kendrick, yang berbunyi: “Menyembah ‘dalam roh’ berarti menggabungkan diri ke dalam sumber pujian itu sendiri, yang tidak pernah kering, Roh Allah yang terus menerus menaikkan pujian, dan mengijinkan kebebasan-Nya bergabung dengan roh kita sendiri melalui pikiran dan tubuh kita untuk menyatakan keagungan Juruslamat kita Yesus dan kasih Bapa sorgawi.”
Selanjutnya, jika kita ingin menyembah Allah dalam roh, pikiran kita harus dipusatkan kepada Allah.Penyembahan adalah luapan dari pikiran yang diperbaharui oleh kebenaran Allah.Jadi, untuk menyembah dalam roh, kita harus mempunyai hati yang tidak bercabang.  Tanpa hati yang bulat, penyembahan tidaklah mungkin terjadi.Penyembahan dalam roh harus datang dari hati yang siap, hati yang tegas, hati yang pasti, hati yang hanya berpusat pada Allah. Dalam Mazmur 108 kita menemukan gagasan yang sama, ayat 2 mengatakan, “Hatiku siap, ya Allah, aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku.” Penyembahan dalam roh mengimplikasikan akan kondisi hati/ roh kita yang tidak bercabang, melainkan terfokus untuk Tuhan semata.
            Akhirnya, penyembahan dalam roh menuntut  kita untuk menyelesaikan dosa di hadapan Allah. Benar! apa yang pernah diungkapkan John Arthur, JR. “Kita harus menyembah Allah dengan hati yang penuh penyesalan.”Kita harus hidup suci, bersih, murni.Karena orang yang dapat masuk dalam hadirat Allah adalah orang yang dosanya telah diselesaikan.Kita tidak bisa masuk dengan semaunya saja, dengan ketidakmurnian di hadirat Allah. Arthur lebih jauh mengatakan,
“Mungkin alasan mengapa kita menemui kesulitan untuk sungguh-sungguh menghambakan diri dalam penyembahan Allah, alasan mengapa kita tidak mengalami kehadiran Allah, adalah bahwa kita mempunyai bidang-bidang dalam hidup kita yang tidak murni pada pandangan Allah.kita semua memiliki titik gelap dan cacat yang hanya diketahui Allah.”

Mazmur 139:23-24, Daud menulis, “Selidiki aku ya Allah, dan “kenallah hatiku”, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!”Itu adalah pengakuan bahwa bahkan Daud sendiri tidak dapat memahami hatinya sendiri dengan sepenuhnya. Sebab itu, dalam penyembahan, seharusnya kita harus lebih dahulu terbuka, mau meminta kepada Allah untuk menerangi apa yang ada dalam bayang-bayang di dalam kehidupan kita. Kita harus menyerahkan roh kita pada Roh Kudus yang memenuhi hati kita dengan kehadiran dan kuasa-Nya, maka barulah luapan penyembahan dapat terjadi.

C.                Menyembah Dalam Kebenaran
Yesus berkata bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu.  Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.  Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi.  Jika penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Pilatus mengajukan pertanyaan yang sangat penting, “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus menjawab dalam Yohanes 17:17 ketika ia berkata, “Firman-Mu adalah kebenaran.” Bila kita ingin menyembah dalam kebenaran, dan firman Allah adalah kebenaran, maka kita harus menyembah dengan pengertian yang benar akan firman Allah. Allah telah menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab yang berpuncak pada penyataan yang paling nyata dari segalanya, yaitu pribadi Yesus Kristus. Ketika firman tersebut menerangi hati dan pikiran kita dengan cahaya supranatural Roh Kudus, maka kita akan dituntun ke dalam penyembahan yang benar. Yesus sendiri pernah menjanjikan dalam Yohanes 16:13, “Roh Kebenaran, akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.”
Penyembahan dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu dengan yang lainnya.Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang dilakukan oleh umat Allah. John Stott dalam bukunya Between Two Worlds, mengungkapkan demikian:
“Firman dan penyembahan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Semua penyembahan adalah tanggapan yang disertai akal budi dan kasih terhadap penyataan Allah karena penyembahan adalah pemujaan terhadap nama-Nya. Oleh karenanya, penyembahan yang dapat diterima tidak mungkin tidak memperkenalkan nama Tuhan [bisa lewat khotbah, puji-pujian]. . . ketika firman Allah diuraikan secara terinci dalam kepenuhannya, umat mulai melihat kemuliaan dari Allah yang hidup, mereka sujud dengan rasa khidmat dan kagum yang membawa sukacita di hadapan takhta-Nya. Suasana penyembahan seperti ini dihasilkan oleh pemberitaan firman Allah dalam kuasa Roh Allah.”
Sekarang terlihat dengan jelas bahwa Kebenaran merupakan inti penyembahan; dan kalau kegairahan dan emosi yang membuat orang mendapatkan perasaan aman tanpa dihubungkan dengan kebenaran, maka hal itu tidak ada artinya.
Nehemia 8 menunjukkan kuasa firman Allah untuk mendorong orang-orang yang hatinya terbuka.Setelah Nehemia dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan tembok Yerusalem, mereka meminta Ezra membaca gulungan yang berisi firman Allah.Ezra membuka gulungan itu di hadapan semua orang dan segera semua orang berdiri pada waktu pemberitaan firman Allah diberitakan. “Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang mahabesar, dan semua orang menyambut dengan: Amin, amin! Sambil mengangkat tangan.Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada Tuhan dengan muka sampai ke tanah.”Jadi, sesungguhnya kebenaran firman Suci membuat umat sujud menyembah.Dan hanya firman Allah saja yang mampu melakukan itu dalam diri setiap orang yang menyembah kepada Allah tentunya dengan dorongan dan penerangan Roh Kudus dalam setiap pribadi penyembah-penyembah Allah. Jadi, menyembah di dalam kebenaran berarti menyembah menurut pernyataan Allah akan diri-Nya sendiri dan akan rencana-Nya bagi umat-Nya. Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja. Kebenaran ini harus senantiasa diingat dan dibangkitkan ketika kita melakukan suatu penyembahan di hadapan Allah.tetapi, jika penyembahan yang tidak diterangi, disegarkan dan dihidupkan oleh kebenaran Yesus, dengan segera akan menjadi lesu, membosankan, atau menjadi tidak terarah dan tidak nyata.
           
Arthur menyimpulkan pendapatnya dengan menyatakan bahwa, “Semua penyembahan murni sesungguhnya adalah tanggapan sepenuh hati terhadap kebenaran Allah dan firman-Nya.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif.Keduanya harus ada bersama-sama.”Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Jadi, sifat dasar penyembahan adalah memberikan persembahan kepada Allah dari bagian diri kita “yang paling dalam”, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan prinsipnya adalah selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.
            Bila firman Allah menguasai hidup kita, maka pujian yang dinaikkan dihadapan Tuhan akan diatur berdasarkan patokan ilahi. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah gabungan yang sempurna: emosi yang diatur oleh pemahaman, gairah yang diatur oleh firman Allah. penyembahan bukanlah hanya sebuah pengalaman yang luar biasa, tanpa arti dan isi. Penyembahan bukanlah sebuah perasaan senang terpisah dari pemahaman kebenaran firman Allah. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah ekspresi pujian  yang keluar dari hati yang dapat diterima Allah, bila dilakukan dengan benar. Oleh karena itu orang yang akan menyembah Allah harus ada penyerahan yang setia pada firman Tuhan. Penyembahan adalah luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakan diri-Nya dalam Kitab Suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
Akhirnya, hendaklah kita aminkan perkataan Paulus kepada jemaat Kolose, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayannya di dalam kamu, … sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Dengan keyakinan ini, maka kita sudah melakukan suatu penyembahan yang berkenan dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan sebab kita melakukannya berdasarkan kehendak-Nya, yaitu hati yang tulus berdasarkan tuntunan firman Allah sendiri.


D.                GAMBARAN PENYEMBAHAN UMAT TUHAN MASA KINI
Ibadah Kristiani tidaklah lepas dari suatu yang dinamakan penyembahan kepada Allah.  Bahkan setiap orang percaya seharusnya mempunyai gaya hidup sebagai “penyembah-penyembah” bagi Allah.Dan, karena penyembahan adalah gaya hidup orang percaya, maka memuliakan Allah pastilah menjadi tujuan penyembahan yang disadari, terus menerus, berarti, dan kekal. Dalam pelaksanaannya, penyembahan tidaklah dibatasi oleh masalah tempat, jenis, waktu atau hal apapun, sebab pada esensinya, Pribadi yang disembah adalah pribadi dalam Roh, yang tidak bisa batasi oleh apapun di luar diri-Nya.Kita bisa menyembah Allah dimanapun kita berada dan dalam segala aspek hidup dan pekerjaan kita sehari-hari. Oleh sebab itu, apapun yang kita lakukan mulai dengan kegiatan-kegiatan biasa seperti makan dan minum, haruslah dilakukan untuk kemuliaan Allah, itulah penyembahan sebagai gaya hidup.Kemudian dalam penyembahan itu sendiri, Kesadaran akan oknum yang disembah dalam ibadah adalah pribadi Allah yang kudus, mulia dan benar, maka, implikasinya lebih jauh adalah menuntut setiap orang yang datang menyembah haruslah menyembah Allah dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:24). Orang yang mau memuliakan Allah hanya bisa diperkenankan Allah, bila ia melakukannya dalam roh dan kebenaran. Apa maksud dan bagaimana menyembah Allah dalam roh dan kebenaran?
Worship (Penyembahan) dalam bahasa Inggris berakar dari kata ‘worth-ship’, yang menyatakan nilai atau harga yang dikenakan pada seseorang atau sesuatu. Contemporary English-Indonesian Dictionary, mendefisikannya secara sederhana sebagai upacara keagamaan, ibadat, yang di dalamnya mengandung kekaguman yang besar terhadap suatu hal sehingga menimbulkan suatu perasaan memuja. Sikap worship ini biasanya ditujukan pada pejabat-pejabat tertentu  [terutama di Inggris] atau pahlawan-pahlawan yang dikagumi.  Namun, dalam konteks Alkitab, terdapat tujuh kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan sebagai ‘penyembahan’ di Perjanjian Baru. Satu kata yang paling sering dipakai muncul tidak kurang dari lima puluh sembilan kali dalam PB adalah kata “proskyneo”. Kata ini lebih sering digunakan daripada kata yang lainnya yang menunjukkan betapa pentingnya kata ini.Arti dasar dari kata ini adalah “datang untuk mencium (tangan),” dan ini mengandung arti secara eksternal maupun internal.Secara eksternal berarti sikap sujud menyembah sampai ke tanah.Secara internal berarti sikap di dalam hati kita yang penuh dengan rasa hormat dan kerendahan hati. Ini memberikan gambaran yang indah bagi kita tentang penyembahan, yaitu ketika kita mendekati Tuhan segala tuhan, kita datang dengan muka terangkat, dengan hati yang penuh kasih dan ucapan syukur, dan tekat hati yang teguh untuk mentaati Dia.Graham Kendrick, mendefinisikannya demikian: “Pujian atau penyembahan adalah merupakan luapan dari kehidupan yang telah diisi oleh Allah.” Artinya bahwa ketika Allah dengan segala kemuliaan-Nya dinyatakan pada kita, maka, hal itu akan menggetarkan hati sanubari manusia yang terdalam untuk bereaksi yaitu menyembah Allah. Lebih jauh,William Temple mendefinisikan penyembahan sebagai berikut:
“Menyembah adalah menghidupkan hati nurani dengan kekudusan Allah, memberi makan pikiran dengan kebenaran Allah, menyucikan khayalan dengan keindahan Allah, membuka hati terhadap kasih Allah, dan mengabdikan kehendak kepada maksud Allah.”
Penyembahan  Kristen adalah penyembahan yang mempunyai tujuan yang amat jelas, dan bukan sekedar membangkitkan emosi sesaat. Melainkan barawal dari  hati yang rindu dan dipuaskan Tuhan, sehingga menimbulkan reaksi menyembah Allah dari roh/ hati yang terdalam. Jadi, boleh dikatakan bahwa penyembahan dalam kekristenan adalah suatu yang sakral dan menyangkut relasi dengan Allah yang penuh dengan kemuliaan.Penyembahan hanya bisa muncul ketika hati kita sudah mengalami sentuhan langsung dari Tuhan Allah, sehingga mau tidak mau kita hanya datang dan menyembah dia dari hati yang terdalam.kegairahan hati dibangkitkan dan dilakukan sesuai dengan maksud Allah di dalamnya. Maka, penyembahan kristen bukanlah sebuah ritual belaka (formalitas) tetapi menyangkut sesuatu yang sangat bernilai oleh sebab itu harus dilakukan di dalam roh yang mengalami pembaharuan sesuai kebenaran Allah.

E.                 APLIKASI PENYEMBAHAN YANG BENAR BAGI UMAT TUHAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1.         Wacana Konsep Teologis Menyembah
Perlu disadari bahwa ada penekanan yang berbeda ketika kita mencoba mengetengahkan kata “menyembah” dikalangan pentakosta dan kharismatik dengan mainstream dan Injili. Bagi orang-orang Pentakosta dan kharismatik “penyembahan” berkonotasi pada bagian dari doa pribadi dan liturgi ibadah. Sedangkan bagi denominasi lain tidak seperti itu. Sebab itu untuk memudahkan membangun konsep yang benar perlu mencermati pengertian “menyembah” diantara mereka.
a.        Penyembahan sebagai cara hidup.
John MacArthur, Jr meskipun menyinggung penyembahan dalam ibadah gereja, tetapi konsep penyembahannya berbeda dengan kalangan pietis.  Pemaparan John MacArthur, Jr lebih mewakili gereja diluar aliran pietis. Ia memberikan pengertian penyembahan sebagai keseluruhan hidup orang percaya : “Pengertian kita tentang penyembahan diperkaya ketika kita memahami bahwa penyembahan sejati menyentuh setiap bidang kehidupan. Kita harus menghargai dan memuja Allah dalam segala hal.”[112] “ Memuji Allah, berbuat baik, dan memberi bantuan kepada orang lain-semua adalah tindak penyembahan yang benar dan alkitabiah.”[113] Rick Warren menegaskan:“mempersembahkan diri kita kepada Allah itulah yang dimaksud dengan penyembahan.”[114]
John MacArthur, Jr membagi penyembahan dalam tiga dimensi : “Pertama, dapat tercermin dalam bagaimana kita bersikap terhadap orang lain (Roma 14:18).  Penyembahan dapat dinyatakan dengan membagi kasih dengan sesama orang percaya, mengabarkan Injil kepada orang-orang yang tidak percaya, dan memenuhi kebutuhan umat pada tingkat yang sangat jasmani. Kita dapat meringkasnya menjadi satu kata : penyembahan yang berkenan kepada Allah adalah member, yaitu kasih yang membagi ; Kedua, melibatkan tingkah laku pribadi (Efesus 5:8-10). Kata berkenan dalam kalimat ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan adalah dari bahasa Yunani yang berarti “dapat diterima”. Dalam konteks ini, ia mengacu kepada kebaikan, keadilan dan kebenaran, yang jelas berarti bahwa berbuat baik adalah tindakan yang dapat diterima sebagai penyembahan kepada Allah ;Ketiga, dimensi ke atas (Ibrani 13:15-16), penyembahan itu adalah Ucapan syukur dan puji-pujian.”[115]
b.        Penyembahan dalam pemahaman pietisme.
Meskipun tidak memungkiri bahwa hidup ini merupakan ibadah kepada Allah yang didalamnya kita menyembah Allah, kalangan pietime memiliki kekhususan sendiri tentang arti dan praktek menyembah. Mereka lebih menganggap menyembah itu suatu “momen” berhadapan langsung dengan waktu dan cara tertentu. Penyembahan ini bisa bersifat pribadi ketika bersaat teduh atau doa pribadi dan kelompok (bagian dari liturgi gereja).
Penyembahan bagi kalangan gereja kontemporer lebih merupakan “pemujaan” penuh ekpresi panca indra kepada Allah secara langsung dengan “bermazmur atau berbahasa roh”. Ini tentunya berbeda dengan berdoa dan bernyanyi, bahkan boleh dikatakan perpaduan dari keduanya. Simak apa yang di sampaikan Djohan E.Handoyo :
“ Penyembahan tidak hanya berupa suatu gerakan tubuh atau karya pikiran manusia untuk berserah kepada sesuatu yang lebih besar. Penyembahan adalah menikmati hubungan kita dengan-Nya.”[116]
“Penyembahan adalah ungkapan hati dan penyerahan total kepada Tuhan lebih dari sekedar memuji Tuhan. Kalau pujian adalah suatu ucapan syukur atas segala perbuatan Tuhan, penyembahan adalah pengakuan bahwa saya adalah milik-Nya dan Tuhan dalah milik saya.”[117]
Meskipun pemaparan Djohan E. Handoyo ini tidak menjelaskan secara spisifik tentang penyembahan, namun apa yang dikatakannya cukup memberi gambaran tentang apa itu penyembahan. Bagi kalangan pietis lebih tepat mengatakan seperti apa yang diungkapkan Morris Smith :” Penyembahan yang sejati menyimpang dari definisi ; ia hanya dapat dialami.”[118]
Penyembahan di dalam liturgi ibadah gereja-gereja kontemporer memiliki posisi dan porsi yang penting, sama seperti doa, pujian dan firman Tuhan. Dengan berbagai fariasinya penyembahan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keagamaan kalangan akar Pentakosta dan Kharismatik.
2.         Memahami Secara Utuh Menyembah Dalam Roh dan Kebenaran
Secara utuh pembicaraan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria adalah tentang ibadah yang benar kepada Allah.Ibadah itu berhulu kepada kata “menyembah”.Dan konsep teologis penyembahan dalam arti yang luas sebenarnya berkaitan dengan keberadaan orang percaya dihadapan Allah.
Hal utama yang perlu dicermati ketika Yesus memperbincangkan wacana menyembah dalam roh dan kebenaran sebenarnya lebih kepada tatanan makna. Tuhan Yesus lebih mementingkan esensi dari siapa yang disembah dengan cara tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Bukan
Untuk memahami secara utuh tentang konsep teologis menyembah dalam roh dan kebenaran, maka kita harus kembali kepada esensi utamanya dan tidak terjebak kepada hal-hal praktis yang sebenarnya lebih kepada ekspresi.
a.        Menyembah : relasi dengan Allah sesuai Firman-Nya.
Hal yang prinsip dalam menterjemahkan menyembah Allah dengan roh dan kebenaran adalah bagaimana kita berelasi dengan Tuhan sesuai dengan Firman-Nya. Mengenal pribadi Allah dengan benar, sesuai dengan apa yang Dia ajarkan.
Bait Allah adalah tempat dimana Allah bersekutu dengan umat-Nya. Konsep bait Allah di dalam Alkitab mengalami perubahan yang revolusioner. Di dalam Perjanjian Lama bait Allah adalah bangunan secara fisik, namun di dalam Perjanjian Baru bait Allah adalah tubuh dan pribadi orang percaya. 1Kor 6:19 : “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”
Secara teologis meskipun mengalami perubahan secara revolosioner namun esensi bait Allah tetap merupakan tempat persekutuan antara Allah dengan umat-Nya. Kemah Suci jaman Musa dibangun sebagai kehendak Allah untuk bersekutu dengan umat-Nya. Keluaran 29:45 :” Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan Aku akan menjadi Allah mereka.” Di dalam persekutuan dengan Allah, umat-Nya harus mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup. Rom 12:1: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah : itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Di dalam konteks hidup sebagai persembahan inilah kehadiran Allah nyata di diri umat-Nya dan penyembahan mengalir dari kehidupan umat-Nya.Di dalam makna ini juga penyembahan melibatkan seluruh aspek kehidupan. Walliam Barclay menyatakan : “Kalau Allah itu roh, maka persembahan manusia kepada Allah haruslah juga persembahan roh. Persembahan korban binatang dan barang-barang lain buatan manusia tidaklah cukup.Persembahan yang berkenan kepada hakekat Allah hanya persembahan roh, yaitu kasih, kesetiaan, ketaatan dan penyerahan diri.”[119]
Selanjutnya sebagai bait Allah, Roma 12:1 diikuti Rom 12:2 : “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Sebagai bait Allah orang percaya harus hidup sesuai kehendak Allah : Kebenaran yang Allah berikan melalui fiman-Nya.
b.        Menyembah : Ekspresi pengagungan Tuhan.
Relasi dengan Allah secara umum adalah di dalam seluruh aspek kehidupan kita dan secara khusus merupakan persekutuan pribadi dan ibadah di gereja.Ibadah gereja merupakan persekutuan umat dengan Allah.Di dalam ibadahlah umat memuji dan mendengarkan Firman Allah. R.C.Sproul seorang teolog Injili menjelaskan : “Ketika kita beribadah, kita membawa seluruh diri kita ke dalam tindakan berbakti kepada Allah dan berkomunikasi dengan Allah. Ada banyak cara untuk melakukan hal ini. Manusia bukan mahluk yang sederhana, melainkan bersifat kompleks. Jika kita dengan teliti menyelidiki apa yang tertulis di dalam Kitab Suci – bahwa kita harus menyembah Allah dengan seluruh jiwa, dengan seluruh tubuh dan dengan seluruh panca indera kita – kita akan mempunyai suatu pandangan baru tentang beribadah”[120] “Penglihatan, pendengaran, perasaan, sentuhan, penciuman –semuanya tercakup dalam pengalaman manusia. Kita dipengaruhi oleh panca indera dan juga dipengaruhi oleh pikiran.Pikiran kita, tubuh kita, jiwa kita, hati kita-seluruh diri kita harus terlibat di dalam ibadah.Saya yakin bahwa jika kita membuang salah satu segi kemanusiaan kita, berarti kita membuat ibadah kita menjadi miskin.”[121]
Bagi Ron Jenson dan Jim Stevens “Menyembah adalah mengadakan kontak dengan Allah – berdoa kepada Allah, memuji, menyanyi kepada Allah, mengaku di hadapan Allah dan memberi tanggapan kepada Allah sebagaimana Ia telah ditinggikan dan dinyatakan dalam Firman-Nya. Tujuannya adalah untuk memberi sesuatu, bukan untuk menerima sesuatu.Berkat pasti akan datang, karena menerima adalah hasil dari memberi.”[122]
Bagi kalangan pietis apostolik baru, penyembahan merupakan realitas dari pengagungan Tuhan dengan melibatkan seluruh panca indra dan emosi. Bahkan ada yang mengharuskan penyembahan dengan berbahasa roh.
c.         Menyembah : relasi dengan intelektual dan ekspresi.
Meskipun tidak memberikan penyelesaian akhir, namun persoalan pokok tentang penyembahan sebenarnya bermuara pada dua kutup “intelektual dan ekspresi”.“Suatu kubu menyatakan bahwa perasaan religious adalah esensi kerohanian sejati.Apa yang Anda percayai atau lakukan tidaklah begitu penting, asalkan kasih Tuhan kepada jiwa Anda bisa Anda rasakan.”[123] Sementara yang lain berpendapat “inti dari kerohanian yang sejati adalah berpikir benar. Para pendukung pandangan ini berpendapat bahwa perasaan tidaklah terlalu penting dibandingkan doktrin dan sikap mental.Menurut mereka, keyakinan yang benar membuat jiwa tetap terikat pada fondasi kebenaran, sementara perasaan sifatnya berubah-ubah dan sering menyeret orang yang tidak tahu pada kesia-siaan.”[124]
Kubu pertama adalah gereja-gereja yang lebih menekankan pengalaman dari pada doktrin. Sedangkan kelompok kedua “lebih bersifat intelektual, kurang menyentuh aspek emosi dan tidak diwarnai antusiasme yang nyata. ”Penyembahan” yang dikenal dikelompok ini adalah menyanyikan lagu-lagu rohani yang membosankan dan dinyanyikan dengan kurang semangat.”[125]
Jonathan Edward tidak menyetujui ekstrim sepihak dari kedua kubu tersebut.“Menurutnya pandangan bahwa kerohanian sejati yang berpusat pada salah satu dari perasaan atau keyakinan adalah menyesatkan.Baik pikiran ataupun hati, keduanya sangat penting dan esensial bagi kerohanian yang sejati, sebab manusia adalah satu kesatuan.Kerohanian melibatkan setiap dimensi dari keberadaan manusia, baik perasaan, pikiran, maupun tindakan.Mempertentangkan antara pikiran dan perasaan, atau antara pikiran dan hati, sama dengan membagi seseorang menjadi seseorang menjadi bagian yang lepas.”[126]
John MacArthur, Jr memberikan kesimpulan yang baik : “Ketulusan, kegairahan, dan sikap agresif penting, tetapi semua itu harus didasarkan kepada kebenaran. Dan kebenaran adalah dasar, tetapi bila tidak menghasilkan hati yang berhasrat, gembira dan bergairah, penyembahan tersebut tidak lengkap.”
Secara pribadi penulis lebih cenderung kepada pemahaman bahwa orang percaya mesti pundasi yang kuat tentang doktrin iman Kristen. Namun pada sisi yang lain tetap bergairah, antusias dan hangat dalam mengekpresikan emosi atau perasaan dalam pengagungan kepada Tuhan. Intelektual tidak dingin, ekpresi tidak antipati terhadap intelektualitas-keduanya saling melengkapi. Namun demikian pada akhirnya memang perlu juga mencamkan apa yang dikatakan oleh Bob Sorge : “Tidak ada satu definisi pun yang tampaknya dapat mengekpresikan secara tepat tentang penyembahan secara lengkap – mungkin karena penyembahan adalah pertemuan Ilahi sehingga kedalamannya tidak sebatas sebagaimana Allah sendiri.”[127]

BAB V
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
Penyembahan Kristiani adalah suatuhal yang amat sacral dan penting.  Dimana penyembahan itu sendiri menyangkut relasi pribadi dengan Allah Pencipta, Pribadi Yang Mulia, layak dipuji, Maha Kudus, Pencipta dan dengan segala atribut-Nya yang lain. Oleh sebab itu, penyembahan haruslah dilakukan di dalam roh yaitu hati kita yang terdalam yang menjadi titik perjumpaan antara manusia dengan Allah yang tentunya telah lebih dulu diubahkan oleh Tuhan, disucikan oleh Roh Allah, sehingga melaluinya kita bisa mengalami perjumpaan yang benar dengan Tuhan. Penyembahan juga haruslah penyembahan yang benar artinya haruslah sesuai dengan pemahaman yang benar akan firman Allah yang adalah kebenara itu sendiri.  Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja.
Pada akhirnya, kedua hal ini haruslah dilakukan dalam ikatan yang selaras.  Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar.  Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif.  Penyembahan haruslah menjadi luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakandiri-Nya dalam Kitab suci.  Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
1.      Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu. Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran. Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi.  Jika penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
2.      Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat yang benar, pada waktu yang tepat. Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang menuntut terciptanya suasana tertentu. Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam roh.
3.      Penyembahan dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu dengan yang lainnya. Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang dilakukan oleh umat Allah.
4.      Penyembahan Kristiani adalah suatu hal yang amat sacral dan penting. Dimana penyembahan itu sendiri menyangkut relasi pribadi dengan Allah Pencipta, Pribadi Yang Mulia, layak dipuji, Maha Kudus, Pencipta dan dengan segala atribut-Nya yang lain. Oleh sebab itu, penyembahan haruslah dilakukan di dalam roh yaitu hati kita yang terdalam yang menjadi titik perjumpaan antara manusia dengan Allah yang tentunya telah lebih dulu diubahkan oleh Tuhan, disucikan oleh Roh Allah, sehingga melaluinya kita bisa mengalami perjumpaan yang benar denganTuhan.
5.      Penyembahan juga haruslah penyembahan yang benar artinya haruslah sesuai dengan pemahaman yang benar akan firman Allah yang adalah kebenaran itu sendiri. Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja. Pada akhirnya, kedua hal ini haruslah dilakukan dalam ikatan yang selaras. Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif.   Penyembahan haruslah menjadi luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakandiri-Nya dalam Kitab suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
6.      Menyembah dalam roh dan kebenaran tidaklah hanya sekedar berbicara bagaimana kita menyembah Tuhan, di mana kita menyembah Tuhan, pada waktu bagaimana kita menyembah Tuhan, bagaimana pakaian kita dalam menyembah Tuhan, bagaimana ekspresi kita dalam menyembah Tuhan (menangis, berteriak, menari, bertepuk tangan, dll), tetapi yang terutama dalam menyembah Allah dalam roh dan kebenaran adalah berbicara tentang bagaimana kita hidup hihadapan Tuhan.  Bahwa hidup kita harus senantiasa dipimpin oleh Roh-Nya yang mana roh kita dan Roh Kudus selalu terkoneksi dengan baik sehingga dengan demikian kita dapat menghasilkan buah-buah roh dalam hidup kita dan bahwa kita senantiasa hidup dalam kebenaran firman Tuhan, sebab apalah artinya ibadah kita di hadapan Tuhan kalau dalam hidup sehari-hari kita tidak melakukan firman Tuhan.

B.                IMPLIKASI
Beberapa implikasi menyembah Allah dengan cara yang benar dalam kehidupan umat Tuhan sehari-hari adalah sebagai berikut:
1.      Hidup dalam Roh sangat mempunyai pengaruh yang sangat luar biasa dalam benar tidaknya penyembahan kita.
2.      Selain itu, hidup dalam kebenaran firman Tuhan juga sangat berpengaruh terhadap benar tidaknya penyembahan kita di hadapan Tuhan.
3.      Menyembah dalam roh dan kebenaran adalah gaya hidup umat Tuhan sehari-hari, bukan saja hanya ketika berada dalam gereja.

C.                SARAN
Dari semua penjabaran yang telah dituangkan dalam karya ilmiah ini, penulis menyampaikan beberapa saran, baik kepada umat Tuhan sebagai kaum awam terutama kepada para hamba Tuhan sebagai pelayan Tuhan dalam konteks mengajar jemaat, sebagai berikut:
1.      Paradigma dan pemahaman yang kurang tepat dan sempit tentang menyembah dalam roh dan kebenaran yang sudah terlanjur berkembang di tengah-tengah umat Tuhan harus segera diperbaiki dengan cara mengajarkan pemahaman yang tepat.
2.      Para hamba Tuhan yang berperan sebagai pengajar jemaat dalam gereja diharapkan dapat mengajarkan pengertian yang benar terhadap pemahaman makna menyembah dalam roh dan kebenaran.  Bahwa menyembah dalam roh dan kebenaran yang dipahami sebagai cara kita menyembah Tuhan (bernyanyi menyembah Tuhan) memang tidaklah salah sebab kita memang harus menyembah Dia dengan cara yang layak, tetapi kehidupan yang dituntun oleh Roh Kudus dan yang sejalan firman Tuhan adalah makna yang sesungguhnya dari pembahasan ini.
3.      Menyembah dalam roh dan kebenaran harus menjadi gaya hidup (life style) umat Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari.  Menghasilkan buah roh sebagaimana yang ditulis dalam Galatia 5:22 dan mempelajari dan melakukan firman Tuhan adalah sebuah keharusan bagi umat Tuhan, bukan sebuah pilihan jika kita ingin disebut sebagai penyembah-penyembah yang benar.  Bersembunyi di balik seremonial ibadah yang kelihatan sempurna tidaklah membuat kita menjadi penyembah yang benar di hadapan Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Subandrijo, Menyingkap Pesan-pesan Peranjian Baru 2, Bandung: Bina Media Informasi, 2010
Bob Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1991)
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007
C. Groenen, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1999
C. K. Barret, The Gospel According to St. Jhon, an Introduction with Commentary and Notes on the Greek Text, Philadelphia: Westminster Press, 1978
C. Groenen., Pustaka Teologi Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta: Kanisius, 1998
Chapman, Adina, Pengantar Perjanjian Baru, Bandung: Kalam Hidup
Charles F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3
Everett F. Horrison, Yohanes (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001)
Collins, Gary R. Konseling Kristen yang Efektif, Departemen Literatur SAAT, Malang, Surabaya, 1998
D. A. Carson, The Gospel According to John, Leicester, England: Inter-Varsity Press, 1991
Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5, (Yogyakarta : Yayasan Andi, 1999)
David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
Djohan E. Handoyo, Praise and Worship (Yogyakarta : Penerbit ANDI, 207)
Donald Gutrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini jild 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982
F. F. Bruce, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997
FF.Bruce, The Gospel Of John, (Grand Rapid : William B.Eerdmans Publishing Company,1983
Gerald R.McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati (Yogyakarta : Yayasan Andi, 1995)
Hadiwiyata A. S, Tafsir Injil Yohanes, Yogayakarta: KANISIUS, 2012
Hasan Susanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 2007
Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003
Irving L. Jensen, Yohanes–Buku Penuntun Belajar, Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1970
J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I dan II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih
J. L. Ch. Abineno, Yesus Sang Mesias dan Sang Anak, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986
J. Wesley Brill, Tafsiran Injil Yohanes, Bandung: Penerbit Yayasan Kalam Hidup, 1976
James Montgomery Boice, The Gospel of John V 1 (Grand Rapids, Zondervan Publishing House,1981)
John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit PT. Media Pustaka Phoenix, 2013
Leon Morris, Teologi Perjanjian baru, Malang: Penerbit Gandum Mas, 2001
Lexy J. Moleong,  Metodologi penelitian kualitatif,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Na’imah, 2005
M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013
M. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 1998
Merril C. Tenney, Injil Iman, Malang: Gandum Mas, 1996
Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru,  Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995
Olla Tuluan, Introduksi Perjanjian Baru, Malang: Dep. Literatur YPII, 1999
R.C.Sproul, Menanggapi Allah dalam Ibadah ( Malang : Penerbit Gandum Mas, 2002)
Rick Warren, Kehidupan yang digerakkan oleh Tuhan (Malang : Penerbit Gandum Mas,2005)
Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja ( Malang : Penerbit Gandum Mas,1996)
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010
Sandy Lane West, The Lion Handbook to the Bible, Oxford, England, 1983
Sasmoko, Penelitian Eksplanatori dan Konfirmatori, Sorong: PT. Media Plus, 2011
Strong”s Hebrew Greek Dictionaries, e-Sword
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2010
________, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Method, Bandung: Alfabeta, 2012
________, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitataif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Bumi askara, 2009
The New Oxford Annotated Bible. 4th ed. New York: Oxford Press, 2010.
Welly Pandensolang, Kristologi Kristen, Jakarta: YAI, 2009
Wiliam Barlay, Pemahamn Alkitab Setiap Hari (Jakarta : BPK Gunung Mulia,1983)
http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id



[1] “Ibadah Praise and Worship” adalah sebuah ibadah yang biasanya dilakukan oleh gereja-gereja pentakostal atau kharismatik yang mana dalam ibadah tersebut dominan diisi oleh acara bernyanyi, baik lagu-lagu bertempo cepat yang disebut lagu pujian juga lagu-lagu yang bertempo lambat yang disebut lagu penyembahan.
[2] Pengusahaan, pendayagunaan, pemanfataan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan (tentang tenaga orang), menurut Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit PT. Media Pustaka Phoenix, 2013, hal. 133
[3]David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, hal. 114
[4]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995, hal 231
[5]Ibid. hal. 233
[6] Kata sinoptik berasal dari kombinasi dari bahasa Yunani συν (syn = bersama) dan οψις (opsis = melihat) untuk menandakan bahwa isi dari ketiga Injil yaitu Matius, Markus dan Lukas, dapat dilihat berdampingan.
[7]Kristologi adalah cabang ilmu teologi yang membicarakan tentang posisi Yesus Kristus di dalam agama Kristen.Makna Kristologi bagi umat Kristiani selalu berkembang dari masa ke masa, dan tidak pernah mengalami tahap selesai, karena selalu dihubungkan dengan konteks umat Kristiani oleh para pemikirnya. (dikutip dari C.Groenen., Pustaka Teologi Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta: Kanisius, 1998).
[8]Tenney, Op.Cit, hal. 234
[9] A. S. Hadiwiyata, Tafsir Injil Yohanes, Semarang: Penerbit Kanisius, 2008, hal. 10.
[10] Hadiwiyata, Loc.Cit
[11] Hellenisme adalah pergerakan kebudayaan, bahasa dan peradaban Yunani di Palestina dan sekitarnya yang dimulai oleh Aleksander Agung  (333-323). (Dikutip dari Jagersma, H, Dari Aleksander Agung Sampai bar Kokhba, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2009, hal. 13).
[12] Irving L. Jensen, Yohanes – Buku Penuntun Belajar, Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1970, hal. 9
[13] Irving L. Jensen, Yohanes, Bandung: Kalam Hidup, 1970, hal. 9
[14]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010, hal. 303
[15]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010, hal. 305
[16]Kanon Muratori (juga disebut Fragmen Muratori; bahasa Inggris: Canon Muratori atau The Muratorian fragment) adalah sebuah naskah kuno yang memuat daftar tertua yang pernah ditemukan mengenai kitab-kitab yang termasuk Perjanjian Baru. Fragmen ini merupakan naskah bahasa Latin dari abad ke-7 terjilid dalam sebuah codex bertarikh abad ke-7 atau ke-8 yang berasal dari perpustakaan di biara Columban di Bobbio.Dalam tulisannya terkandung petunjuk internal bahwa naskah itu merupakan terjemahan dari manuskrip bahasa Yunani yang ditulis sekitar tahun 170.Kondisi naskah yang buruk dan buruknya bahasa Latin yang digunakan membuatnya sukar diterjemahkan.Permulaan tulisan ini hilang dan berakhirnya pun secara terputus mendadak.(dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kanon_Muratori)
[17]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010, hal. 307
[18] Donald Gutrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini jild 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982, hal. 268
[19] Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes (Pasal 1-5), Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2009, hal. 3
[20] Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes (Pasal 1-5), Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2009, hal. 4
[21] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013, hal. 70
[22] Umbu Hanggar, hal. 3
[23] Umbu Hanggar, hal. 5
[24] Leon Morris, Teologi Perjanjian baru, Malang: Penerbit Gandum Mas, 2001, hal. 309
[25] M. E. Duyverman, hal. 76
[26] Umbu Hanggar, hal. 6-7
[27]Samuel Benyamin Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 302-310.
[28]Ibid
[29]Gnostisisme (bahasa Yunani: γνῶσιςgnōsis, pengetahuan) merujuk pada bermacam-macam gerakan keagamaan yang beraliran sinkretisme pada zaman dahulu kala. Gerakan ini mencampurkan pelbagai ajaran agama, yang biasanya pada intinya mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah jiwa yang terperangkap di dalam alam semesta yang diciptakan oleh tuhan yang tidak sempurna. Secara umum dapat dikatakan Gnostisisme adalah agamadualistik, yang dipengaruhi dan memengaruhi filosofi Yunani, Yudaisme, dan Kekristenan. (dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gnostisisme)
[30]Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Peranjian Baru 2.Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 82-84.
[31]Umbu Hanggar, Op Chit, hal. 11
[32] J. L. Ch. Abineno, Yesus Sang Mesias dan Sang Anak, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal. 13
[33]Adina Chapman, Op Cit, hal. 36
[34]M. E. Duyverman, Op Cit, hal. 75
[35]Umbu Hanggar, Op Cit, hal. 12-14
[36] Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003, hal. 615
[37]Umbu Hanggar, Op Cit, hal. 14-15
[38] Merril C. Tenney, Injil Iman, Malang: Gandum Mas, 1996, hal. 239
[39] Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes (Pasal1-5), Yogayakarta: ANDI, 2009, h. 6
[40] Olla Tuluan, Introduksi Perjanjian Baru, Malang: Dep. Literatur YPII, 1999, h. 76-77.
[41] Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru, Bandung: Kalam Hidup, tt, h. 36.
[42] F. F. Bruce, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997, h. 8
[43] C. Groenen, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1999, h. 149
[44] M. E. Duyverman, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, h. 77
[45] J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I dan II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, h. 27.
[46] D. A. Carson, The Gospel According to John, Leicester, England: Inter-Varsity Press, 1991, hal. 83
[47] A. S. Hadiwiyata, Tafsir Injil Yohanes, Yogayakarta: KANISIUS, 2012, hal. 10
[48] Dead Sea Scroll adalah Naskah Laut Mati yang terdiri dari lebih kurang 900 dokumen, termasuk teks-teks dari Kitab Suci Ibrani, yang ditemukan antara tahun 1947 dan 1956 dalam 11 gua di Wadi Qumran dan sekitarnya (dekat reruntuhan pemukiman kuno Khirbet Qumran, di sebelah barat daya pantaiLaut Mati). Teks-teks ini mempunyai makna keagamaan dan sejarah yang penting, karena mereka praktis merupakan satu-satunya dokumen-dokumen Alkitab yang bertarikh antara tahun 150 SM dan 70 M. (Dikutip dari http://id.wikipedia.org)
[49] J. Wesley Brill, Tafsiran Injil Yohanes, Bandung: Penerbit Yayasan Kalam Hidup, 1976, hal. 16
[50] J. Wesley Brill, Tafsiran Injil Yohanes, Bandung: Penerbit Yayasan Kalam Hidup, 1976, hal. 16
[51]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru,  Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995, hal. 235
[52] M. E. Duyverman, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013, hal. 73
[53] M. E. Duyverman, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013, hal. 63
[54] Merill C. Tenney, op chit, hal. 244
[55]Gnostisisme (bahasa Yunani: γνῶσιςgnōsis, pengetahuan) merujuk pada bermacam-macam gerakan keagamaan yang beraliran sinkretisme pada zaman dahulu kala. Gerakan ini mencampurkan pelbagai ajaran agama, yang biasanya pada intinya mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah jiwa yang terperangkap di dalam alam semesta yang diciptakan oleh tuhan yang tidak sempurna. Secara umum dapat dikatakan Gnostisisme adalah agamadualistik, yang dipengaruhi dan memengaruhi filosofi Yunani, Yudaisme, dan Kekristenan. (dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gnostisisme)
[56]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru,  Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995, hal. 237
[57]http://id.wikipedia.org/wiki/Injil_Yohanes
[58]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru,  Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995, hal. 239
[59]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru,  Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995, hal. 241
[60]The New Oxford Annotated Bible. 4th ed. New York: Oxford Press, 2010.
[61]Umbu Hanggar, Op Cit, hal. 16-17
[62] Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes (Pasal 1-5), Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2009, hal. 22, yang dikutip dari C. K. Barret, The Gospel According to St. Jhon, an Introduction with Commentary and Notes on the Greek Text, Philadelphia: Westminster Press, edisi kedua, 1978, hal. 11
[63] D. A. Carson, The Gospel According to John, Leicester, England: Inter-Varsity Press, 1991, hal. 105-108
[64]Istilah “Sinoptik” pertama kali digunakan oleh Johann Jacob Griesbach (1745-1812).Ia berkeyakinan bahwa Injil Markus bersandar pada Injil Matius dan sebagian pada Injil Lukas, Injil Lukas bersandar pada Matius dan Markus.  Menurut pandangannya, Markus adalah penulis yang tidak mendapat informasi yang cukup.
[65] C. Groenen, Op Cit, hal. 156
[66]Atas dasar ini maka Duyverman cenderung menyebut Injil Yohanes sebagai “Injil Yerusalem”, bukan “Injil Galilea”, Duyverman, hal. 73
[67] Garis miring dan warna merah dari penulis
[68]Sandy Lane West,The Lion Handbook to the Bible,Oxford, England. 1983, 604
[69]Pembangunan bait suci orang Samaria di Gunung Gerizim, dan dari situ orang dapat melihat Sikhem (Yohanes 4:20) merupakan bukti jelas bahwa orang yahudi menolak sekte yang dianggap bidat ini. Pada tahun 128 SM raja Yahudi yang bernama Hyrcanus menghancurkan bait suci orang samaria. Tetapi orang Samaria juga menyembah Allah, sama seperti orang Yahudi. Bagi mereka, yang mempunyai otoritas tertinggi adalah Lima Kitab Musa (kitab Kejadian sampai kitab Ulangan) yang dapat dikatakan tidak berbeda dengan versi Yahudi.Mereka tidak mau mengakui kitab-kitab lain dalam PL. Sama seperti banyak orang Yahudi, mereka juga menanti-natikan datangnya seorang nabi seperti Musa. Kebencian dan penghinaan orang Yahudi terhadap oarang Samaria lebih cendrung disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan histories dan ras , ketimbang perbedaan agama yang fundamental. Ibid, 557
[70]Inilah pendekatan awal yang dilakukan Yesus, Ia melakukan SPIRITUAL KONSELING dengan menggunakan kombinasi Action responses dan Probing responsesuntuk merangsang percakapan lebih lanjut kepada perempuan Samaria. Collins, Gary R. Konseling Kristen yang Efektif, Departemen Literatur SAAT, Malang, Surabaya, 1998, 31-31dan 57

[71]Welly Pandensolang, Kristologi Kristen, Jakarta: YAI, 2009, hal. 8
[72]Djohan E. Handoyo, Praise and Worship(Yogyakarta : Penerbit ANDI, 207) hal.50
[73]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal. 151
[74]Ibid, hal. 162
[75]Charles F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB , Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001) hal.315
[76]Dave Hagelberg Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5 (Yogyakarta : Yayasan Andi, 1999)hal.168
[77]Charles F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB , Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001) hal.315
[78]Dave Hagelberg Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5 (Yogyakarta : Yayasan Andi, 1999)hal.168
[79]Charles F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB , Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001) hal. 316
[80]FF.Bruce, The Gospel Of John ( Grand Rapid : William B.Eerdmans Publishing Company,1983).hal.109
[81]Dave Hagelberg Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5 (Yogyakarta : Yayasan Andi, 1999)hal.169
[82]Charles F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB , Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001) hal.315-317
[83]Strong”s Hebrew Greek Dictionaries, Joh 4:24, e-Sword
[84]Bagus Pramono,” Yesus dan Perempuan Samaria,” www.sarapanpagi.org; diakses tanggal 23 Junuari 2008; tersedia di www.sarapanpagi.org/yesus-dan-perempuan-samaria-vt465.html
[85]Bob Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta :Yayasan ANDI,1991) hal.63
[86]Wiliam Barlay, Pemahamn Alkitab Setiap Hari ( Jakarta : BPK Gunung Mulia,1983), hal.273
[87]Bagus Pramono,” Perempuan Samaria,” www.sarapanpagi.org; diakses tanggal 2 September 2014; tersedia di www.sarapanpagi.org/penyembah sejati vt283.html
[88]James Montgomery Boice, The Gospel of John V 1 (Grand Rapids, Zondervan Publishing House,1981), hal.365
[89]Sarapanpagi,” Penyembah Sejati,” www.sarapanpagi.org; diakses tanggal 2 September 2014; tersedia di www.sarapanpagi.org/penyembahsejati-vt283.html
[90]James Montgomery Boice, The Gospel of John V 1 (Grand Rapids, Zondervan Publishing House,1981), hal.368
[91]Riset Perpustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan.Contoh-contoh penelitian semacam ini adalah penelitian sejarah, berbagai penemuan rumus-rumus dibidang matematika dan statiska, dan lain sebagainya.
[92] M. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta :Ghalia Indonesia, 2003, hal. 27
[93] M. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 1998, hal.112
[94] Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Bumi askara, 2009, hal. 78-80 cet. 6
[95] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitataif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011, hal. 2
[96]Sugiyono, Op Cit, hal. 7
[97]Empiris adalah berdasar pengalaman langsung atau pengamatan (observasi) di alam nyata.Atau teori yang berpendapat bahwa segala pengalaman manusia didapat dari pengetahuan dan pengamatan.
[98] Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Method, Bandung: Alfabeta, 2012, hal. 13.
[99] Deskriptif yaitu bersifat deskripsi; bersifat menggambarkan apa adanya.
[100]Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut.Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
[101]Sebuah aliran yang datang setelah positivism dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
[102] Sugiyono, Op Cit, 2011, hal. 9
[103] Sasmoko, Penelitian Eksplanatori dan Konfirmatori, Sorong: PT. Media Plus, 2011, hal. 289
[104] Sasmoko, Ibid, hal. 290
[105] Hasan Susanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 2007, hal. 3
[106] Susanto, Ibid,  hal. 4
[107] Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 157
[108] Sugiyono, Op Cit, 2012, hal. 382
[109]Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Materi Kuliah, dikutip dari http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id
[110] Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2007, hal. 153
[111] Lexy J. Moleong,  Metodologi penelitian kualitatif,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Na’imah, 2005, hal. 330
[112]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal.29
[113]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal.29
[114]Rick Warren,Kehidupan yang digerakkan oleh Tuhan (Malang : Penerbit Gandum Mas,2005). Hal.86
[115]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal.28-29
[116]Djohan E. Handoyo, Praise and Worship(Yogyakarta : Penerbit ANDI, 207) hal.4
[117]Ibid, hal.4
[118]Bob Sorge mengutip Morris Smith, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta :Yayasan ANDI,1991) hal.52
[119]Wiliam Barlay, Pemahamn Alkitab Setiap Hari ( Jakarta : BPK Gunung Mulia,1983), hal.273
[120]R.C.Sproul, Menanggapi Allah dalam Ibadah ( Malang : Penerbit Gandum Mas, 2002), hal.550
[121]Ibid, hal.551
[122]Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja ( Malang : Penerbit Gandum Mas,1996),hal.41
[123]Gerald R.McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati ( Yogyakarta : Yayasan Andi, 1995), hal.31
[124]Gerald R.McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati ( Yogyakarta : Yayasan Andi, 1995), hal.31
[125]Ibid, hal.32
[126]Ibid, hal.33
[127]Bob Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta :Yayasan ANDI,1991) hal.51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar