MAKNA PENYEMBAH
YANG BENAR MENYEMBAH DALAM ROH DAN KEBENARAN MENURUT YOHANES 4:23-24 DAN APLIKASINYA BAGI UMAT TUHAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Ketika kita mendengar kata
“penyembahan” maka hal pertama yang terlintas di dalam pikiran kita adalah
sebuah ibadah. Karena memang ibadah yang dilakukan oleh umat Kristiani tidaklah terlepas dari penyembahan kepada Allah.
Setiap gereja memiliki cara tersendiri dalam melakukan penyembahan
kepada Tuhan. Khususnya dalam ibadah-ibadah
yang diadakan oleh gereja-gereja yang beraliran pentakostal dan kharismatik
sudah tidak asing lagi dengan istilah penyembahan dalam roh dan dalam beberapa
kesempatan disebut juga bermazmur.
Bahkan kebiasaan ini sudah terjadi dengan sendirinya di akhir sebuah
lagu bertempo lambat. Hingga akhirnya
menjadi suatu nilai yang tidak
terpisahkan dari sebuah ibadah itu sendiri.
Bukan hanya gereja, dalam
hubungan pribadi dengan Tuhan, setiap orang pun memiliki cara tersendiri dalam
melakukan penyembahannya kepada Tuhan.
Terlepas dia mengikuti cara yang telah terbiasa dilakukan dalam ibadah
atau tidak. Ada yang melakukannya di
malam hari menjelang tidur dan ada juga yang melakukannya di pagi hari setelah
bangun dari tidur dan sebelum memulai aktifitasnya pada hari itu.
Memang harus
diakui bahwa sesi penyembahan dalam ibadah dapat membuat jemaat larut dalam
suasana untuk benar-benar merasakan hadirat Tuhan karena dengan penyembahan
kita dibawa untuk merenungkan kembali akan kebaikan Tuhan yang telah diberikan
kepada untuk kemudian kita mengucapkan kata-kata syukur dan terimakasih
berkali-kali dalam sesi tersebut.
Sehingga bukanlah menjadi hal yang aneh lagi kalau dalam sesi
penyembahan ini jemaat begitu emosional dalam menyampaikan atau mengungkapkan
rasa syukurnya kepada Tuhan. Ada yang
menangis bahkan histeris tetapi ada juga yang tertawa bahagia.
Beberapa gereja
tertentu juga telah membuat ibadah khusus penyembahan dan pujian kepada Tuhan
atau yang disebut juga “ibadah praise and worship”[1],
yaitu ibadah yang lebih banyak diisi oleh nyanyian, baik nyanyian cepat maupun
lambat. Firman Tuhan yang disampaikan
pun khusus hanya membahas bagaimana menyembah Tuhan atau penyembahan yang
berkenan kepada Tuhan. Suatu ketika
seorang hamba Tuhan pernah berkata bahwa gereja yang tidak melakukan
penyembahan tidak dapat atau sulit mengalami hadirat Tuhan, dengan alasan Tuhan
bertahta di atas pujian dan penyembahan umat-Nya. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan
perkataan Yesus ketika Dia berbicara dengan perempuan Samaria di dekat sebuah
sumur (Yohanes 4:24). Benarkah demikian? Apakah perkataan Yesus
tersebut memang dimaksudkan agar umatNya menyembah dengan cara yang digambarkan
di atas?
Penyembahan
Kristen adalah penyembahan yang mempunyai maksud dan tujuan yang amat jelas,
dan bukan sekedar membangkitkan emosi sesaat atau mengekspresikan kegirangan
yang berlebihan. Penyembahan yang sesungguhnya bukan hanya keluar dari mulut
melainkan barawal dari hati yang rindu dan dipuaskan Tuhan, sehingga
menimbulkan reaksi menyembah Allah dari roh hati yang terdalam. Jadi, mungkin
lebih tepat dikatakan bahwa penyembahan dalam kekristenan adalah suatu yang
sakral dan menyangkut relasi dengan Allah yang penuh dengan kemuliaan. Penyembahan hanya bisa muncul ketika hati
kita sudah mengalami sentuhan langsung dari Tuhan Allah, sehingga mau tidak mau
kita hanya datang dan menyembah dia dari hati yang terdalam. Kegairahan hati dibangkitkan dan dilakukan
sesuai dengan maksud Allah di dalamnya. Maka, penyembahan Kristen bukanlah sebuah
ritual belaka (formalitas) tetapi menyangkut sesuatu yang sangat bernilai oleh
sebab itu harus dilakukan di dalam roh yang mengalami pembaharuan sesuai
kebenaran Allah.
Namun di sisi
lain, sering kita temukan kehidupan sehari-hari orang percaya tidak sesuai
dengan penyembahan yang dia lakukan.
Tidak semua orang yang larut dalam penyembahan benar-benar hidup dalam
roh dan kebenaran Tuhan. Bahkan sebelum
keluar dari gereja, orang percaya yang tadinya begitu bergairah dalam sesi
penyembahan lalu kemudian tertidur pulas ketika firman Tuhan
diperdengarkan. Ada juga yang sibuk
dengan alat komunikasi (handphone dan tablet) dengan alasan di dalam alat
komunikasinya tersebut sudah ter-install
Alkitab, walaupun pada kenyataannya kemudian kita menemukan dalam jejaring
social facebook sebuah status yang di-up date pada jam yang sama dengan jam ibadah, yang artinya status tersebut dibuat pada saat ibadah
berlangsung. Ironis bukan? Bukan hanya itu, pemimpin pujian , para singer dan pemain
musik pun terlihat lalu lalang dan
keluar masuk ketika firman Tuhan disampaikan.
Dalam tulisan
ini penulis tidak hendak mengatakan hal itu salah dan memang penulis tidak berkeinginan
untuk menemukan kesalahan di sana sepanjang memang hal itu dilakukan untuk
memuji Tuhan. Tetapi dari pengamatan
penulis dalam beberapa tahun terakhir ini, ada hal yang perlu diluruskan
berkaitan dengan istilah penyembahan tersebut.
Kalimat “menyembah dalam roh dan kebenaran” terasa sudah dieksploitasi[2]
untuk tujuan yang tidak sesuai dan tidak tepat dengan makna yang terkandung
di dalamnya. Terutama karena penyembahan
yang dimaksud tersebut di atas dilakukan berdasarkan perkataan Yesus dalam
Yohanes 4:24, yaitu tentang percakapan Yesus dengan seorang perempuan Samaria.
Poin utama
yang harus kita sadari dan kita pahami adalah bahwa memuliakan atau menyembah Allah sebenarnya dimulai sejak kita mengalami keselamatan
dan pembaharuan di dalam Kristus. Sebagaimana orang Israel dipanggil keluar dari
tanah Mesir untuk dapat beribadah kepada Allah, demikianlah Allah memanggil,
menebus dan menyelamatkan kita dari dunia untuk dapat menyembah Allah
kita. Ketika kita berserah kepada Yesus sebagai Tuhan dan hidup seturut
dengan firman-Nya, demikianlah
kita menjadi penyembah yang benar. Kalau kita tidak di dalam keselamatan yang Yesus kerjakan,
maka sesungguhnya kita hanyalah penyembah-penyembah palsu yang membangkitkan
emosi sesaat untuk mencapai suasana tertentu yang membuat kita nyaman dan
tentram sesaat, tetapi kita tidaklah disebut sebagai penyembah Allah, sebab
Allah tidak mungkin berkenan mendengar penyembahan dari orang-orang yang tidak
kudus, yang hatinya buta terhadap kebenaran Allah. Menyembah Allah terjadi oleh
karena Ia yang menciptakan kita, berkenan atas hidup kita.
Kesadaran akan
pribadi yang disembah dan yang kepada-Nya kita beribadah adalah Allah sebagai
pencipta dan penguasa atas segala sesuatu di dalam semesta ini, maka sudah
seharusnya kemuliaan dikembalikan pada-Nya. Di dalam Alkitab ada tertulis:
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia:
bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”. (Roma 11:36)
Sebagai
pencipta hanyaAllah yang layak dipuji dan disembah. Memuliakan dan menyembah Allah terjadi karena
Allah menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya. Maksud seluruh penciptaan adalah untuk
memuliakan Allah. “TUHAN membuat segala
sesuatu untuk tujuannya masing-masing.” (Amsal 16:4) Dalam penciptaan segala sesuatu dirancang dan
dibuat untuk memancarkan sifat-sifat-Nya, kasih-Nya, belaskasihan-Nya,
hikmat-Nya, anugrah-Nya dan kemahakuasaan-Nya.
Itu bukan egoisme di pihak Allah.
Ia layak kita puji. Sebagai Allah Ia mempunyai setiap hak untuk
menuntut penyembahan dan pemujaan dari makhluk ciptaan-Nya. Dan kita harus melakukannya dengan penuh
ketundukkan.
Akhirnya,
persembahan apa yang dibawa dihadapan Tuhan dengan penuh ketundukkan? Rasul Paulus mengajarkan,
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan
kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu itu adalah ibadahmu [penyembahanmu]
yang sejati.” (Roma 12:1)
Penyembahan
rohani ini bukanlah hal yang abstrak atau tidak masuk akal, karena penyembahan
ini dimulai dari sesuatu yang nyata dan amat jelas, yaitu kepemilikan
pribadi. Milik siapakah saya ini? Kepada
siapakah saya mempersembahkan diri saya ini?
Itu adalah esensi atau yang mendasari penyembahan yang benar dalam
ibadah.
Yesus berkata
bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia
menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi
dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu. Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun
atas kebenaran. Kebenaran berasal dari
Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua
perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi. Jika penyembahan kita adalah untuk membuat
suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini,
maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan
kebenaran mengenai Dia.
Dalam Yohanes 4:24 tertulis:
“Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran." Ayat ini adalah
sepenggal percakapan Yesus dengan seorang perempuan Samaria di dekat sebuah
sumur yang bernama sumur Yakub di kota Sikhar, yaitu Yohanes 4:1-42 dengan
perikop Percakapan Dengan Perempuan Samaria.
Dengan demikian, untuk melihat apakah Yohanes 4:24 tepat digunakan
sebagai landasan dilakukannya penyembahan dalam ibadah atau pengaplikasian yang
paling tepat dari ayat tersebut, penulis akan melakukan penelitian suatu studi
eksegesis tentang menyembah dalam roh dan kebenaran menurut ayat tersebut dan
menuangkannya dalam bentuk tulisan karya ilmiah ini dengan judul “Makna Penyembah Yang Benar Menyembah
Dalam Roh Dan Kebenaran Menurut Yohanes 4:23-24 Dan Aplikasinya
Bagi Kehidupan Umat Tuhan Sehari-hari”
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dari latar belakang masalah yang
telah dipaparkan di atas ternyata ditemukan banyak hal yang tidak sesuai dengan
harapan atau yang disebut juga masalah.
Adapun masalah-masalah tersebut diidentifikasi oleh penulis sebagai
berikut:
1.
Adanya pemahaman
yang kurang tepat terhadap makna menyembah dalam roh dan kebenaran sebagaimana
yang tertulis dalam Yohanes 4:24.
2.
Atas
pemahaman yang kurang tepat terhadap makna menyembah dalam roh dan kebenaran sebagaimana
yang tertulis dalam Yohanes 4:24
tersebut mengakibatkan pengaplikasian yang kurang tepat juga dalam kehidupan umat Tuhan
sehari-hari.
3.
Apakah makna yang sebenarnya dari perkataan menyembah
dalam roh dan kebenaran yang terdapat dalam Yohanes 4:24?
4.
Bagaimana implikasi studi eksegesis menyembah dalam roh
dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24 terhadap jemaat dan hamba Tuhan?
5.
Seberapa jauhkah pemaknaan menyembah dalam roh dan kebenaran
dapat mengubah respon orang percaya terhadap firman Tuhan?
6.
Apakah menyembah dalam roh dan kebenaran dilakukan
hanya dalam ibadah saja dan hanya ketika bernyanyi memuji Tuhan saja?
7.
Adakah dan bagaimanakah persyaratan agar kita dapat
menyembah dalam roh dan kebenaran?
8.
Apakah semua orang percaya dapat menyembah dalam roh
dan kebenaran?
9.
Bagaimanakah seharusnya hamba Tuhan mengajarkan dengan
benar tentang menyembah dalam roh dan kebenaran kepada jemaat?
C.
PEMBATASAN MASALAH
Dengan adanya beberapa masalah
yang terindentifikasi dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas
dan mengingat keterbatasan penulis dalam hal biaya, waktu dan tenaga maka
diperlukan pembatasan masalah agar tulisan ini tidak melebar terlalu luas dan
agar penulisan dapat terfokus kepada satu masalah saja. Selain agar tidak meluas meliputi banyak hal
juga untuk mencegah agar tulisan ini tidak menyimpang dari topic yang telah
ditentukan oleh peneliti. Untuk itu
peneliti membatasi tulisan ini pada dua masalah saja, yaitu masalah yang
pertama dan kedua dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi tersebut di
atas, yaitu : Apakah makna yang sebenarnya dari menyembah dalm roh dan kebenaran menurut
Yohanes 4:24 dan Bagaimanakah cara
mengaplikasikan menyembah dalam roh dan kebenaran yang benar dan tepat sesuai
dengan Yohanes 4:24 dalam kehidupan umat Tuhan sehari-hari? Karena dengan memilih membahas dua masalah ini
maka pertanyaan atau masalah yang lain akan terjawab dengan sendirinya.
Dengan demikian tulisan ini
diberi judul: Makna Penyembah Yang Benar Menyembah Dalam
Roh dan Kebenaran Menurut Yohanes 4:23-24 Dan Aplikasinya
Bagi Umat Tuhan Dalam Kehidupan Sehari-hari.
D.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas,
peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu:
- Apakah makna yang sebenarnya dari perkataan menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24?
- Bagaimana umat Tuhan mengaplikasikan makna menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24 dalam kehidupannya sehari-hari?
E.
MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penelitian
ini yang dapat diberikan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
Memberikan pemahaman dan pengertian yang benar tentang makna perkataan
menyembah dalam roh dan kebenaran, yaitu bagian dari percakapan Tuhan Yesus
dengan seorang perempuan Samaria di dekat sumur Yakub sebagaimana yang tertulis
dalam Yohanes 4:24 melalui studi eksegesis sehingga dapat mengaplikasikan makna
tersebut dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Manfaat Praktis
Memberikan pedoman yang benar tentang pengaplikasian makna menyembah
dalam roh dan kebenaran sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24 melalui
studi eksegesis sehingga hamba Tuhan dapat memberikan pengajaran yang benar
baik dalam kehidupan sehari-hari jemaat Tuhan terutama dalam ruang lingkup
pelayanan hamba Tuhan.
3.
Manfaat Institusional
a.
Untuk STT REM
Manfaat tulisan ini untuk Sekolah Tinggi Teologi Rahmat
Emmanuel di antaranya adalah sebagai penambahan bahan referensi tulisan
mahasiswa di kemudian hari, menambah wawasan mahasiswa di dalam memahami makna
yang tertulis dalam tulisan ini serta sebagai bahan kajian untuk penelitian
berikutnya.
b.
Untuk Penulis
Manfaat tulisan ini untuk penulis di antaranya adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan penulis baik sebagai akademisi maupun sebagai
pelayan (hamba) Tuhan, juga sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister
Teologi (M.Th) di Sekolah Tinggi Teologi Rahmat Emmanuel Jakarta
F.
SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan karya ilmiah ini dibuat
dalam lima bab yang merupakan satu rangkaian penulisan yang saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Adapun
sistematika penulisan adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan ini menjelaskan
tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, manfaat penulisan dan sistematika penulisan terhadap Makan Penyembah Yang Benar Menyembah
Dalam Roh Dan Kebenaran Menurut Yohanes
4:23-24 dan Aplikasinya bagi Umat Tuhan Dalam Kehidupan Sehari-hari.
Bab II Landasan Teori
Landasan teori yang menjelaskan
tentang selayang pandang kitab Injil Yohanes yang mencakup penulis dan penerima
kitab Injil Yohanes, waktu dan tempat penulisan kitab Injil Yohanes, tujuan
penulisan kitab Injil Yohanes, ciri-ciri kitab Injil Yohanes dan gari-garis
besar kitab Injil Yohanes. Etimologi kata yang mencakup menyembah, roh dan
kebenaran. Latar belakang teks dari
Yohanes 4:23-24. Dan yang terakhir eksegesis
terhadap teks Yohanes 4:23-24.
Bab III Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang
menjelaskan tentang tujuan penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode
penelitian, teknik dan prosedur pengumpulan data dan verifikasi data.
Bab IV Analisis Teks
Analisis teks yaitu menjabarkan
hasil penelitian dan pembahasan dengan tujuan untuk menjelaskan etimologi,
exegesis dan sintesis.
Bab V Penutup
Bab penutup ini berisi
kesimpulan, implikasi dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
KITAB
INJIL YOHANES
Sesuai dengan judul
tulisan ini yang mengangkat isi dari kitab injil Yohanes, adalah hal penting
untuk mengenal lebih dalam terlebih dahulu tentang kitab ini. Tentang siapa penulis dan penerima kitab
injil Yohanes, waktu dan tempat penulisan kitab injil Yohanes, tujuan penulisan
kitab injil Yohanes, cirri-ciri kitab injil Yohanes dan gari-garis besar kitab
Injil Yohanes.
Injil Yohanes
adalah salah satu kitab yang terdapat dalam Perjanjian Baru yang merupakan
kitab injil ke-empat dari empat kitab injil.Kitab yang termasuk dalam rangkaian
Injil
kanonik ini memiliki gaya dan struktur yang
membuatnya unik dan berbeda dengan ketiga Injil yang lain (Injil Markus,
Injil Matius,
Injil Lukas)[3],
meskipun begitu Injil ini tetap memuat wawasan peristiwa yang sama dengan
ketiga Injil lainnya.[4]InjilYohanes
menekankan tentang keilahian YesusKristus, AnakAllah.[5]Namun
walaupun injil Yohanes ini termasuk dalam kitab injil, kitab ini tidak termasuk
injil sinoptik[6].Hal
ini dikarena adanya perbedaan yang jauh dengan injil sinoptik yaitu dalam hal Kristologi[7],
pengajaran Yesus, mukjizat, gaya tulisan, dan lainnya. Tidak ada Injillain yang menekankan
sifat kemanusiawian sekaligus keilahianNya dengan tegas dan jelas selain Injil ini.[8]
1.
Penulis dan Penerima Kitab
Hal pertama yang perlu diketahui
untuk mempelajari kitab Injil Yohanes adalah siapa penulis kitabnya dan siapa
penerima pertama atau kepada siapa kitab itu ditujukan. Walaupun pada kenyataannya tidak semua kitab
dapat diketahui nama pengarang/penulisnya dan tempat penulisannya. Kitab Injil Yohanes adalah salah satu kitab
yang sama sekali tidak menyebutkan tentang penulisnya secara terang-terangan
atau dengan menyebutkan nama. Yang ada
hanyalah cirri-ciri atau dari sifat penulis yang dikemudian hari mengundang
banyak tafsir dan dugaan.
a.
Penulis Kitab Injil Yohanes
Banyak
pendapat yang berbeda tentang siapa penulis kitab injil Yohanes.Ada yang
berpendapat bahwa penulis kitab ini adalah Rasul Yohanes, yaitu salah satu dari
keduabelas murid Yesus Kristus dan ada juga yang berpendapat bahwa penulis
kitab ini adalah Yohanes yang lain (bukan rasul Yohanes). Hal ini dapat
dimaklumi karena memang dalam Injil ini sama sekali tidak disebut atau paling
tidak disinggung siapa penulisnya dan dalam Injil yang lain juga tidak
ditemukan adanya informasi penulis Injil Yohanes.
Tentang hal ini Hadiwiyata (2008) berpendapat:
Meskipun beberapa kali berusaha mengidentifikasi tokoh ini
dengan seseorang yang kita kenal dari Injil (kerap kali Yohanes, anak Zebedeus,
atau Lazarus), kiranya lebih bijaksana untuk mengakui bahwa kita tidak tahu
mengenai hal ini.Memang benar bahwa Penginjil cenderung mengidealkan tokoh ini,
tetapi rupanya ada tokoh actual pada akar tradisi.[9]
Tampaknya
Hadiwiyata tidak suka berspekulasi tentang siapa penulis Injil Yohanes tanpa
data dan informasi yang akurat.Kemungkinan pendapat itu dia sampaikan karena
mencari tahu siapa penulisanya tidak terlalupenting dibandingkan memahami dan
melakukan isi dari kitab tersebut.
Selanjutnya
Hadiwiyata lebih suka menyebut penulis Injil Yohanes ini dengan ciri-cirinya
atau sifatnya, bukan dengan namanya[10].Dia
berkata bahwa penulis Injil ini adalah seorang Kristen yang mempunyai dasar
kuat dalam pemikiran dan praktek Yahudi dan memahami pemikiran Hellenisme[11].Hal
ini dapat dimengerti karena memang kitab ini sangat kental nuansa Hellen-nya,
terutama karena kitab atau tulisan ini dibuat untuk melawan arus ginostik yang
begitu kuat pada jaman tersebut.
Pendapat
yang berbeda datang dari Jensen (1970).
Dia berpendapat bahwa dari Yohanes 21:20 dan 23:24 kita ketahui bahwa
yang menulis Injil ini adalah “murid yang dikasihi Yesus” dan orang yang
dikasihi Yesus itu adalah Rasul Yohanes.
Bukti yang lain dapat dilihat dalam Yohanes 13:23; 19:26; 20:2 dan 21:7,
hampir dapat dipastikan bahwa Yohaneslah murid yang dimaksudkan dalam ayat-ayat
itu.[12]
Jensen, mengikuti
pandangan tradisional, mengatakan bahwa Rasul Yohanes, yang kang disebut juga
Yohanes Penginjil, merupakan penulis kitab ini.Atas dasar itulah sehingga judul
kitab ini Injil Yohanes atau Injil menurut Yohanes.[13]
Apa yang disampaikan oleh Jensen ini
hanya dugaan kuat saja. Karena dalam
ayat-ayat yang dia sampaikan itu pun tidak tercantum nama penulis kitab
tersebut. Adapun isi ayat-ayat tersebut
adalah:
Yohanes 21:20
Ketika Petrus berpaling, ia
melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid
yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata:
"Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?"
Yohanes 21:24
Dialah murid, yang memberi
kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu,
bahwa kesaksiannya itu benar.
Yohanes 13:23
Seorang di antara murid Yesus,
yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah
kanan-Nya.
Yohanes 19:26
Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan
murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu,
inilah, anakmu!"
Yohanes 20:2
Ia berlari-lari mendapatkan Simon
Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka:
"Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia
diletakkan."
Yohanes 21:7
Maka murid yang dikasihi Yesus
itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar,
bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak
berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.
Benyamin
(2010) mengutarakan pendapatnya menurut tradisi yang berkembang pada zaman Ireneus,
seorang bapak gereja
pada abad ke-2, penulis Injil ini adalah YohanesbinZebedeus, murid Yesus.[14]Tradisi
yang dianut oleh gereja hingga sekarang juga menyamakan penulis Injil dengan
"murid yang dikasihi Yesus".Dalam seluruh Injil ini, nama Yohanes
bin Zebedeus
tidak disebutkan sama sekali, padahal menurut InjilSinoptik,
murid-murid yang paling akrab dengan Yesus adalah Petrus, Yohanes
bin Zebedeus,
dan Yakobus
bin Zebedeus
(Matius
17:1;Markus 5:37;14:33); hal ini menunjukkan bahwa Yohanes
sendirilah yang menuturkan kisah-kisah dalam Injil tersebut.[15]Penguatan
pendapat bahwa Yohanes bin Zebedeus sebagai penulis Injil ini terdapat dalam Yohanes 21:22-23 karena ia
murid yang hidup cukup lama dibandingkan Yakobus
yang mati terbunuh pada 41 M.Kanon
Muratori[16]
mengindikasikan bahwa Yohanes menyusun Injil ini dengan sepengetahuan bahkan
atas dorongan rasul-rasul yang lain, antara lain Andreas.
Bukan juga Petrus
karena Yohanes
13:23; 20:2; 21:20 menjelaskan kalau ia adalah murid yang
dipertentangkan.[17]
Penulis-penulis pada abad kedua
juga memiliki pandangan bahwa Rasul Yohanes adalah penulis Injil Yohanes. Pada akhir abad kedua, Ireneus, Clement,
Alexandrinus, Teofilus dari Antiokhia, Tertulianus dari Cartago dan Gnosikus,
Heracleon dari Italia dikenal sebagai komentator paling dini atas Injil
keempat, menyetujui kepercayaan yang umum pada waktu itu, bahwa Rasul Yohanes
adalah penulisnya.
Di antara beberapa penulis di
abad kedua, penulis yang dipandang paling penting adalah Irenaeus (180).Pada
masanya orang Kristen mengakui bahwa Injil Yohanes ditulis oleh Rasul
Yohanes. Bahkan ia pernah menulia bahwa
Yohanes, murid Tuhan Yesus yang bersandar pada dada-Nya, juga menerbitkan
sendiri kitab Injil di Efesus, ketika ia tinggal di Asia.
Kesaksian Irenaeus ini dipandang
cukup kuat, karena ia mengenal dari dekat Polycarpus, seorang murid dari Rasul
Yohanes sendiri. Kedekatan hubungan di
antara keduanya menguatkan pandangan ini.
Memang benar bahwa Polycarpus tidak mengutip Injil Yohanes di dalam
suratnya kepada orang-orang Filipi, tetapi tidak berarti bahwa ia sama sekali
tidak mengenal injil tersebut.
Sebenaranya, pada abad kedua,
satu-satunya penolakan atas kepengarangan Rasul Yohanes hanya datang dari suatu
kelompok yang disebut kelompok Alogoi. Kelompok ini merupakan suatu kelompok kecil
di kota Roma. Sebutan Alogoi
diberikan oleh Epifanus karena kelompok ini dianggap menolak ajaran Logos dalam prolog Injil Yohanes
dan mereka dinilai tidak memiliki logos
atau nalar. Menurut kelompok ini, penulis Injil keempat
tidak mungkin salah satu dari Rasul Tuhan Yesus, tetapi penulisnya adalah
Cerinthus, seorang tokoh bidat yang sangat berpengaruh pada akhir abad pertama.[18]
Hal yang
sama disampaikan oleh Hagelberg (2009).
Dalam pembahasan identitas penulis Injil yang keempat kita menemui suatu
pelajaran rohani yang sangta indah, yaitu bahwa tampaknya penulis Injil keempat
rindu supaya identitasnya sebagai Yohanes anak Zebedeus tenggelam dalam suatu
identitas yang jauh lebih indah, yaitu “murid yang dikasihi Yesus”. Suatu
identitas yang mengandung pemahaman kehidupan rohani yang dewasa dan mantap.[19]
Memang
terlihat sebagai sebuah usaha “mempatenkan” satu identitas, sehingga setiap
identitas “murid yang dikasihi Yesus” itu disebut, maka yang terlintas dalam
benak orang adalah nama Rasul Yohanes, dan tampaknya Yohanes berhasil dalam
usahanya tersebut.
Dari segi
pernyataan-pernyataan bapa-bapa gereja, pada tahun 180 M Theophilus dari
Antiokhia menulis secara jelas bahwa Rasus Yohanes adalah penulis Injil yang
keempat.Setelah itu, Ireneaus, Clement dari Aleksandria dan Tertulianus mengaku
Rasul Yohanes sebagai penulis.Diantara bapa-bapa gereja tidak ada yang
menyangkal Yohanes sebagai penulis Injil keempat.[20] Dugaan ini diperkuat oleh fakta sebagai
berikut:
1.
Penulis atau pengarang Injil keempat adalah seorang
murid yang pada waktu mereka makan bersama, duduk dekat Yesus. Dialah yang disebut dengan “murid yang
dikasihi Yesus” (Yoh 21:20 dan 24)
2.
Didalam Injil-Injil kita melihat bahwa pada beberapa
peristiwa yang penting, Yesus memilih tiga orang murid berserta-Nya: Petrus,
Yohanes dan Yakobus (Lukas 9:28; Mat 26:37).
3.
Jika kita menganggap bahwa diantara mereka sudah
terdapat “murid yang dikasihi” maka pilihan jatuh kepada salah seorang anak
Zebedeus: Yohanes atau Yakobus.
4.
Dipastikan Yakobus bukan penulis Injil keempat ini
karena diketahui bahwa Yakobus meninggal ketika masih muda atau sebelum tua umurnya (Kis 12:2)
5.
Dengan demikian dugaan yang paling kuat adalah Yohanes,
karena Yohanes 21:23 dapat kita simpulkan sebagai penulis yang sangat lanjut
(tua) umurnya.[21]
Setiap pandangan tentulah
memiliki acuan-acuan serta argumentasi yang meyakinkan, oleh karena itu perlu
dilakukan analisa yang mendalam dan tepat terhadap alasan-alasan yang mendasari
pandangan-pandangan yang ada.Yang menjadi hal penting dan utama adalah apapun
pada akhirnya pandangan yang dipegang haruslah didasarkan pada data-data
internal yang kuat (informasi-informasi tertentu dari dalam kitab itu sendiri)
dan didukung oleh data-data eksternal (informasi-informasi historis berkenaan
dengan Injil Yohanes.
Jika demikian, siapakah penulis
Injil Yohanes berdasarkan beberapa informasi yang terdapat dalam kitab Injil
Yohanes ini? Beberapa informasi atau
data penting yang didapatkan dari dalam kitab Injil Yohanes dapat dijabarkan
sebagai berikut[22]:
Pertama, secara implisit diperlihatkan bahwa penulis kitab ini
adalah seorang Yahudi.Hal tersebut dapat terlihat dari begitu besarnya
perhatian penulis terhadap hal-hal keyahudian.Kitab
ini menjelaskan tentang hari-hari raya umat Yahudi, baik arti perayaannya dan
waktu perayaannya (Yoh 7:2; 11:5).Ia juga mengetahui hubingan yang kurang ramah
antara orang Yahudi dengan Samaria (4:9).
Kemungkinan ia dilahirkan di Palestina karena memiliki pengetahuan yang
sangat terperinci akan wilayah Galilea (2:1), Samaria (4:5), Yerusalem dan
sekitarnya (11:8).
Kedua, secara ekspilisit diperlihatkan bahwa penulisnya adalah
seorang “mata-mata” dalam pelayanan Tuhan Yesus.Dalam kitab ini, sanga penulsi
sangat teliti dalam hal waktu dan hal lainnya.Ia mengetahui secara persis pukul
berapa Tuhan Yesus memanggil murid-muridNya (1:39).Ia pun memcata pukul berapa
Tuhan Yesus duduk di pinggir sungai Yakub (4:6). Dia menjelaskan bahwa orang yang melihat
sendiri ketika Tuhan Yesus ditikam yang memberikan kesaksian. Selain itu, ia mencatat jumlah roti dan ikan
yang tersedia dan jumlah orang yang makan ketika terjadi mujizat memberi makan
5000 orang (6:9-10), ia pun mencatat
gerak-gerik Tuhan Yesus ketika Dia membungkuk ke tanah untuk menulsi sesuatu
(8:8). Demikian pula ia mencatat dengan
lengkap peristiwa pemotongan telinga seorang Imam Besar bernama Malkus yang
dilakukan oleh Petrus (18:10-11). Ketika
Tuhan Yesus disalibkan, ia pun mengetahui saat kematian-Nya, juga tentang
tusukan di lambung dan darah yang keluar bersama air, ia sendiri menyaksikan
hal itu (19:33-35). Kedatangan Yusuf
Arimatea secara diam-diam yang diperkirakan karena ia takut diketahui oleh
pemuka agama, dilaporkan secara teliti dan cukup lengkap. Demikian pula peristiwa kedatangan Nikodemus
yang membawa campuran minyak mur dan minyak gaharu, penulis tidak lupa
memberitahukan berat minyak yang dibawanya, yakni 50 kati, untuk meminyaki
mayat Tuhan Yesus (19:39). Semua
informasi tersebut menunjukkan bahwa penulis adalah saksi mata atas
kejadian-kejadian yang dituliskannya.
Karena penulis merupakan saksi mata dari semua peristiwa yang
dilaporkannya, maka ia telah bersaksi secara meyakinkan dalam kitab ini.
Ketiga, menurut pasal 21:20-24, penulis merupakan murid yang dikasihi Tuhan Yesus (bdg
13:23; 19:26; 20:2; 21:7). Jika pasal
13:23 dicermati dengan baik, maka jelas bahwa murid itu bersandar kepada Tuhan
Yesus, yakni disebalah kanan-Nya.Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
penulis Injil Yohanes merupakan salah satu dari kedua belas murid Tuhan Yesus.
Selanutnya ketika dicermati maka
dari kedua belas murid itu, yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan Tuhan
Yesus adalah : Petrus, Yohane dan Yakobus.
Ketiganya dikatakan mempunyai hubungan yang istimewa dengan Tuhan Yesus
karena pada beberapa peristiwa penting, mereka inilah yang diajak Tuhan Yesus
untuk menemani-Nya (bdg Mat 17:1; Mrk 5:37; 9:2; 14:33; Luk 9:28).Atas dasar
itu maka dapat dikatakan bahwa murid yang dikasihi Tuhan Yesus adalah salah
satu dari ketiga murid terdekat Tuhan Yesus itu.
Apabila murid itu dikenakan pada
Rasul Petrus, sangat tidak cocok.Mengapa?karena justru Petruslah yang member
isyarat kepada murid itu (13:23-24), selain itu Petrus juga disebut sebagai
pribadi yang berbeda dengan murid yang dikasihi Tuhan Yesus tersebut (20:2;
21:20). Lalu apabila dikenakan kepada
Yakobus juga nampaknya tidak mungkin.
Karena pasal 21:23 memberikan petunjuk bahwa murid itu meninggal pada
saat ia sudah tua sekali. Sampai timbul
desas-desus bahwa ia tidak akan mati.
Sementara Yakobus telah mati terbunuh sebagai sahid tidak lama setelah
tahun 44 (Kis 12:2).
Karena itu, “murid yang dikasihi
Yesus” itu lebih tepat dikenakan kepada Rasul Yohanes.Karena dia merupakan
salah satu murid yang paling dekat dengan Tuhan Yesus dan merupakan saksi mata
utama.Terlbeih lagi, dia merupakan satu-satunya murid yang menyaksikan
penyaliban Tuhan Yesus dari dekat (Yoh 18:15-16; 19:25-27; bnd Mat 26:56; Luk
22:62). Pandangan ini turut diperkuat
oleh fakta bahwa Rasul Yohanes meninggal dalam usia yang sudah sangat
lanjut.
Berdasarkan data-data internal
yang sangat kuat dan didukung oleh data-data eksternal, maka dapat dikatakan
bahwa Rasul Yohanes anak Zebedeus adalah penulis Injil Yohanes.
Namun, perlu juga diketahui ada
beberapa keberatan yang umum dianut, yaitu bahwa Rasul Yohanes yang berlatar
belakang sebagai seorang nelayan sederhana pasti tidak bisa menyusun buku yang
isinya sedalam Injil Yohanes.Apalagi oleh Sanhedrin di Yerusalem, ia dan Petrus
dianggap sebagai orang yang tidak terpelajar dan bodoh, awam yang tidak
berpendidikan (Kis 4:13).
Kelihatannya keberatan tersebut
sangat masuk akal.Tetapi sebenarnya jika teliti lebih mendalam, ternyata
keberatan tersebut sangat lemah.Memang benar bahwa Rasul Yohanes anak Zebedeus
tidak pernah belajar khusus di bawah bimbingan seorang rabbi Yahudi yang
ternama. Tetapi ia telah belajar secara
langsung kepada Tuhan Yesus. Adalah Rabbi
Yahudi yang sehebat bahkan melebihi Tuhan Yesus?Tidak ada satu rabbi pun yang
mengajar seperti Tuhan Yesus. Faktanya,
ketika Yesus berkhotbah di bukit, orang banyak takjub dan heran mendengat
pengajaran-Nya. Sebab ia mengajar mereka
sebagai orang yang berkuasa tidak seperti ahli-ahli Taurat Yahudi (Mat
7:28-29). Fakta kedua, ketika Tuhan
Yesus terangkat ke Sorga, Yohanes masih sangat muda, kira-kira berumur 27
tahun, sehingga masih banyak waktu bagi
dia untuk mengembangkan kemampuannya termasuk dalam hal menulis. Terbukti dari seiring berjalannya waktu
banyak perubahan karakter yang dialami oleh Rasul Yohanes, dari seorang yang
meledak-ledak menjadi orang yang penyabar dan penuh kasih.Demikianlah dalam hal
pengetahuannya tentang Tuhan Yesus pasti mengalami peningkatan yang
menggembirakan.Perjumpaan dan kedekatannya dengan Rabbi Yang Maha Hebat, yaitu
Tuhan Yesus Kristus telah memungkinkan hal-hal yang nampaknya mustahil dalam
pandangan dunia ini.[23]
Ada kecenderugnan kuat untuk
menganggap bahwa ada satu golongan “Yohanes”, yakni sekelompok orang Kristen
mula-mula yang memiliki pandangan-pandangan yang sama, tetapi yang berbeda
-katakanlah- dengan Paulus dan dengan orang-orang yang berpikir seperti Paulus,
atau dengan kelompok orang Kristen lainnya yang pandangan mereka terangkum
dalam gagasan-gagasan Injil Sinopsis.[24]
Keberatan yang kedua adalah,
kalau memang Rasul Yohanes-lah penulis Injil Yohanes, mengapa dia tidak
menuliskan namanya dalam kitab tersebut?Mungkin ini adalah bukti kerendahan
hatinya.Ia tidak mau secara terang-terangan mengatakan bahwa dialah murid yang
dikasihi Tuhan Yesus. Dia tidak mau
terlalu ekstrem menonjolkan dirinya.Dengan rendah hati dia menyembunyikan
dirinya.[25]
Agar Yohanes si penulis lebih
dikenal, berikut ini beberapa keterangan dan fakta mengenai dia:[26]
1.
Yohanes adalah anak dari Zebedeus (21:2) dan Salome
(bnd Mat 27:56; Mrk 15:40; Yoh 19:25).
Ia dan Tuhan Yesus adalah saudara sepupu karena Salome adalah saudara
perempuan Maria, ibu Yesus. Hal ini
sedikit dapat menerangkan hubungan yang sangat dekat di antara keduanya.
2.
Yohanes adalah saudara Yakobus. Mereka berdua diberikan julukan “Boanergers”
atau anak-anak guruh, oleh Tuhan Yesus.
Julukan ini menunjukkan suatu kepribadian yang berapi-api (bnd Luk
9:52-56). Keduanya sangat berambisi pada
masa mudanya (Mrk 10:35-38), tetapi setelah Yohanes semakin lanjut usia, ia
menjadi sangat lemah lembut, seperti yang terlihat dalam surat-suratnya. Pada masa tuanya ia ditangkap dan dibawa
sebagai tawanan ke pulau Patmos dan di sanalah ia menulis surat Wahyu, pada
jaman kaisar Domitian. Kemudian ia
dilepaskan dan kembali ke Efesus dan ia meninggal ketika usia kira-kira 100
tahun.
3.
Sebelum menjadi murid Tuhan Yesus, Yohanes adalah
seorang nelayan di Danau Galilea.
Zebedeus, ayahnya, mungkin adalah seorang yang kaya (bnd Mrk
1:19-20). Ia sendiri juga disebutkan memiliki
rumah sendiri (Yoh 19:27).
4.
Yohanes anak Zebedeus ini terlebhi dahulu menjadi murid
Yohanes Pembaptis sebelum menjadi murid Tuhan Yesus (Yoh 1:35-41). Umurnya pada waktu mengikut Tuhan Yesus,
mungkin sekitar 25 tahun.
5.
Rasul Yohanes adalah seorang Yahudi yang tinggal di
Palestina, teman dekat Rasul Petrus, dan hidup sejaman dengan
peristiwa-peristiwa yang ditulis dalam Injil ini. Ia berasal dari Kapernaum (Mat 4:13 dst).
6.
Rasul Yohanes menjadi seorang pemimpin dalam jemaat di
Yerusalem. Atas nama para rasul, dia dan
Petrus menumpangkan tangan atas orang-orang Samaria yang sudah bertobat melalui
penginjilan Filipus (Kis 8:14). Rasul
Yohanes dapat disebut sebagai tokoh utama gereja Yerusalem sewaktu Paulus mengunjungi
kota itu kira-kira 14 tahun setelah pertobatannya (Gal 2:9).
7.
Di samping Injil ini, Rasul Yohanes juga menulis tiga
surat (1, 2 dan 3 Yohanes) dan Kitab Wahyu.
8.
Hanya sedikit keterangan sejarah mengenai Rasul Yohanes
setelah peristiwa-peristiwa yang dilaporkan dalam keempat kitab Injil: hubungannya
dengan Petrus (Kis 4:1-22; 8:14-15); hubungan dengan Paulus (Gal 2:9); dan
pengalamannya ketika dibuang ke Pulau Patmos, sekitar tahun 95 (Why 1:1, 4, 9)
b.
Penerima Kitab Injil Yohanes
Setiap kitab,
Injil atau Surat Rasul yang ditulis tentunya bertujuan untuk disampaikan kepada
seseorang atau sebuah komunitas.Demikian juga kitab Injil Yohanes pasti
ditujukan kepada seseorang atau komunitas tertentu.Surat ini ditujukan bagi
kelompok pembaca yang menyendiri.[27]Yang
dimaksud dengan kelompok pembaca di sini adalah sebuah kelompok yang merupakan
cabang dari persekutuan umat purba yang tradisinya berpusat pada YesusKristus dan
murid-muridNya.Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani karena bahasa yang
digunakan oleh kelompok pembaca adalah bahasa Yunani, oleh
karena itulah penulis menerjemahkan beberapa istilah Yahudi ke dalam
bahasa Yunani
(misal: Mesias, Rabuni, Rabi, dll).[28]Kelompok
pembaca ini bertikai dengan beberapa pihak.Pertama dengan pengikut Yohanes
Pembaptis, kedua dengan orang Yahudi.Terlepas
dari itu, tulisan-tulisan Yohanes dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat Gnostikisme[29]
untuk melawan pengaruh aliran tersebut dalam tubuh jemaat.[30]Hal
ini ditegaskan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam tulisan Yohanes,
seperti kosmos,
maut, hidup, anak-anak Allah, dll.
Lalu siapakah
pembaca pertama Injil ini?Kepada siapakah Injil ini pertama sekali
ditujukan? Menurut Hanggar, acuan dasar
dalam menjawab pertanyaan ini adalah Yohanes 20:30-31[31],
yang berbunyi:
Memang masih banyak tanda lain
yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam
kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu
[sekalian] percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu
[sekalian] oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.
Siapakah
yang dimaksud dengan “kamu [sekalian]”
dalam ayat ini? Mereka adalah para pembaca pertama Injil Yohanes atau dengan
kata lain, kepada merekalah Injil ini ditujukan.
Abineno
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “kamu
[sekalian]” adalah mencakup orang-orang Yahudi diaspora, baik yang belum
maupun yang sudah menjadi Kristen.[32] Namun ia sendiri juga mengakui bahwa ada
kesan bahwa Injil ini ditujukan kepada orang-orang Kristen bukan Yahudi. Mengapa demikian?Karena di dalamnya terdapat
beberapa kata Ibrani atau Aram yang diterjemahkan dan kebiasaan-kebiasaan
Yahudi yang diterangkan.Seandainya Injil ini ditujukan kepada orang-orang
Yahudi di Palestina, maka sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan oleh
penulis. Atas dasar itu, maka ia lebih
cenderung meyakini bahwa kitab ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi
diaspora. Menurut Abineno, tindakan
“menterjemahkan dan menerangkan” itu tetap dipandang penting, karena
orang-orang Yahudi diaspora sudah banyak terpengaruh oleh budaya helenis
(Yunani).
Pandangannya
itu paling kuat ia dasarkan pada pernyataan Tuhan Yesus sendiri dalam Yohanes
16:2 “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang
membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah”. Mereka akan dikucilkan dari rumah ibadat. Perkataan ini tentunya ditujukan kepada
murid-muridNya sendiri sebagai orang-orang Yahudi.
Namun,
keyakinan ini sukar diterima. Karena
cakupan kata “kalian” dalam Yohanes 16:2 dan Yohanes 20:31 cenderung tidak
sama. Yang pertama, memang mengacu
kepada murid-murid Yesus sendiri yang sudah jelas merupakan orang-orang Yahudi
(namun perlu diperhatikan bahwa sebenarnya para murid pun bukanlah orang-orang
Yahudi diaspora), tetapi yang kedua mencakup obyek Injil ini secara luas.
Chapman[33]
memiliki pendapat yang berbeda.Menurutnya, Injil Yohanes ditulis untuk semua
orang Kristen, sebagai suatu kesaksian untuk meyakinkan mereka dalam
kepercayaannya.
Duyverman[34]
berpendapat bahwa kata “kamua sekalian” mencakup para pembaca di seluruh
dunia.Artinya, Yohanes tidak menujukan Injil ini kepada orang atau komunitas
tertentu tetapi lebih kepada seluruh orang Kristen. Sebenarnya argument ini kurang kuat karena
konteks jaman Yohanes tentunya tidak sama dengan keadaan saat ini. Walau demikian, Umbu Hanggar[35]
sepakat dengan pendapat Duyverman ini dan memberikan pendapat yang sangat
meyakinkan.Tindakan menterjemahkan kata-kata Ibrani dan Aram dan menerangkan
kebiasaan-kebiasaan agama Yahudi tampaknya kurang tepat jika Injil tersebut
ditujukan hanya kepada orang-orang Yahudi diaspora saja.Karena orang-orang
Yahudi diaspora sekalipun tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu terperinci
mengenai semua istilah, apalagi istilah-istilah yang berkenaan dengan
pokok-pokok iman Yudaisme. Misalnya
kurang tepat untuk mengatakan bahwa penulis perlu menjelaskan arti Rabbi dan Mesias
kepada orang-orang Yahudi, sekalipun mereka adalah orang-orang Yahudi diaspora
(lihat 1:38;41). Jadi ada indikasi yang
kuat di sini bahwa Injil ini juga ditujukan untuk orang-orang bukan Yahudi yang
memang membutuhkan penjelasan yang sedetail itu.
Di sisi
yang lain, indikasi bahwa Injil ini ditujukan juga untuk orang-orang Yahudi
secara umum juga sangat kental.
Penggambaran jati diri tokoh utama sebagai Mesias yang dijanjikan (1:41;
4:25), merujuk kepada target pembaca yang adalah orang-orang Yahudi. Selain itu, terkesan bahwa penulis bermaksud
memperlihatkan ketidakpercayaan Yudaisme (1:11), dan bahwa ketidakpercayaan
tersebut tidak dapat dibenarkan sama sekali.
Karena
itu, memang jauh lebih baik untuk berpandangan bahwa Injil ini ditujukan untuk
semua orang, bukan hanya untuk orang-orang Yahudi diaspora, atau orang-orang
Yahudi di palestina saja, melainkan juga untuk orang-orang non-Yahudi di
seluruh dunia. Boleh dikatakan Injil
Yohanes adalah untuk semua orang, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi.
Setelah
menentukan bahwa Injil Yohanes ditujukan untuk semua suku bangsa, pertanyaan
selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah: apakah Injil Yohanes ini hanya
ditujukan untuk orang-orang yang sudah menjadi Kristen atau sebaliknya hanya
untuk mereka yang belum menjadi Kristen?
Hasan
Sutanto di dalam Interlinearnya menuliskan kata “kamu [sekalian]percaya” pada
pasal 20:31, dengan menggunakan kata kerja Yunani ‘pisteu(s)hte’.[36]Penulisan
seperti ini (adanya penyisipan huruf ‘s’) sangat mungkin
berdasarkan pertimbangan bahwa dalam beberapa naskah kuno kata kerja ini
memakai bentuk ‘present tense’ (pisteuhte,
tensis kini-subyungtif), sedangkan dalam mayoritas naskah bentuknya ‘aorist’ (pisteushte, tensis
aorist-subyungtif).
Jika kata
tersebut berbentuk kini-subyungtif (pisteuhte),
maka terjemahannya adalah “supaya kalian
boleh terus menerus mempercayai” kemesiasan dan keilahian Yesus
Kristus. Sedangkan njika kata itu
berbentuk aorist- subyungtif (pisteushte),
maka terjemahannya adalah ”supaya kalian
bole mulai mempercayai” kemesiasan dan keilahian Yesus. Atas dasar itu maka sering kali orang
mengambil kesimpulan: jika kata itu berbentuk present, maka Injil ini ditujukan
kepada mereka yang sudah menjadi Kristen.
Sedangkan jika kata itu berbentuk aorist, maka Injil ini ditujukan
kepada mereka yang belum menjadi Kristen.
Umbu
Hanggar cenderung setuju dengan Hasan Sutanto, sebagaimana terdapat dalam
mayoritas naskah, bahwa bentuknya yang asli adalah aorist subyungtif.Dengan
demikian terjemahan terhadap Yohanes 20:31 adalah “supaya kamu sekalian mulai mempercayai bahwa Yesus adalah
Mesias, Anak Allah”.Akan tetapi bukan berarti bahwa Injil ini hanya ditujukan
bagi mereka yang belum menjadi Kristen saja.Karena jika keseluruhan Injil ini
dicermati, maka jelaslah bahwa Rasul Yohanes mengharapkan para pembacanya mulai
memiliki “iman yang sejati”.Bisa jadi seseorang telah menjadi Kristen namun
imannya belum sejati.Kecenderungan ini sangat nyata misalnya dalam Yohanes
pasal 6.Orang-orang yang kelihatannya sudah sangat mempercayai keilahian Yesus
ternyata akhirnya mengundurkan diri dan berhenti mempercayaiNya.Atas dasar itu,
maka dapat dikatakab bahwa Injil ini juga bermaksud untuk mengoreksi iman dari
orang-orang yang sudah menjadi Kristen.Sejauh manakah kesejatian iman mereka?Dengan
demikian, ayat di atas sebaiknya diterjemahkan “supaya kalian mulai mempercayai secara benar bahwa
Yesus adalah Mesias, Anak Allah”.
Berdasarkan
semua penjelasan di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Injil Yohanes
merupakan “Injil universal” atau Injil untuk semua; tanpa memandang suku; tanpa
memandang agama.Injil adalah untuk orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan
Yahudi, baik mereka yang sudah menjadi Kristen juga bagi mereka yang belum
menjadi Kristen.
Untuk
memperkuat pandangan tersebut, berikut ini Umbu Hanggar mepaparkan beberapa
alasan lain yang mendukung pandangan bahwa Injil Yohanes adalah Injil
universal.[37]Pertama, Yohanes si penulis sangat
banyak menggunakan kata paV (baca: pas)
dalam berbagai bentuk infleksinya. Kata
ini berarti “semua, seluruh, setiap, siapa saja, dan segala” (1:7, 9, 16; 2:10;
3:15-16; 5:23, 28; 6:37, 39, 40, 45; 8:34; 11:26; 12:46; 13:35; 15:2; 16;13;
17:2; 18:37 dan lain-lain). Setiap kali
ayat-ayat yang mengandung kata pas
dibaca, maka para pembaca akan mendapat kesan keuniversalan Injil ini, yakni
bahwa Injil Yohanes ditujukan untuk siapa saja.
Kedua, adanya pemakaian
istilah “LOGOS”(1:1, 14) yang dikenal luas pada masa Rasul Yohanes.Sebenarnya,
ia tidak perlu menggunakan istilah tersebut, jika ia memang sedang
memperkenalkan Mesias hanya kepada orang-orang yahudi diaspora saja. Ia hanya perlu menggunakan kata Yunani yang
sepadan dengan istilah Mesias, yaitu Kristus.
Karena itu, penggunaan istilah LOGOS dalam prolog Injil Yohanes
merupakan salah satu acuan yang cukup kuat, bahwa Injil ini memang ditujukan
bagi “siapa saja” dari segala bangsa dan penjuru bumi, terutama kepada
bangsa-bangsa yang mengenal istilah tersebut pada masa Rasul Yohanes. Dengan memperlihatkan tokoh utama sebagai
tokoh yang universal[38],
maka tujuan Injil ini pastilah universal juga.Ketiga, adanya rangkaian cerita yang berasal dari Clement (230),
yang mengatakan bahwa Rasul Yohanes menulis Injil ini karena desakan
kawan-kawannya, dengan keterangan dari naskah tulisan Codek Toletanus, yang
mengatakan bahwa Yohanes menulis atas permintaan para uskup di Asia, untuk
melawan Cerinthus dan para penganut bidat yang lain. Demikian juga keterangan serupa yang
diperoleh dari dokumen Kanon Muratoria.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
maksud penulisan Injil Yohanes juga adalah untuk menolong orang-orang Kristen,
agar tidak terjebak dalam pengaruh bidat (misalnya bidat doketisme yang tidak
mempercayai bahwa Yesus sugnguh-sungguh manusia yang berdaging); dan di sisi
yang lain, menolong penganut bidat agar menyadari kesalahpahamannya tentang
iman Kristen (lihat 1:14).
Terlebih lagi pasa
saat Rasul Yohanes menulis Injil ini, jemaat Kristen Yahudi sudah cukup matang
dan sedang berada dalam masa peralihannya.
Jika sebelumnya mereka bersikap sangat ekslusif, maka pada saat
penulisan Injil ini mereka sudah mulai bersikap menjangkau semua bangsa (bnd
Kis 10).Karena itu sangat logis
jika untuk membuat kesimpulan bahwa Injil keempat ini merupakan Injil
universal, yaitu Injil untuk semua manusia, khususnya mereka yang hidup di
akhir abad pertama dan awal abad kedua.
2.
Waktudan Tempat Penulisan Kitab
a.
Waktu Penulisan Kitab
Menentukan tahun penulisan Injil
Yohanes bukanlah suatu perkara yang mudah.Sebagian kecil dari sebuah naskah
Injil Yohanes, yang disalin pada awal abad pertama sudah ditemukan di
Mesir.Mengingat bahwa naskah tersebut harus disalin dan dibawa ke Mesir, maka
kita berkeyakinan bahwa Injil Yohanes ditulis sebelum tahun 100M[39].Satu
hal yang perlu dicatat dan diketahui ialah bahwa Injil ini sudah tersebar sejak
awal abad kedua, maka berdasarkan fakta ini diperkirakan bahwa Injil ini telah
diterbitkan pada akhir abad pertama.Olla Tuluan berpendapat bahwa Injil Yohanes
tidak mungkin ditulis sebelum tahun 70.[40]Adina
Chapman memprediksi tahun penulisan Injil ini antara tahun 80 sampai tahun 100.[41]Berbeda
sedikit dengan Chapman, Bruce memperkirakan penulisan Injil Yohanes dalam
rentang waktu yang lebih sempit yaitu sekitar tahun 90-100.[42]Groenen[43]
dan Duyverman[44]
sama-sama memperkirakan penulisan Injil Yohanes ini hanya pada kisaran tahun
100.Umbu Hanggar cenderung berkeyakinan bahwa tahun penerbitan Injil Yohanes
adalah sekitar tahun 96-100.Pandangan terakhir jauh lebih bisa diterima. Karena keyakinannya tersebut berdasarkan pada
fakta bahwa Rasul Yohanes dibuang ke Pulau Patmos tahun 95 dan ia berada di
sana selama beberapa bulan[45]. Sesudah itu barulah ia ke Efesus.
Salah seorang bapak gereja yang
bernama Ignatius yang mati sahid kira-kira tahun 115, terlihat sangat
dipengaruhi oleh pelajaran yang khas dari Injil ini. Polycarpus, yang menulis kepada gereja yang
ada di Filipi tidak lama setalah kematian Ignatius mengutip surat yang pertama
dari Yohanes. Gnostikus Basilides (130)
mengutip Yohanes 1:9, demikian juga Yustinus Martyr (150) mengutip cerita tentang
Nikodemus dari Yohanes pasal 3.Muridnya, Tatianus (170) memasukkan kitab Injil
keempat ini ke dalam bukunya yang berjudul Diatessaron. Kira-kira pada waktu yang sama Melito, Uskup
Sardis, menunjukkan ketergantungannya atas Injil ini dalam tulisannya, Khotbah Paskah.
Memang, ada tradisi yang
meyakinkan bahwa Rasul Yohanes hidup sampai lanjut usia (Ireneus), dan bahwa
Injil Yohanes ditulis setelah Injil Matius, Markus dan Lukas (Irenius, Clement
dan Eusebius). Tetapi tidak ada tradisi
yang kuat bahwa Injil Yohanes ditulis pada waktu Rasul Yohanes sudah lanjut
usia.[46]
Pendapat Carson tersebut ingin
menegaskan bahwa penulisan Injil Yohanes adalah sebelum tahun 100, yaitu
sebelum penulisnya, Rasul Yohanes, lanjut usia.
Sebagian besar ahli berpendapat
Injil Yohanes diperkirakan ditulis beberapa tahun setelah pengusiran orang
Kristen Yohanes dari sinagoga yaitu sekitar tahun 80M.Tahap pertama sejarah
komunitas tersebut kiranya terjadi antara tahun 40-70M; tahap kedua sekitar
tahun 70-80; tahap ketiga tahun 80-100.Penhinjil menyusun karyanya satu decade
lebih dulu dari seperti biasa diperkirakan orang, jadi sekitar tahun 80 M.[47]
Senada dengan Carson, Hadiwiyata
juga dengan pengamatan yang cukup logis yang mengisahkan tentang pengusiran
pengikut Yohanes dari sinagoga akibat dari dekret resmi Konsili Yamnia,
menyimpulkan bahwa Injil keempat ini telah ditulis pada sekitar tahun 80M.
Dengan demikian kemungkinan besar
Injil ini ditulis antara tahun 80 dan 90 .menurut keterangan yang diperoleh
dari Dead Sea Scroll[48],
mungkin Injil ini ditulis antara tahun 65 dan 75. Pada waktu itu Yohanes berumur antara delapan
puluh dan Sembilan puluh tahun.[49]
b.
Tempat Penulisan Kitab Injil Yohanes
Tidak seperti tahun penulisan
Injil Yohanes yang mengundang beragam pendapat, tentang tempat penulisan Injil
Yohanes hampir semua ahli setuju bahwa Injil keempat tersebut ditulis di
Efesus. Sejarah gereja menyatakan bahwa
Yohanes telah pergi ke Asia Kecil dan menjadi pemimpin dalam pekerjaan Tuhan di
sana, pada masa tuanya ia tinggal di Efesus
dan di sanalah ia menulis Injilnya[50].
Sejak jaman Irenaeus terdapat
tradisi yang mengatakan bahwa Rasul Yohanes menulis Injil keempat pada waktu
dia berada di Asia, yaitu di Efesus.
Juga dikatakan bahwa ia meninggal pada usia yang sangat lanjut pada masa
kekuasaan Kaisar Trayanus (98-117).
Menurut Irenaeus,
Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil, yaitu di Efesus ketika
pertumbuhan gereja mulai matang dan timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih
lanjut tentang kaidah iman.[51]
Bagaimanakah Yohanes sampai ke
sana? Dari sejarah gereja kita
mengetahui bahwa orang-orang Kristen menyingkir ke desa Pella – di sebelah
timur Yordan (bnd Mat 24:15) – waktu Kota Yerusalem hendak dikepung oleh
tentara Roma (68). Kemudian separuh lagi
tersebar kemana-mana.Mungkin Yohanes dan beberapa teman pergi ke Efesus dan
lalu menetap di situ sekitar tahun 80.[52]
Untunglah masih bisa didapatkan
beberapa keterangan penting dari bapak-bapak gereja. Polikrates, seorang Uskup di Efesus (190)
mengatakan bahwa Rasul Yohanes meninggal di Efesus sesudah ia menjadi saksi dan
guru. Irenaeus mengatakan bahwa Rasul
Yohanes menerbitkan Injil untuk menelanjangi kesalahan bidat-bidat dan dia lama
tinggal di Efesus sampai jaman Trayanus memerintah. Yerome juga mengulangi tradisi bahwa Rasul
Yohanes tinggal di Efesus sampai usia yang sangta tua.
3.
Maksuddan Tujuan Penulisan Kitab
a.
Maksud Penulisan Kitab
Apa yang
tertulis dalam Yohanes 1:1-18 dapat kita sebut sebagai prolog/pendahuluan yang
membentangkan program dari apa yang dituturkan selanjutnya. Dalam prolog itu dapat dibedakan selaku
unsur-unsur utama[53]:
1.
Firman Allah yang kekal dari Allah yang Kekal (1:1),
Anak Tunggal Allah yang mulia (1:14;18), yang di dalamnya ada terang dan hidup
(1:4)
2.
Menjadi manusia dating ke dunia, yaitu miliki
kepunyaanNya (1:9, 11, 14), tetapi dunia tidak menerima Dia (1:5,10)
3.
Orang-orang yang percaya kepadaNya diperanakkan kembali
(1:12), menerima dari kepenuhan-Nya kasih karunia demi kasih karunia (1:16)
Rasul Yohanes memberitahukan
secara gamblang, bahwa maksudnya menuliskan Injil ini adalah agar para
pembacanya “menjadi percaya” akan kemesiasan dan keilahian Yesus Kristus (Yoh
20:30-31). Dengan kalimat lain, maksud
Injil Yohanes adalah agar para pembaca mulai mempercayai bahwa Yesuslah Mesias
sejati, dan lebih daripada itu, Dia adalah Anak Allah. Menurut Tenney, penulisan Injil Yohanes
adalah dalam rangka apologetika, yaitu untuk mempertahankan ajaran yang benar,
khususnya dalam menentang ajaran dochetisme yang menyangkal bahwa Yesus adalah
sungguh-sungguh manusia. Di sisi yang
lain, ia mengatakan bahwa Injil ini ditulis untuk melengkapi berita tentang
kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah
dinyatakan secara tertulis dalam Injil-Injil Sinopsis.[54]
b.
Tujuan Penulisan Kitab
Tujuan InjilYohanes ditulis
adalah untuk melawan Gnostikisme[55]
dengan mempertahankan suatu keyakinan (apologetic).[56]Karena
pada jaman Rasul Yohanes memang gnostikisme berkembang dengan pesatnya dan bahkan
telah mulai masuk dan mempengaruhi orang-orang Kristen.Yohanes
menyatakan tujuan untuk tulisannya dalam 20:31,
yaitu "supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu
oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." Sebuah naskah kuno Yunani
dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan
"percaya", yaitu aorist subjunctive ("sehingga kamu dapat
mulai mempercayai") dan present subjunctive ("sehingga kamu
dapat terus percaya")[57].
Jikalau Yohanes
bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya
untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau yang kedua, Yohanes
menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya
kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh
dengan Bapa dan Anak (bandingkan 17:3).Walaupun
kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes,
isi dari Injil
ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama.Injil ini juga ditujukan
bagi mereka yang memiliki minat terhadap filsafat.[58]Kisah-kisah
yang terkandung dalam Injil Yohanes juga sengaja ditulis untuk melengkapi
berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada
masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis di dalam Injil-injil Sinoptis.[59]
Walaupun ada pakar yang meragukan adanya ketergantungan Injil ini dengan Injil
Sinoptik, kebanyakan pakar menerima bahwa Injil ini memang mempunyai
ketergantungan dengan Injil-injil yang lain, paling tidak, penulisnya mengetahui
isi ketiga Injil yang lain.[60]
4.
Ciri-Ciri Kitab
Setiap
kitab tentulah mempunyai ciri-ciri dan keunikan tersendiri.Terkadang hal
tersebut secara tidak langsung telah menjadi identitas suatu kitab sehingga
pembaca dapat lebih mudah mengenal dan memahami.Demikian juga kitab Injil
Yohanes memiliki cirri-ciri atau keunikan sendiri. Adapun cirri-ciri dan keunikannya adalah
sebagai berikut:[61]
Pertama, isinya sangat mendalam, namun
bahasanya sangat sederhana. Secara
khusus ketika para pembaca memperhatikannya dari perspektif narasi, maka
kedalaman isinya akan semakin terlihat.
Memperhatikan penggunaan unsur “waktu” dalam Injil Yohanes akan
mengantar para pembaca kepada kedalaman makna dari setiap bagian kitab
tersebut. Sebab setiap penggunaan unsur
waktu selalu memiliki maksud yang khusus.
Pencermatan ini akan semakin memperlihatkan keindahan Injil
Yohanes. Seorang ahli pernah mengatakan
“kitab Injil Yohanes merupakan kitab yang paling indah di antara semua
kitab.”Luther sendiri pernah menulis, “Dalam hidupku, belum pernah aku membaca
buku yang kata-katanya lebih sederhana dari Injil Yohanesini, namun kata-kata
itu mengungkapkan banyak hal penting.”
Kedua, gaya penulisannya memperlihatkan
suatu kesatuan yang sangat utuh dari cerita-cerita hasil seleksi.Ada banyak
kisah yang diceritakan dalam Injil Yohanes.
Kisah yang satu berkaitan erat dengan kisah yang lain sedemikian
rupa. Pasal yang satu memiliki hubungan
yang kuat dengan pasal terdahulu, dan atau pasal yang mengikutinya.Adanya
“keterkaitan” seperti itu merupakan nilai khas Injil Yohanes. Ketika para pembaca mencermatisecara teliti
hubungan antar perikop dan pasal dari kitab ini, maka kita akan segera
menemukan jalinan kebenaran-kebenaran hakiki tentang hakekat mempercayai
kemesiasan dan keilahian Yesus secara benar.
Apa yang belum dijawab pada bagian tertentu akan terjawab pada bagian
lainnya. Itulah sebabnya para pembaca
perlu membaca keseluruhan Injil ini secara cermat.Karena Yohanes si penulis
telah menyeleksi setiap cerita yang disajikannya (20:30-31). Semua cerita hasil seleksi itu dapat
menimbulkan kejutan demi kejutan, karena penulis cukup mampu memperlihatkan
suatu gaya penulisan dan isi cerita yang unik dan menarik.
Ketiga, Injil Yohanes mengandung banyak
kontras yang sering berpindah dengan cepat.Maksudnya, nada-nada yang terkandung
di dalamnya tidak dapat diduga-duga dan tidak monoton.Sikap curiga dan tidak
percaya tiba-tiba berubah menjadi percaya, demikian sebaliknya. Di satu sisi diperlihatkan kebencian yang
semakin memuncak, dan di sisi lain diperlihatkan iman yang semakin kokoh. Sikap oposisi yang biasa-biasa saja, akhirnya
dapat berkembang menjadi kebencian yang “membabi-buta”, dan secara tiba-tiba
diperlihatkan bahwa di antara orang-orang yang memusuhi Yesus itu, ada juga
yang percaya.
Selain
itu, ada hal menarik lainnya yang terdapat dalam Injil ini, yaitu tujuh hal
yang secara khusus terkait dengan tanda, ajaran, pernyataan dan saksi keilahian
Kristus yang dapat dijadikan dasar bagi pengakuan tentang keilahian Yesus:
a.
Tujuh tanda
b.
Tujuh ajaran
2.
Menyembah Allah Bapa dalam roh dan kebenaran (4:4-42)
3.
Bersaksi tentang diri sendiri (5:19-47)
4.
Roti hidup (6:22-59)
5.
Air hidup (7:37-44)
7.
Gembala yang baik (10:1-21
c.
Tujuh pernyataan "Aku adalah"
4.
Gembala yang baik (10:11)
7.
Pokok anggur yang benar (15:1)
d.
Tujuh saksi keilahian Yesus Kristus
1.
Yohanes Pembaptis (1:34)
2.
Natanael (1:49)
3.
Petrus (6:69)
4.
Marta (11:27)
5.
Tomas (20:28)
6.
Yohanes Penulis (20:31)
7.
Kristus sendiri (10:36)
5.
Garis-Garis Besar Kitab
Pada dasarnya, garis besar Injil
Yohanes mudah dimengerti.Dari segi pelayanan Tuhan Yesus, Injil Yohanes dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu pasal 1 sampai pasal 12 mengenai pelayanan
Tuhan Yesus kepada masyarakat umum, dan pasal 13-21 mengenai pelayanan Tuhan
Yesus kepada keduabelas rasulNya secara khusus. Dalam mempelajari dan memahami
Injil Yohanes kita akan menemukan setidaknya lima garis besar dalam Injil
tersebut. Adapun garis besar tersebut
adalah sebagai berikut[62]:
a.
Kata Pengantar/Pendahuluan (1:1-18)
b.
Narasi, Percakapan dan Pembahasan (1:19 – 12:50)
c.
Yesus dengan Murid-Murid-Nya (13:1 – 17:26)
d.
Salib dan Kenaikan (18:1 – 20:31)
e.
Apendiks/Penutup
Lebih lanjut Carson
(1991;105-108)[63]
memberikan rincian dari garis besar kitab Injil Yohanes sebagai berikut:
I.
KATA PENGANTAR (1:1-18)
II.
PENYATAAN YESUS DENGAN KATA DAN PERBUATAN (1:19-10:42)
A.
Permulaan Pelayanan Yesus (1:19-51)
1.
Hubungan antara Yohanes Pembaptis dan Yesus (1:19-28)
2.
Kesaksian Yohanes Pembaptis mengenai Yesus (1:29-34)
3.
Yesus memanggil murid-muridNya yang pertama (1:35-42)
4.
Yesus Memanggil dua murid lagi (1:43-51)
B.
Permulaan Pelayanan: Mukjizat, Perbuatan dan Kata
(2:1-4:45)
1.
Mukjizat pertama: air menjadi anggur (2:1-11)
2.
Pedagang-pedagang diusir dari Bait Allah (2:12-17)
3.
Yesus mengganti Bait Allah (2:18-22)
4.
Iman yang tidak memuaskan (2:23-25)
5.
Yesus dan Nikodemus (3:1-15)
6.
Penjelasan panjang I (3:16-21)
7.
Kesaksian Yohanes Pembaptis mengenai Yesus diteruskan
(3:22-30)
8.
Penjelasan panjang II (3:31-36)
9.
Yesus dan Perempuan Samaria (4:1-42)
10.
Tanda kedua: anak pegawai istana disembuhkan (4:43-54)
C.
Oposisi Timbul: Tambah Mukjizat, Perbuatan dan Kata
(5:1-7:52)
1.
Penyembuhan di Kolam Betesda (5:1-15)
2.
Tanggapan Yesus terhadap para oposisi (5:16-47)
a.
Hubungan Yesus dengan Bapa-Nya (5:16-30)
b.
Kesaksian tentang Yesus (5:31-47)
3.
Member makan lima ribu orang (6:1-15)
4.
Yesus berjalan di atas air (6:16-21)
5.
Khotbah tentang Roti Hidup (6:22-58)
a.
Yesus dicari orang banyak (6:22-26)
b.
Manna yang benar (6:27-34)
c.
Yesus sebagai roti hidup (6:35-48)
d.
Makan daging Anak Manusia (6:49-58)
6.
Pendapat yang terbagi dua dan Inisiatif Ilahi (6:59-71)
7.
Keraguan (7:1-13)
8.
Di hari raya Pondok Daun (7:14-44)
a.
Ajaran Yesus yang berwewenang (7:14-24)
b.
Siapakah Yesus Kristus? (7:25-36)
c.
Janji Roh (7:37-44)
9.
Ketidakpercayaan terhadap pemimpin-pemimpin Yahudi
(7:45-52)
10.
Perempuan yang tertangkap dalam perzinahan (7:58-8:11)
D.
Konfrontasi Yang Radikal: Puncak Mukjizat, Perbuatan
dan Kata (8:12-10:42)
1.
Di hari raya Pondok Daun II: perdebatan Yesus dengan
“orang-orang Yahudi” (8:12-59)
a.
Wewenang ajaran Yesus (8:12-20)
b.
Asal-usul dari wewenang Yesus (8:21-30)
c.
Anak-anak Abraham (8:31-59)
2.
Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir (9:1-41)
a.
Tanda itu sendiri (9:1-12)
b.
Pencelikan orang-orang Farisi (9:13-34)
i.
Pencelikan yang pertama (9:13-17)
ii.
Orangtuanya diselidiki (9:18-23)
iii.
Pencelikan yang kedua (9:24-34)
c.
Penglihatan orang buta dan kebutaan orang yang dapat
melihat (9:35-41)
3.
Yesus sebagai Gembala (10:1-21)
a.
Kiasan Gembala (10:1-5)
b.
Kesalahpahaman (10:6)
c.
Kiasan dikembangkan (10:7-18)
d.
Tanggapan orang-orang Yahudi (10:19-21)
4.
Di hari raya Pentahbisan Bait Allah: klaim-klaim
Mesianik dan oposisi yang nyata (10:22-39)
a.
Yesus adalah Mesias (10:22-30)
b.
Yesus adalah Anak Allah (10:31-39)
5.
Kemunduran geografis dan kemajuan pelayanan (10:40-42)
III.
PERALIHAN: KEHIDUPAN DAN KEMATIAN, RAJA DAN HAMBA YANG
MENDERITA (11:1-12:50)
A.
Kematian dan kebangkitan Lazarus (11:1-44)
1.
Kematian Lazarus (11:1-16)
2.
Yesus adalah kebangkitan dan hidup (11:17-27)
3.
Yesus marah dan berdukacita (11:28-37)
4.
Kebangkitan Lazarus (11:38-44)
B.
Keputusan untuk membunuh Yesus (11:45-54)
1.
Kesepakatan dan paradoksnya (11:45-53)
2.
Tanggapan Yesus (11:54)
C.
Kemenangan dan kematian yang mendekat (11:55-12:36)
1.
Lingkungannya: hari raya Paskah (11:55-57)
2.
Yesus diurapi Maria (12:1-11)
3.
Yesus dielu-elukan (12:12-19)
4.
Orang kafir memicu pernyataan Yesus mengenai “saatnya”
(12:20-36)
D.
Teologi ketidakpercayaan (12:37-50)
1.
Nubuatan dan Firman Allah (12:37-43)
2.
Wewenang di balik janji –dan ancaman- Yesus (12:44-50)
IV.
PERNYATAAN YESUS DALAM SALIB-NYA DAN KEMULIAANNYA
(13:1-20:31)
A.
Perjamuan Kudus (13:1-30)
1.
Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (13:1-17)
2.
Yesus bernubuat mengenai pengkhianatan (13:18-30)
B.
Pesan Perpisahan: bagian pertama (13:31-14:31)
1.
Yesus menubuatkan penyangkalan Petrus (13:31-38)
2.
Janji tempat di mana Yesus akan pergi (14:1-4)
3.
Yesus sebagai jalan kepada Bapa (14:5-14)
4.
Yesus akan pergi dan Roh Kebenaran akan dating
(14:15-31)
C.
Pesan Perpisahan: bagian kedua (15:1-16:33)
1.
Pokok anggur dan ranting (15:1-16)
a.
Kiasan panjang (15:1-8)
b.
Penjelasannya (15:9-16)
2.
Oposisi dari dunia (15:17-16:4a)
3.
Pekerjaan Roh Kudus (16:4b-15)
4.
Sukacita sesudah dukacita (16:16-33)
D.
Doa Yesus (17:1-26)
1.
Yesus berdoa supaya dipermuliakan (17:1-5)
2.
Yesus mendoakan murid-murid-Nya (17:6-19)
a.
Dasar doa (17:6-11a)
b.
Doa supaya murid-murid-Nya dilindungi (17:11b-16)
c.
Doa supaya murid-murid-Nya dikuduskan (17:17-19)
3.
Yesus mendoakan semua yang akan percaya (17:20-23)
4.
Yesus berdoa supaya setiap orang percaya disempurnakan
sehingga dapat melihat kemuliaan-Nya (17:24-26)
E.
Pemeriksaan Pengadilan dan Penderitaan Yesus
(18:1-19:42)
1.
Yesus ditangkap (18:1-11)
2.
Yesus di hadapan Hanas (18:12-14)
3.
Penyangkalan Petrus yang pertama (18:15-18)
4.
Yesus diperiksa di hadapan Hanas (18:19-24)
5.
Penyangkalan Petrus yang kedua dan ketiga (18:25-27)
6.
Yesus diperiksa di hadapan Pilatus (18:28-19:16a)
a.
Pilatus memeriksa pendakwa (18:28-32)
b.
Pilatus memeriksa Yesus (18:33-38a)
c.
Barabas (18:38b-40)
d.
Yesus dihukum (19:1-16a)
7.
Yesus disalibkan (19:16b-30)
8.
Lambung Yesus ditikam (19:31-37)
9.
Yesus Dikuburkan (19:38-42)
F.
Kebangkitan Yesus (20:1-31)
1.
Pertus dan Yohanes berada di kuburan yang kosong
(20:1-9)
2.
Yesus menampakkan diri kepada Maria (20:10-18)
3.
Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya
(20:19-23)
4.
Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, termasuk
Tomas (20:24-29)
5.
Kesimpulan: tujuan Injil keempat (20:30-31)
V.
BAGIAN PENUTUP DARI KITAB (21:1-25)
A.
Yesus Menampakkan Diri Kepada Murid-Murid-Nya di Pantai
(21:1-14)
B.
Yesus, Petrus, dan Yohanes (21:15-24)
C.
Keagungan Yesus (21:25)
Demikianlah
garis-garis besar serta sub-sub bagian dari garis besar kitab Injil
Yohanes. Dari garis besar dan sub bagian
garis besar tersebut dapat kita simpulkan bahwa penulis kitab Injil ini adalah
seorang penulis yang teliti dan dapat dipertanggungajawabkan.
6.
Perbandingan Dengan InjilSinoptik
Ada
empat kitab Injil yang memberikan informasi tentang Yesus, Anak Allah, Anak
Manusia itu.Matius, Markus dan Lukas yang disebut Injil Sinoptik.[64] Karena ketiganya memaparkan Yesus dengan cara
yang hampir sama. , baik dari sisi alur maupun komposisi penuturannya.Sementara
Injil Yohanes disebut sebagai Injil non-sinoptik. Karena Injil ini memiliki cirri khas
tersendiri yang membedakannya dengan kitab Injil yang lain. Hampir semua bahannya berbeda dengan yang
termaktub dalam ketiga Injil Sinoptik.
Dari
semua cerita mujizat yang tercantum dalam Injil Sinoptik (29 mujizat) hanya
tiga cerita yang terdapat dalam Injil Yohanes (4:46 dst, 6:1 dst dan 6:16
dst). Mungkin masih dapat ditambah
Yohanes 21:1-11 yang berdekatan dengan Lukas 5:1-11. Bahan lain yang agak sejalan adalah kisah
sengsara (Yohanes 18-18), tampilnya Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:19-34),
pengikut-pengikut Yesus yang pertama (Yohanes 1:35-41), Yesus mengusir kaum
pedagang dari Bait Allah (Yohanes 2:13-16), pengakuan Petrus (Yohanes 6:67-71),
pengurapan Yesus di Betania (Yohanes 12:12-19).
Tetapi bahan yang sama diceritakan dengan cara yang terlalu berbeda dan
demikian juga dengan letak bahan itu dalam “riwayat” hidup Yesus.[65]
Sekalipun keempat Injil itu
memiliki perbedaan-perbedaan tertentu dalam melaporkan sejarah hidup Yesus,
namun dapat diyakini bahwa mereka telah menulis berdasarkan ilham Allah.Apapun
yang ditulis atau tidak ditulis oleh masing-masing penulis, tentulah mengandung
tujuan yang khusus.Karena setiap Injil memaparkan Yesus berangkat dari dari
satu titik tolak yang istimewa. Meskipun
sudut pandang masing-masing penulis berbeda, tetapi sorotan mereka terhadap
pribadi Yesus tetap sama, knsisten dan harmonis.
Berkenanan dengan hal ini ada
satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam menceritakan kisah Yesus,
Yohanes tidak bergantung pada penulis kitab Injil yang lain. Ia hanya menggunakan kata-kata yang mutlak
perlu untuk menceritakan cerita yang sama.
Ketiga penulis yang lain justru menunjukkan dengan jelas keadaan saling bergantung.
Lebih jelasnya tentang hal ini
dapat dilihat pada bagan perbandingan Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik
berikut ini:
·
No
|
·
Injil Sinoptik
|
·
Injil Yohanes
|
·
1
|
·
Fokus pemberitaannya adalah pelayanan Yesus di
Galilea
|
·
Fokus pemberitaannya adalah pelayanan Yesus di
Yudea dan Yerusalem[66]
|
·
2
|
·
Lebih menekankan warisan “kerajaan”
|
·
Lebih menekankan pribadi Yesus (“Akulah”) dan
warisan hidup yang kekal.
|
·
3
|
·
Memperlihatkan Yesus sebagai Anak Daud, Anak
Manusia
|
·
Memperlihatkan Yesus sebagai Anak Allah
|
·
4
|
·
Mengemukakan kisah yang terjadi di bumi
|
·
Mengemukakan makna surgawi
|
·
5
|
·
Ungkapan-ungkapan Tuhan Yesus pada umumnya
singkat, misalnya dalam perumpamaan-perumpamaan
|
·
Mengandung pengajaran-pengajaran Tuhan Yesus
yang cukup panjang
|
·
6
|
·
Hanya sedikit penjelasan yang diberikan oleh
ketiga penulis berkenaan dengan cerita-cerita yang ditulis
|
·
Banyak penjelasan Yohanes yang disisipkan
dalam cerita-cerita yang sudah diseleksinya
|
·
7
|
·
Hanya sekali saja hari raya Paskah disebut.
|
·
Tiga kali hari raya Paskah disebut (2:13; 6:4
dan 11:55
|
B.
ETIMOLOGI
KATA
1.
Menyembah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata menyembah adalah
sebuah kata kerja yang dapat didefinisikan sebagai menghormati dengan mengangkat sembah. Menyembah dapat juga diartikan sebagai
menaklukkan diri dan melakukan segala perintah dan keinginan dari oknum yang
disembah tersebut. Ditinjau dari sudut
Alkitabiah, definisi ini sangat relevan sekali digunakan dalam hubungan antara
manusia dan Tuhan. Bahwa jika manusia
menyembah Tuhan itu artinya manusia menaklukkan diri kepada Tuhan dan menuruti
segala apa yang diperintahkan Tuhan.
Makna yang terkandung dalam definisi ini lebih luas dari pada definisi
sebelumnya. Sebab menyembah Tuhan
sesungguhnya bukan berbicara tentang bagaimana sikap tubuh, tempat yang
dikhusukan dan waktu tertentu, tetapi jauh lebih dalam yaitu bahwa menyembah
Tuhan adalah menyerahkan diri kepada Tuhan dan melakukan yang Tuhan mau dalam
hidup kita selama 24 jam sehari.
Dalam Alkitab Terjemahan Baru, kata
menyembah terdapat 41 kali digunakan dalam Perjanjian Baru dan 154 kali dalam
Perjanjian Lama. Dalam bahasa Yunani
kata menyembah disebut proskuneo (προσκυνεο)
dan dalam bahasa Ibrani disebut shachah(שׇׁחׇה). Di dalam
Alkitab Perjanjian Baru, kata ‘menyembah’ diambil dari beberapa kata bahasa
Yunani: Proskuneo, Sebomai, Doxa, Latreuo, Eusebeo, Ethelothreskia. Di antara
semua kata yang dipakai dalam Perjanjian Baru, satu kata asli menyembah yang
paling banyak digunakan untuk menyembah Tuhan adalah: Proskuneo (lebih dari
70%). Yohanes 4:21-24.
APA
ARTI KATA MENYEMBAH ‘PROSKUNEO’?
1.
MENCIUM.
Ini makna Proskuneo yang pertama: Mencium. Yang
namanya mencium tidak bisa dilakukan dari jauh, mencium pasti dilakukan dari
dekat. Ini yang seharusnya kita lakukan ketika menyembah Tuhan: menyembahlah
dengan keintiman dan kedekatan hubungan bersama Tuhan. Inilah perbedaan
penyembahan di Tabernakel Musa dan Pondok Daud! Yang satu menyembah dari
kejauhan, yang satu lagi menyembah dari dekat.
DI TABERNAKEL MUSA: Tabut Perjanjian ada di Ruang
Maha Kudus, terpisah dengan pemuji dan penyembahnya oleh tirai penyekat antara
ruang maha kudus dan ruang kudus. Akibatnya kita hanya bisa menyembah dari
kejauhan. Banyak orang menyembah Tuhan seperti ini: menyembah dari kejauhan!
(Matius 15:8).
DI PONDOK DAUD: Di Pondok Daud, Tabut Perjanjianada
dalam satu ruangan dengan pemuji dan penyembah, sehingga mereka bisa menyembah
dari dekat dan dengan keintiman yang luar biasa. Itu sebabnya kita perlu
belajar untuk menyembah Tuhan dengan keintiman seperti Daud! Kalau kita lakukan
ini, maka sama seperti Daud, Tuhan akan memberkati kita berlimpah-limpah.
2.
SEPERTI ANJING MENJILAT TANGAN TUANNYA.
Proskuneo berasal dari kata pros (artinya:
kedekatan), dan kuon (artinya: anjing). Jadi kalau digabungkan, maka menjadi:
“like a dog licking his master’s hand”(seperti anjing menjilat tangan tuannya).
Inilah gambaran ketika kita menyembah Tuhan, yaitu seperti anjing menjilat
tuannya. Ternyata menjilat tuannya adalah cara anjing mengekspresikan kasihnya,
kesetiaannya dan ketaatannya kepada tuannya. Setiap kali kita menyembah Tuhan,
kita perlu merendahkan diri kita dihadapan Tuhan seperti seorang hamba kepada
tuannya. Tapi yang luarbiasa adalah hubungan hamba dan tuan ini bukan hubungan
yang kaku, ketaatan sebagai kewajiban dan menyembah sebagai rutinitas. Sebaliknya, ini adalah hubungan yang intim,
ketaatan karena kasih kepada tuannya, menyembah dari kecintaan yang luar biasa
kepada Tuhan. Jadi saat kita menyembah,
itulah saat kita mengekspresikan kasih, kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan.
3. BERSUJUD ATAU TERSUNGKUR DALAM PEMUJAAN DAN PENGHORMATAN.
Makna kata ‘proskuneo’ yang ketiga adalah bersujud atau
tersungkur dalam pemujaan dan penghormatan kepada Tuhan. Wahyu 4:10-11
Perhatikan baik-baik: 24 tua-tua itu tersungkur di hadapan Dia yang duduk di
atas tahta itu! Mereka Proskuneo kepada Yesus! Mereka ini adalah tua-tua,
artinya orang yang dituakan, yang paling dihormati, yang punya kedudukan yang
sangat tinggi di Sorga. Akan tetapi ketika mereka menyembah Tuhan, maka mereka
tersungkur di hadapan Tuhan. Mulai hari ini saya ajak saudara untuk berani
merendahkan hati untuk tersungkur menyembah Tuhan. Dimulai dari sikap hati yang
menghormati Tuhan! Jangan tersungkur supaya dilihat oleh orang lain. Tapi tersungkur karena kita benar-benar
menghormati itu dalam hati kita, dan itu diekspresikan ke luar dalam tindakan tersungkur. Ingatlah bahwa kita semua ini hanyalah hamba,
sedangkan Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala Tuhan.
Kalau kita perhatikan lebih jauh lagi, maka 24
tua-tua di surga itu bukan hanya tersungkur, Alkitab mencatat bahwa mereka
melemparkan mahkotanya di hadapan tahta Tuhan itu. Mahkota itu berbicara
tentang kehormatan! Ketika mereka melemparkan mahkota, itu artinya mereka
mempersembahkan kehormatan mereka kepada Tuhan! Ini yang persis di lakukan oleh
perempuan yang mengurapi Yesus dengan minyak dan mengusap dengan rambutnya!
Kalau kita tahu bagaimana merendahkan diri kita di hadapan Sang Raja, maka
tangan Tuhan akan mengangkat, mempromosikan, dan mempermuliakan hidup kita
secara luar biasa! Marilah kita
menyembah Tuhan ‘proskuneo’ supaya Tuhan senang dan berkenan dengan penyembahan
kita sehingga kita bisa mengalami anugerah yang sangat besar dari Tuhan.
Banyak orang
sering bertanya, apakah maksud dari "menyembah dalam Roh dan dalam
Kebenaran ?" melakukan penyembahan adalah sebuah jantung dari kepercayaan.
Kepercayaan terhadap subyek yang mereka sembah. Saat kita berbicara mengenai
agama secara umum kita juga akan berbicara mengenai penyembahan. Bagaimanakah
konsep penyembahan yang benar berdasarkan ALKITAB ?
Pada zaman
perjanjian lama banyak orang melakukan penyembahan kepada Allah dengan
cara-cara yang dinilai secara fisik, yakni mereka yang melakukan penyembahan
dengan menitikberatkan pada sisi jasmaniah, ada tata cara dan aturan yang ketat
dan mengikat sebagai syarat untuk dapat datang kepada Allah. Hanya orang-orang tertentu
saja yang dapat datang kepada Allah, pada bangsa Israel biasanya diwakilkan
dari kaum Lewi, yang biasa disebut para imam.
Tetapi setelah Yesus sang Mesias datang, dan
menjadi penebus dosa dunia, Ia mendamaikan hubungan ALLAH dengan manusia, yang
secara simbolik dinyatakan saat tabir bait suci terbelah dua. Maka semua
orang bisa datang kepada BAPA, semua orang menjadi layak datang kepada BAPA
karena darah Yesus, pada zaman perjanjian lama dibutuhkan korban dengan
kualitas dan syarat yang paling baik agar manusia bisa layak dihadapan ALLAH.
2.
Roh
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, roh adalah sesuatu unsur yang addi
dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup. Ini adalah roh manusia yang diberikan oleh
Tuhan kepada manusia itu sehingga manusia itu menjadi mahkluk hidup. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ada
beberapa pengertian tentang roh, yaitu:
1. Dalam bahasa Ibrani kata “ruakh” terdapat 378 kali dalam
Perjanjian Lama, sebagian besar pemakaiannya adalah mengacu kepada manusia dan
banyak juga kepada hal-hal yang supra alami.
Kata ruakh adalah terdiri dari kata benda yang berasal dari kata kerja
yang artinya adalah mengeluarkan nafas dengan kuat dari hidung. Ruakh
sering diartikan dengan angin yang memiliki kekuatan yang luar biasa (Kel
10:13). Contoh sering kita mendengar
tentang adanya badai yang dapat merusak segala benda-benda yang ada seperti
pohon besar, rumah, bahkan kapal sekalipub yang sangat besar angin dapat
memindahkannya dari lautan ke daratan (Ayub 21:18, Mzm 1:18). Dalam psikologi “ruakh” berarti pendorong yang dominan. Ruakh
juga sering menuntun orang melakukan sesuatu yang khusus (Bil 5:14). Apapun yang dilakukannya Allah selalu dapat
mengendalikannya. Dan ”ruakh” juda sering muncul dalam arti roh
jahat (1 Sam 16:16, Hos 4:12) dan juga sering kali dalam arti roh yang baik
supra alami (Kel 28:3)
2. Dalam bahasa Yunani adalah “pneuma” Roh dari Allah. Atau dalam bahasa Inggris adalah spirit.
Roh yang dimaksud adalah Roh Kudus yang sebagai pribadi ketiga dari Allah
Tritunggal. Pneuma, berpadanan dengan “Ruakh”,
terdapat 220 kali dalam Perjanjian Baru, 91 kali dengan atau tanpa keterangan
mengenai sifat atau sumber-Nya mengacu kepada Roh Kudus. Arti umum “pneuma” serupa dengan “ruakh”
tapi tekanannya berubah terutama dalam surat Rasul Paulus. Di situ “pneuma”
jarang mengacu pada pihak manusia, tapi pada Roh Allah. Dalam Kitab Injil,
(Yohanes 3:8) “pneuma” berarti angin dalam (2 Tesalonika 2:8) “nafas”. Dikaitkan dengan ”sarx”, pneuma unsur non-ragawi manusia (2 Kor 7:1, Kol 2:5) bila
dikaitkan dengan soma artinya sama yaitu unsur diri manusia yang tetap lestari
sesudah kematian (Mat 27:50, Luk 8:55).
Dengan demikian roh mempunyai beberapa
arti. Semuanya menunjuk kepada apa yang tidak terlihat oleh mata manusia dan
yang membuktikan adanya daya atau tenaga aktif bekerja. Kata Ibrani dan
Yunaninya digunakan untuk memaksudkan:
1.
angin,
2.
daya hidup yang aktif dalam makhluk-makhluk di bumi,
3.
desakan dari hati nurani yang menentukan cara orang
berbicara dan berprilaku,
4.
ucapan terilham yang berasal dari sumber yang tidak
kelihatan,
5.
pribadi-pribadi roh,
6.
tenaga aktif atau roh kudus (Rohulkudus) Allah.
Para penulis Alkitab menggunakan
kata IbraniRuakh
atau kata YunaniPneuma sewaktu menulis tentang
"roh".Alkitab sendiri menunjukkan arti kata-kata itu.Misalnya, Mazmur 104
mengatakan, "Apabila engkau [Yehuwa] mengambil roh [ruakh] mereka, mereka
mati, dan mereka kembali kepada debu".Juga dalam Surat Yakobus
dikatakan bahwa "Tubuh tanpa roh [pneuma] adalah mati" (Yakobus 2:26).Maka, dalam ayat-ayat itu,
roh memaksudkan sesuatu yang memberikan kehidupan kepada tubuh.Tanpa roh, tubuh
mati.Karena itu, dalam Alkitab kata ruakh tidak hanya diterjemahkan sebagai roh
tetapi juga sebagai tenaga, atau daya kehidupan. Misalnya, mengenai Air Bah pada zaman Nuh, Allah menyatakan,
"Aku akan mendatangkan air bah ke atas bumi untuk membinasakan dari bawah
langit semua makhluk yang memiliki daya [ruakh] kehidupan yang aktif" (Kejadian
6:17, 7:15, 22).Jadi,
roh dapat berarti daya yang tidak kelihatan (pancaran kehidupan) yang
memberikan kehidupan kepada semua makhluk hidup.
Jiwa
dan roh tidak sama. Tubuh membutuhkan roh, sama seperti radio membutuhkan listrik.
Sebagai gambaran lebih jauh, kita bisa mengambil contoh sebuah radio. Apabila
kita memasukkan baterai
ke dalam radio portabel lalu menyalakannya, listrik yang tersimpan dalam
baterai akan menghidupkan radio itu. Tetapi, tanpa baterai radio itu mati.
Radio listrik juga akan mati jika kabelnya dicabut dari stop kontak. Demikian
pula, roh adalah daya yang menghidupkan tubuh manusia. Dan sama seperti
listrik, roh tidak mempunyai perasaan dan tidak dapat berfikir. Roh adalah daya
yang tak berkepribadian.Tetapi, tanpa roh, atau daya kehidupan, tubuh kita
‘mati dan kembali pada debu’, sebagaimana dikatakan pemazmur.
Ketika
berbicara tentang kematian manusia, Pengkhotbah
mengatakan, "Debu [tubuhnya] kembali ke tanah seperti semula dan roh
kembali kepada Allah
yang benar yang telah memberikannya"(Pengkhotbah
12:7). Sewaktu
roh, atau daya kehidupan, meninggalkan tubuh, tubuh mati dan kembali ke
asalnya, yaitu tanah. Demikian pula, daya kehidupan kembali ke asalnya, yaitu Allah (Ayub 34:14,
15; Mazmur 36:9).
Ini tidak berarti bahwa daya kehidupan benar-benar pergi ke surga. Tetapi, ini berarti
bahwa bagi seseorang yang mati, harapan apa pun untuk hidup di masa depan
bergantung pada Allah. Dengan kata lain, kehidupannya ada di tangan Allah.
Hanya dengan kuasa Allah orang itu dapat memperoleh kembali roh, atau daya
kehidupan, sehingga dapat hidup lagi.
3.
Kebenaran
Kamus besar bahasa Indonesia
mendefinisikan kebenaran sebagai keadaan (hal dsb) yang cocok dengan keadaan
(hal) yang sesungguhnya.
Berasal dari kata dasar benaryang
artinya sesuai sebagaimana adanya (seharusnya); betul; tidak salah.
Dalam Alkitab, terdapat 119 kali kata kebenaran dalam Perjanjian Lama
dan 155 kali dalam Perjanjian Baru.
Dalam bahasa Ibrani yang dimaksud
adalah kenyataan terbukti benar atau tidak bersalah -- digunakan untuk
menyatakan seorang raja yang baik (Yes. 32:1)
atau sekutu yang handal atau tetangga yang terpercaya (Am. 5:7).
Allah itu benar, karena ia setia pada perjanjian-Nya, membebaskan Israel dari
musuh-musuhnya dan memberi harapan untuk masa depan (Yes. 23:5).
Dalam PB kata 'kebenaran' sering ditemui dalam Injil Matius, di mana yang
dimaksud adalah kebenaran etis dengan melakukan kehendak Allah (Mat. 5:6, 10).Arti
ini kurang radikal dibandingkan dengan yang dikemukakan Rasul Paulus.Pada
Paulus kebenaran itu tidak sekadar perilaku benar di hadapan Allah, tetapi
suatu hubungan yang benar dengan Allah.Prakarsanya adalah dari Allah; diterima
dalam *iman dan berwujud dalam perilaku yang benar (Rm. 3:21-26).Kebenaran
dinyatakan ada pada Yesus dalam 1Yoh. 2:1,
dalam arti sama sekali sesuai dengan kehendak Allah.
Kebenaran
Allah ialah usaha-Nya untuk membenarkan dan menyelamatkan orang-orang berdosa,
sehingga mereka menjadi orang-orang yang benar, artinya berada dalam hubungan
yang seharusnya dengan Allah.Kebenaran
adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi setiap orang.Pada zaman sekarang
banyak orang membicarakan perihal kebenaran, bahkan semua orang dalam situasi
negara seperti ini membutuhkan ditegakannya kebenaran, karena kebenaran telah
ditutupi dengan ketidak adilan.
Secara etimologi
teologi, kebenaran memilki kata dasar benar. Kamus bahasa Indonesia memberikan
beberapa pengertian dari kebenaran: “keadaan (hal, dsb) yang cocok dengan fakta
atau hal yang sebenarnya, sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar ada, suara
hati, kejujuran, izin, persetujuan, perkenan, dan sebetulnya). Yesus adalah
kebenaran itu.Yesus membenarkan orang-orang berdosa untuk layak masuk kerumah Bapa.Membenarkan
berarti menyatakan benar.
Kebenaran
menurut bahasa Ibrani adalah tsadaq, sedangkan dalam bahasa Yunani
adalah dikaioo, yang berarti mengumumkan suatu keputusan yang
menyenangkan, atau menyatakan benar.Konsep ini tidak berarti menjadikan benar
tetapi menyatakan kebenaran.Perihal menyatakan kebenaran merupakan konsep dalam
persidangan, sehingga membenarkan berarti membubuhkan keputusan yang benar.
Perhatikan perbedaan antara membenarkan dengan menyatakan salah dalam Ulangan
25:1 dan 1 Raja-raja 8:32 dan Amsal 17:15.
Kebenaran
dalam bahasa Inggris memakai kata true, yang berarti benar, betul,
sejati, sebenarnya, pas / menjadi, kenyataan, mematuhi, impiannya terkabul,
setia, tulus, yang sesuai dengan kenyataan. Dan dalam kamus Indonesia-Inggris,
Inggris-Indonesia, kata true diterjemahkan sungguh, nyata, betul, memberikan
tempat yang tepat, dan mencocokkan hingga tepat sekali.
Dari
kutipan diatas dapat diketahui bahwa Yesus adalah kebenaran itu, memang itulah
fakta yang sebenarnya yang sesuai dengan kenyataan.Tuhan Yesus adalah kebenaran
bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Yoh. 14:6).Dosa manusia telah dibayar
dengan lunas diatas kayu salib dan hal itu dihitung sebagai suatu kebenaran (1
Kor. 6:20; 7:23).Hanya melalui Dialah manusia berdosa dibenarkan, bukan melalui
amal dan kesalehannya sendiri (contohnya Kornelius dalam Kisah para rasul
10).Manusia yang berdosa hanya dapat dibenarkan oleh Yesus Kristus (Rm.
3:20-26).Yesus rela mati dikayu salib dan itu adalah kenyataan, “kematian
terhadap dosa bukanlah sekedar harapan melainkan realita, sebab Kristus telah
mati bagi dosa dan kita diikut sertakan dengan Dia dalam kematian-Nya.” Inilah
kebenaran yang diberitakan Yesus, Dia berkata: “Akulah kebenaran dan hidup
(Yoh. 14:6).
Sebagai
penerapan dalam kehidupan orang percaya.Hendaklah didalam kehidupan kita
berusaha senantiasa mewujudnyatakan sikap hidup yang benar, baik dalam tutur
kata, tabiat, dan dalam tingkah laku. Karena Kristus telah mati dan bangkit
bahkan naik ke sorga, Ia telah menyatakan kebenaran-Nya dalam setiap apa yang
dikatakan dan diperbuat-Nya. Terkhususnya Ia telah membenarkan hidup kita yang
berdosa sehingga beroleh kasih karunia dihadapan Tuhan, karena itu hidup kita
telah dibenarkan. Sebagai anak Allah kita juga harus memberitakan kebenaran itu
yang telah tertulis dalam firman Tuhan kepada setiap umat manusia tanpa
terkecuali.
C.
LATAR
BELAKANG TEKS
Nats Alkitab yang dieksegesis tentang penyembah yang benar menyembah
dalam roh dan kebenaran dalam tulisan ini adalah Yohanes 4:23-24 yang merupakan
bagian atau penggalan dari perikop yang berjudul “Percakapan dengan perempuan
Samaria” yang terdapat Yohanes 4:1-42.
Alkitab yang dipakai adalah terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
dengan versi Terjemahan Baru. Adapaun
isinya adalah sebagai berikut:
Ketika
Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia
memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes -- meskipun Yesus
sendiri tidak membaptis, melainkan murid-murid-Nya, --Iapun meninggalkan Yudea
dan kembali lagi ke Galilea. Ia harus
melintasi daerah Samaria. Maka sampailah
Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan
Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat
letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira
pukul dua belas.Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air.
Kata Yesus kepadanya: "Berilah Aku minum."
Sebab
murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.Maka kata perempuan Samaria
itu kepada-Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku,
seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang
Samaria.)Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah
dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah
meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup."Kata
perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini
amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?Adakah Engkau lebih
besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang
telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan
ternaknya?"Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan
haus lagi,tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak
akan haus untuk selama-lamanya.
Sebaliknya
air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang
terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."Kata perempuan itu
kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan
tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air."Kata Yesus kepadanya:
"Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini."Kata perempuan itu:
"Aku tidak mempunyai suami." Kata Yesus kepadanya: "Tepat
katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami,sebab engkau sudah mempunyai lima
suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau
berkata benar."Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, nyata sekarang
padaku, bahwa Engkau seorang nabi.Nenek moyang kami menyembah di atas gunung
ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah." Kata Yesus kepadanya: "Percayalah
kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa
bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.Kamu menyembah apayang tidak
kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari
bangsa Yahudi.Tetapi saatnya akan datang
dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa
dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah
demikian.Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam
roh dan kebenaran.[67]"Jawab
perempuan itu kepada-Nya: "Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang
disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu
kepada kami."Kata Yesus kepadanya: "Akulah Dia, yang sedang
berkata-kata dengan engkau."Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya dan
mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi
tidak seorangpun yang berkata: "Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang
Engkau percakapkan dengan dia?"Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya
di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ:
"Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu
yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?"Maka merekapun pergi ke
luar kota lalu datang kepada Yesus.Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia,
katanya: "Rabi, makanlah."Akan tetapi Ia berkata kepada mereka:
"Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal."Maka murid-murid itu
berkata seorang kepada yang lain: "Adakah orang yang telah membawa sesuatu
kepada-Nya untuk dimakan?"Kata Yesus kepada mereka: "Makanan-Ku ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan
pekerjaan-Nya.Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai?
Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang
yang sudah menguning dan matang untuk dituai.Sekarang juga penuai telah
menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga
penabur dan penuai sama-sama bersukacita.Sebab dalam hal ini benarlah
peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai.Aku mengutus kamu untuk
menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang
memetik hasil usaha mereka."Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah
menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi:
"Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat."Ketika
orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya
Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya.Dan lebih
banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,dan mereka berkata
kepada perempuan itu: "Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang
kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah
benar-benar Juruselamat dunia."
Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar,
bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak daripada Yohanes. Ia pun
meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea. Tuhan Jesus memilih jalur
pendek dari Yerusalem ke Galiliea yang menyebabkan Dia melintasi Samaria.Jalur
ini biasanya dihindari oleh orang-orang Yahudi, karena selama 700 tahun masalah
prasangka dalam soal agama dan kesukuan telah memisahkan orang-orang Yahudi dan
orang-orang Samaria.[68]
Orang Samaria adalah keturunan orang Israel yang tertinggal di Kerajaan
Utara dan telah kawin campur dengan para pendatang orang-orang asing yang
menjadi penduduk baru di situ setelah Samaria jatuh pada tahun 722 SM. Mereka
tidak pernah dapat bekerja sama dengan Yehuda secara efektif, dan pada jaman
Nehemia keretakan itu sudah tidak dapat di perbaiki lagi.[69]
Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria,
yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya,
Yusuf. Bukan kebetulan kalau Yesus harus singgah dan bertemu dengan perempuan
Samaria, saat itulah terjadi proses konseling dimana Yesus memperkenalkan
sebuah kehidupan yang seharusnya dilakukan semua orang percaya agar berkenan
kepada Allah, yang sampai pada akhirnya keselamatan itu dapat diterima oleh
perempuan dan orang-orang di kota Samaria tersebut.
Krisis
1.Bagi perempuan Samaria tersebut
mulanya ia tidak menyadari ada masalah, namun setelah dipicu oleh penasarannya
terhadap Yesus, ternyata ia baru menyadari kalau dia adalah orang yang sangat
ingin bertemu dengan Mesias yang disebut Kristus (4:25) atau dapat juga
dikatakan ia menglami krisis rohani/keselamatan.
2.Luka-luka Batin karena
berganti-ganti pasangan.
Ketika proses konseling terjadi Yesus sebagai Konselor dan perempuan
Samaria sebagai konseli serta murid-murid Yesus. Sedangkan konseli meghadapi
masalahnya dengan tidak melakuakan sikap menolak namun hanya mengikuti situasi
dan keadaan yang ada.
Verbatim
Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena
itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.
Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air.
Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.” Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota
membeli makanan.[70]
(sebagai kesimpulan konselor menggunakan media Air sebagai penjangkauan.)
Kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum
kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang
Samaria.)
Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang
berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan
Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”(Sebagai konselor Yesus menunjukan
sikap yang baik dengan menggunakan Understanding responses dan yang
mengandung perkataan yang menhiburkan Supportive.)
Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam;
dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu? Adakah Engkau lebih besar dari
pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah
minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?”
Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,
tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan
haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan
menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada
hidup yang kekal.” ( Supportivesekaligus menjelaskan maksud yang
sesungguhnya.)
Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan
tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.” (Konseli langsung menerima
tawaran yang diberikan konselor.)
Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini.” (konselor
juga melihat batas-batas manusia untuk melihat kebenaran yang lebih jauh)
Kata perempuan itu: “Aku tidak mempunyai suami.”
Kata Yesus kepadanya: “Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau
sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu.
Dalam hal ini engkau berkata benar.”(Penjelasan yang diberikan konselor
menggunakan Interpretative responses dan Evaluative responses.)
Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi.
Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa
Yerusalemlah tempat orang menyembah.”
Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa
kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu
menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab
keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah
tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh
dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (Penjelasan
yang diberikan konselor menggunakan Interpretative responses dan
Evaluative responses.)
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia,
harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga
Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.”
Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.”
(Penjelasan yang diberikan konselor menggunakan Interpretative responses dan
Evaluative responses.)
Kemudian setelah Percakapan itu
Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang
bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorang pun yang berkata:
“Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?”
Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan
berkata kepada orang-orang yang di situ: “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang
mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus
itu?”( Pada saat ini Perempuan Samaria telah dimenangkan dan ia sedang
menyaksikan tentang perjumpaannya yang mengubahkan kepada orang-orang di kota
Samaria.) Maka mereka pun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus.
Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: “Rabi, makanlah.”
Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu
kenal.”
Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang
telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?”
Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang
mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Bukankah kamu mengatakan: Empat
bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah
sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk
dituai. Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah
untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.
Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain
menuai.
Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang
lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.” Dan banyak orang
Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan
perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah
kuperbuat.” Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta
kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Ia pun tinggal di situ dua hari
lamanya.
Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,
dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi
karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami
tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.”
Nilai-nilai sebagai kontribusi dalam pelayanan konseling
Konselor sangat membutuhkan hati yang bergantung kepada Roh Kudus agar
dapat melakukan hal yang benar, membedakan mana yang benar serta mana yang
salah dilakukan oleh konseli, untuk berjalannya konseling yang memenangkan
serta konsentrasi yang berproses pada pemuridan dan berakhir pada keselamatan.
D.
EKSEGESIS
TERHADAP TEKS YOHANES 4:23-24
Untuk mengetahui makna dan pengertian yang benar tentang teologi biblika
maka diperlukan suatu alat yang disebut “eksegesis”,
istilah tersebut berasal dari kata “ekserchomai”
yaitu menggali, mengungkapkan, dan membeberkan keluar dan memahami isi Alkitab
secara objektif berdasarkan kebenaran dari Alkitab itu sendiri.[71] Untuk mendapatkan hasil yang maksimal tentang
arti nats tersebut agar jangan terjebak dalam apa yang disebut dengan “eisegesis” (berasal dari kata Yunani “eiserkhomai”) yang berarti memasukkan
pemahaman yang subjektif ke dalam teks Alkitab.
Membaca dan mengamati Yohanes 4:23-24, Yesus menginginkan agar umatnya
menjadi penyembah yang benar yaitu yang menyembah dalam roh dan kebenaran sebab
Allah adalah Roh.
Penyembahan merupakan salah satu isu penting di
lingkungan gereja dewasa ini.Wacana “penyembahan” menjadi kajian hangat,
diantaranya karena pro dan kontra makna dan praktek praktis “penyembahan” dalam
liturgi gereja-gereja aliran pietisme. Tidak bisa menutup mata bahwa salah satu
pemicu kajian penyembahan menjadi hangat salah satunya karena dipraktekkan oleh
gereja-gereja “pietisme” yang belakangan disebut juga oleh Peter Wagner sebagai
“apostolik baru” mengalami perkembangan yang pesat.
Kajian pro dan kontra makna dan praktek
penyembahan sebenarnya bukan hanya terjadi pada gereja-gereja mainstream dan
injili tetapi juga di dalam gereja-gereja “kontemporer “ sendiri. Di dalam
gereja-gereja kontemporer sebenarnya juga tidak ada keseragaman dalam memaknai
arti penyembahan.
Isu “penyembahan” menjadi begitu penting terutama sekali bila dikaitkan
dengan Nats Injil Yohanes 4:24 “…Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia,
harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
Diantara kalangan “Apostolik Baru” ada yang mengartikan menyembah dalam roh
dan kebenaran berarti menyembah dengan berbahasa roh. Djohan E. Handoyo salah
satu pelopor pujian dan penyembahan di Indonesia menjelaskan :
“Pribadi Allah adalah Roh.Dimensi
penyembahan - sebagai komunikasi antara kita dengan Tuhan membutuhkan bahasa
roh sebagai penghubungnya.”[72]
Bagi kalangan “mainstream dan Injili “ arti penyembahan bukan hanya dalam
liturgi gereja, tetapi pada seluruh aspek. Penyembahan yang benar adalah hidup
yang benar sesuai firman Tuhan.Kalau pun penyembahan diartikan dalam liturgi
ibadah maka penyembahan itu juga bukan praktek penyemaahan dikalangan pietis.
Makna seperti ini diantaranya disampaikan oleh John MacArthur :
“Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat
yang benar, pada waktu yang tepat.Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang
menuntut terciptanya suasana tertentu.Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam
roh.”[73]
“Sifat dasar penyembahan adalah memberikan
penyembahan kepada Allah dari bagian diri kita yang paling dalam, dalam pujian,
doa, nyanyian, memberi bantuan, dan hidup, selalu berdasarkan kebenaran-Nya
yang dinyatakan.”[74]
Asumsi dasar penulisan paper ini adalah bahwa
kitab orang Kristen satu. Kitab gereja-gereja Pentakosta, Kharismatik,
Apostolik Baru dan Mainstream serta Injili adalah satu, tentu yang menjadi
pertanyaan klasik adalah mengapa makna dan praktek “menyembah dalam roh dan
kebenaran” dalam Yohanes 4:24 berbeda ?
Karya tulis ini tidak semata-mata membahas mengenai
mengapa mereka berbeda dalam memahami “menyembah dalam roh dan kebenaran”
tetapi lebih tentang apa sebenarnya makna dan praktek “menyembah dalam roh dan
kebenaran”? Tujuannya secara langsung adalah untuk mencari kebenarannya sesuai
pesan Alkitab, dan juga tentunya memberikan kontribusi untuk “menjadi
pertimbangan” terhadap pemahaman yang berbeda terhadap nats Alkitab tersebut.
Untuk menemukan makna sebenarnya dari Yohanes 4:24 sehingga terbangun suatu
teologi sesuai dengan tema penulisan paper ini, menggali teks Alkitab dalam
konteksnya sesuai kaidah penafsiran yang ada adalah suatu kemutlakan.
Menjadi Penyembah Yang Benar. Frasa penyembah yang benar ini
secara implisit mengindikasikan adanya penyembah-penyembah yang salah atau palsu. Karena itu jangan pernah berkata: agama/caranya berbeda tidak apa-apa, yang
penting tujuannya sama yaitu menyembah Allah. Allah bukan hanya menghendaki
manusia menyembah Dia, tetapi juga menghendaki supaya manusia menyembahNya
dengan benar.Untuk itu perhatikan ay 23b - ‘Bapa menghendaki
penyembah-penyembah demikian’.
Bagaimana kita bisa menyembah Allah dengan benar?Syarat pertama dan terutama yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang penyembah benar adalah harus menyembah Allah melalui
Yesus Kristus sebagai satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia (bdk.
Yoh 14:6 1Tim 2:5).
Percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria
( Yohanes 4:1-42) merupakan dialog antara orang Yahudi dengan orang Samaria.
Suatu perjumpaan yang tidak lazim bagi orang Yahudi.Orang Yahudi tidak bergaul
dengan orang Samaria.Sebab mereka merupakan “bangsa campuran yang memiliki
agama campuran, yang sekalipun demikian menerima Pentateukh dan mengaku
menyembah Allah Israel.[75]
“Dalam naskah Kitab Ulangan yang diterima oleh
bangsa Samaria pasal 27:4-5, Yosua diperintahkan mendirikan mezbah di Gunung
Gerizim. Nas yang sama, dalam naskah yang diterima oleh umat Yahudi, berkata
bahwa mezbah itu harus didirikan di Gunung Ebal, bukan gunung Gerizim. Bangsa
Samaria menolak kitab-kitab suci yang lain, selain kelima Kitab Musa, maka
mereka tidak menerima II Tawarikh 6:6, yang berkata,” Tetapi kemudian Aku
memilih Yerusalem sebagai tempat kediaman nama-Ku dan memilih Daud untuk
berkuasa atas umat-Ku Israel.”[76]
Siapa perempuan itu tidak disebutkan secara
jelas identitasnya.Ketika Yesus berada di sumur Yakub, Dia meminta air kepada
perempuan tersebut. Namun demikian lebih dari sekedar kebutuhan akan air , sama
seperti terhadap Nicodemus, Yesus “menunjukkan bahwa perempuan itu mempunyai
kebutuhan yang lebih mendalam, yaitu kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh Yesus
melalui karunia Allah”[77]
Secara moral perempuan Samaria merupakan orang berdosa dengan kehidupan
pernikahannya yang tidak benar, dan melalui masalah itu pula Yesus membawa
lebih jauh dalam hal keagamaan.
Dalam teks yang dieksegesis disebutkan bahwa penyembah yang benar adalah
penyembah yang menyembah dalam roh dan kebenaran. Ayat ini dengan jelas memberikan dua syarat
atau kriteria untuk menjadi penyembah yang benar.
Yohanes 4:21 Kata Yesus
kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa
kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Yoh 4:22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu
kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa
Yahudi. Dave Hagelberg menyatakan bahwa “diantara segala perbedaan yang
memisahkan bangsa Yahudi dan bangsa Samaria, tempat orang menyembah, merupakan
salah satu yang paling pokok.”[78]Namun
“di dalam tatanan baru yang di mulai dengan kedatangan Kristus, tempat
penyembahan tidak sepenting Tokoh yang disembah.”[79]
FF.Bruce juga menekankan : “The important question is not where people worship
God but how they worship him.”[80]
“Tanggapan Tuhan Yesus terdiri dari Tiga bagian. Pertama (ayat 21) Dia
memberitakan bahwa sebentar lagi kedua tempat ibadah menjadi usang, kedua (ayat
22) Dia menekankan bahwa keselamatan memang muncul dari umat Yahudi, bukan dari
mereka, dan ketiga (ayat 23-24) Dia menjelaskan mengenai sifat keselamatan
itu.”[81]
“Hal yang penting ialah bahwa orang menyembah Bapa, yang sudah diberitakan
melalui kedatangan Sang Anak.Dengan mempergunakan istilah kamu Yesus mungkin
mengantisipasi pertobatan orang-orang Samaria.Ibadah orang Samaria merupakan
hal yang kacau (bdg II Raja 17:33). Keselamatan datang dari bangsa Yahudi di
dalam arti bahwa penyataan khusus tentang cara mendekati Allah dengan benar
disampaikan kepada mereka : dan Yesus sendiri, sang Juruselamat, berasal dari
bangsa ini (Roma 9:5). Saatnya… sudah tiba sekarang.Bahkan sebelum sistem
keagamaan yang baru diresmikan dengan sifatnya yang universal, para penyembah
sejati memperoleh kehormatan untuk menyembah Allah sebagai Bapa di dalam Roh
dan kebenaran. Roh tampak menoleh kebelakang, ke Yerusalem, dan penyembahan
Yerusalem yang berdasarkan apa yang tersurat (hukum Taurat). Sedangkan
kebenaran bertentangan dengan penyembahan orang Samaria yang tidak memadai dan
palsu.Cara menyembah yang baru ini merupakan keharusan, sebab Allah itu Roh
adanya”.[82]
1.
Menyembah Dalam Roh
Yohanes 4:23 Tetapi saatnya akan
datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah
Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah
demikian.
Yohanes 4:24 Allah itu Roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."
Bahasa Yunani menyembah “proskuneo – pros-koo-neh-o, memuja, suatu sikap
seperti anjing menjilat tuannya.”[83]Suatu hubungan yang dekat, hormat,
lembut, taat dan penuh kasih sayang yang harmonis.
Pedoman ini, bahwa Allah harus disembah dalam roh dan kebenaran, memiliki
dua dua dasar teologis: pertama, karena Allah Bapa merindukan penyembah-penyembah demikian, dan kedua,
karena Allah sendiri
adalah roh, dan bukan
daging. Jelaslah, bahwa Allah
yang roh adanya, tidak
boleh disembah jika bukan dalam roh
kita, secara munafik. Penyembah yang menyembah Dia secara badaniah,
tetapi tidak dalam roh
mereka, tidak berkenan.
Bagi perempuan Samaria itu,
segala sesuatu yang diungkapkan oleh orang Yahudi itu rasanya benar. Mungkin
sebuah pikiran timbul di hati perempuan itu: "Apa aku dapat menjadi salah
satu penyembah yang dicari oleh Allah? Jelas tidak, kecuali aku dapat
dibersirkan - mungkinkah air hidup itu tadi yang Dia tawarkan, mungkinkah air
hidup itu menahirkan jiwaku, sehingga aku dapat menyembah Allah dalam
roh dan kebenaran?"
Apa maksudnya menyembah dalam roh? Kata roh dalam Yohanes
4: 24 memakai kata Yunani “Pneumati”, yang mengacu pada roh manusia, bagian
dari pribadi manusia yang
tertinggi, yang terdalam, dan
merupakan ‘poin kontak’ diantara Allah dengan manusia.Ibadah
yang murni ialah apabila roh, yaitu bagian yang kekal dan tak kelihatan dari
manusia, berbicara serta bertemu dengan Allah, yang juga kekal dan tidak
kelihatan.Penyembahan haruslah
mengalir dari “dalam” ke “luar”. Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat
yang benar, pada waktu yang tepat, musik yang cocok, dan suasana hati yang
tepat. Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang menuntut terciptanya suatu
suasana tertentu. Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam roh. Stephen
Charnock dalam bukunya The Existence and Attributes of God menulis,
“Tanpa hati (roh manusia), penyembahan bukanlah
penyembahan; penyembahan tersebut adalah permainan sandiwara; sebuah peran yang
dimainkan tanpa menjadi orang yang sesungguhnya kita mainkan: semua munafik,
dalam arti kata itu, adalah seorang pemain sandiwara . . . Kita mungkin
dikatakan sungguh-sungguh menyembah Allah walaupun kita tidak sempurna; tetapi
kita tidak dapat dikatakan menyembah Dia, bila kita tidak tulus hati.”
Penyembahan yang tanpa hati juga kita temukan
dalam Alkitab, yaitu ketika Yesus berkata kepada orang-orang Farisi dan ahli
taurat, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab
ada tertulis: ‘Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahalhatinya jauh daripada-Ku” (Markus
7:6). Jadi, jelas sekarang bahwa ketika kita memuliakan Allah, yang
harus diperhatikan adalah kita harus
dengan ketulusan hati datang pada-Nya dan penyembahan kita haruslah dari dalam
lubuk hati kita.
Bagaimana memiliki roh yang menyembah? Menyembah
dalam roh di dalamnya ada pengertian yang melimpah tentang dekat dengan Allah.
Yakobus 4:8 mengatakan,
“Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Kita dapat mempunyai hari yang melimpah, yang menyembah
dalam roh. Caranya adalah mula-mula diri kita harus diserahkan pada Roh
Kudus. Sebelum kita dapat menyembah Allah dalam
roh, Roh Kudus harus ada untuk mengasilkan penyembahan yang benar. I Korintus 2:11 mengatakan, “demikian
pulalah, tidak ada orang yang tahu, apa yang terjadi di dalam diri Allah selain
Roh Allah.” Jelas tampak dalam Yohanes 4:4 bahwa penyembahan yang benar
hanya bisa dipersembahkan ketika, oleh kuasa Roh Kudus, roh kita sendiri
menyembah Dia. Alkitab mengatakan bahwa Allah itu Roh, dan kita harus dibawa
dalam dimensi-Nya untuk menyembah Dia sebagaimana yang Dia minta. Jadi, bila kita tidak membiarkan Roh Allah mendorong kita hati kita,
memotivasi, menyucikan hati kita, kita tidak dapat menyembah Allah secara
benar karena kita tidak mengenal Dia,
hanya Roh Allah saja yang bisa melakukannya. “Tidak ada seorang pun
yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain Roh Kudus.” Dengan kata lain,
tanpa Roh Kudus, seseorang tidak dapat sungguh-sungguh mengakui ketuhanan
Kristus. Untuk menyembah Kristus sebagai yang mahakuasa, mahakudus memerlukan
dorongan Roh Kudus. Dan Roh Kudus berkarya hanya setelah menerima Yesus sebagai
Tuhan dan Juruslamat pribadi kita masing-masing. Barangkali tepat
kesimpulan yang diungkapkan oleh Graham Kendrick, yang berbunyi: “Menyembah
‘dalam roh’ berarti menggabungkan diri ke dalam sumber pujian itu sendiri, yang
tidak pernah kering, Roh Allah yang terus menerus menaikkan pujian, dan
mengijinkan kebebasan-Nya bergabung dengan roh kita sendiri melalui pikiran dan
tubuh kita untuk menyatakan keagungan Juruslamat kita Yesus dan kasih Bapa
sorgawi.”
Selanjutnya, jika kita ingin menyembah Allah dalam
roh, pikiran kita harus dipusatkan kepada Allah.Penyembahan adalah luapan dari pikiran yang
diperbaharui oleh kebenaran Allah.Jadi, untuk menyembah dalam roh, kita
harus mempunyai hati yang tidak bercabang. Tanpa hati yang bulat,
penyembahan tidaklah mungkin terjadi.Penyembahan dalam roh harus datang dari
hati yang siap, hati yang tegas, hati yang pasti, hati yang hanya berpusat pada
Allah. Dalam Mazmur 108 kita menemukan gagasan yang sama, ayat 2 mengatakan,
“Hatiku siap, ya Allah, aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai
jiwaku.” Penyembahan dalam roh mengimplikasikan akan kondisi hati/ roh kita
yang tidak bercabang, melainkan terfokus untuk Tuhan semata.
Akhirnya, penyembahan dalam roh menuntut kita untuk menyelesaikan dosa di
hadapan Allah. Benar! apa yang pernah diungkapkan John Arthur, JR. “Kita harus
menyembah Allah dengan hati yang penuh penyesalan.” Kita harus hidup suci,
bersih, murni.Karena orang yang dapat masuk dalam hadirat Allah adalah orang
yang dosanya telah diselesaikan.Kita tidak bisa masuk dengan semaunya saja,
dengan ketidakmurnian di hadirat Allah. Arthur lebih jauh mengatakan,
“Mungkin alasan
mengapa kita menemui kesulitan untuk sungguh-sungguh menghambakan diri dalam
penyembahan Allah, alasan mengapa kita tidak mengalami kehadiran Allah, adalah
bahwa kita mempunyai bidang-bidang dalam hidup kita yang tidak murni pada
pandangan Allah.kita semua memiliki titik gelap dan cacat yang hanya diketahui
Allah.”
Mazmur 139:23-24, Daud menulis,
“Selidiki aku ya Allah, dan “kenallah hatiku”, ujilah aku dan kenallah
pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan
yang kekal!”Itu adalah pengakuan bahwa bahkan Daud sendiri tidak dapat memahami
hatinya sendiri dengan sepenuhnya. Sebab itu, dalam penyembahan, seharusnya
kita harus lebih dahulu terbuka, mau meminta kepada Allah untuk menerangi apa
yang ada dalam bayang-bayang di dalam kehidupan kita. Kita harus menyerahkan
roh kita pada Roh Kudus yang memenuhi hati kita dengan kehadiran dan kuasa-Nya,
maka barulah luapan penyembahan dapat terjadi.
“Pengertian Allah itu Roh, bukanlah hal asing dalam pengertian Yudaisme,
tetapi Yesus menekankan bahwa penyembahNya-pun harus selaras dengan Yang
disembah.Formalitas ibadah keagamaan tidak akan menyentuh apa-apa jika
dilakukan tanpa “Roh”.”[84]
Bob Sorge mengemukakan : “Yesus sedang menunjukkan bahwa penyembahan tidak
lagi diikat pada waktu atau tempat tertentu (bukan di Yerusalem, di mana
orang-orang Yahudi menyembah ; bukan juga di gunung Gerizim, di mana
orang-orang Samaria menyembah) ; melainkan ia akan menjadi suatu pekerjaan roh
manusia menggapai Roh Tuhan. Yesus tahu saatnya segera datang yang mana
korban-korban hokum Musa di Yerusalem tidak lagi diperlukan, dan penyembahan
akan terjadi di dalam rumah Perjanjian Baru – manusia sendiri (Lihat I
Kor.3:16). Penyembahan sekarang dapat terjadi setiap saat, di mana saja orang
yang penuh Roh berada.”[85]
Walliam Barclay juga menyatakan :“ Membatasi ibadah kepada Allah hanya di
Yerusalem atau tempat-tempat lain yang tertentu saja adalah sama engan memberi
batas kepada Dia yang menurut hakekat-Nya sendiri tidak terbatas.”[86]
Pengenalan
orang Samari dan orang Yahudi akan Allah yang mereka sembah sangat terbatas,
mungkin karena mereka menolak Kitab Yosua sampai dengan Kitab Maleakhi. Memang
mereka menerima kelima Kitab Musa, Kejadian sampai dengan Ulangan, maka dapat
dikatakan bahwa mereka menyembah
Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, namun mereka tidak mengenal Dia.
Dalam ayat ini
Allah hanya disebut apa yang,
sedangkan dalam ayat yang berikut Dia disebut "Bapa". Mungkinkah
perubahan ini mencerminkan pengenalan atau persekutuan yang amat dalam yang
akan diberikan kepada mereka dalam Kristus?
Dalam Injil Yohanes nampaknya ada
kesan bahwa Rasul Yohanes bersifat anti-Yahudi, karena seolah-olah dia berpikir
bahwa semua orang Yahudi
melawan Tuhan Yesus. (Lihat misalnya pasal 5:16-18,
yang berbunyi "...orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia
melakukan hal-hal itu pada hari Sabat...." Juga pasal 7:13; 8:48,
52; 9:22; 10:31; 18:28, 36, 38; 19:4, 7, 12, 14, 38; dan 20:19.)
Namun ayat ini menyatakan bahwa istilah Yahudi dapat merujuk pada orang-orang Yahudi yang tinggal di Propinsi
Yudea, yang melawan Tuhan Yesus, ataupun kepada seluruh bangsa Yahudi, yaitu umat pilihan
Allah, keturunan jasmani dari Abraham, Ishak, dan Yakub. Ungkapan keselamatan datang dari bangsa Yahudi
menegaskan bahwa Yesus Kristus sendiri, yaitu "Juruselamat dunia"
adalah seorang anggota bangsa Yahudi.
Oleh
karena kerinduan hati Allah Bapa,
maka hal-hal seperti tempat ibadah, yaitu apa yang lahirah, tidak berarti dan
tidak relevan pada hubungan kita dengan Allah. Yang penting ialah sikap hati
kita.Bukankah pernyataan ini, bahwa Bapa
mencari penyembah-penyembah yang menyembah Dia dalam
roh dan kebenaran, merupakan inti dari Perjanjian Baru? Kebenaran
yang begitu pokok ini telah dinubuatkan dalam Yeremia
31:31-34, yang berkata:
Sesungguhnya,
akan datang waktunya... Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel
dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek
moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar
dari tanah Mesir.... Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum
Israel sesudah waktu itu... Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan
menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka
akan menjadi umat-Ku... mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku... sebab
Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.
Rasul
Paulus menjelaskan bahwa Perjanjian Baru itu "tidak terdiri dari hukum
yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh
menghidupkan" (2 Korintus
3:6). Demikian juga Ucapan Bahagia dalam Matius 5:3-12
tidak membahas tata tertib ibadah, tetapi hal-hal yang terpusat pada hati
manusia, "karena dari situlah terpancar kehidupan", menurut Amsal 4:23.
Efesus 4:24
membahas manusia baru, "yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di
dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya", dan bukan
"kekudusan" yang terdiri dari pakaian tertentu, ataupun tata tertib
yang tertentu.
Kehidupan
Kristen yang digambarkan dalam Firman Tuhan bukanlah merupakan daftar peraturan
yang harus ditaati supaya selamat.Kehidupan Kristen juga bukanlah merupakan
daftar peraturan yang harus ditaati oleh karena kita telah
diselamatkan.Pada dasarnya kehidupan Kristen merupakan suatu hubungan pribadi
antara manusia dan Allah.Hubungan itu diadakan oleh Allah berdasarkan karya
Tuhan Yesus di kayu salib.Masalah peraturan, tata tertib, dan liturgi kebaktian
merupakan tema sampingan, sedangkan bagi Tuhan Allah yang pokok adalah sikap
hati kita dalam penyembahan, dan dalam segala kegiatan kami.
Dengan
berkata bahwa penyembah-penyembah
benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran, Tuhan Yesus juga
menolak kesalahan ajaran mereka di Samaria. Unsur kebenaran juga tidak dapat diabaikan.Mereka salah dalam
beberapa pokok ajaran, dan hal itu juga ditegur.
2.
Menyembah Dalam Kebenaran
Menyembah Allah bukan hanya dalam roh tetapi juga dalam
kebenaran.“Penekanan "roh" (Yunani, πνευμα – pneuma), harus bersejajar dengan "kebenaran" (Yunani, αληθεια - alêtheia) ini harus dilakukan oleh penyembah-penyembah yang "sejati"
(Yunani, αληθινος - alêthinos, Adj).[87] James Montgomery Boise mengungkapkan :
”For Jesus said that those who acknowledge God’s true worth must do so “in
spirit and in truth.” In other wods, they must do so “in truth” because truth
has to do with what His nature is, and they must do so “in spirit” because they
can only apprehend it spirituality.”[88]
“Dihubungkannya roh dan kebenaran memberi keterangan atas makna “The True
worshipers ; mereka ini adalah kelompok orang yang benar-benar berbakti, dan
berbeda dengan orang-orang lain yang “nampaknya” saja berbakti dengan melakukan
“tingkah laku agamawi” dan “symbol-simbol agamawi.”[89]
Menurut James Montgomery Boice Menyembah dalam kebenaran memiliki tiga arti
: “ First, it means that we must approach God truthfully, that is, honestly or
wholeheartedly ; Second we must worship on the basis of the biblical revelation
; Finally, to God “in truth” also means that we must approach God
Christocentrically. This is means “in Christ,” for this is God’s way of
approach to Him.’[90]
Yesus berkata
bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia
menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan
bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan
perasaan-perasaan tertentu. Penyembahan
adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.
Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya,
dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan
kebenaran Ilahi. Jika penyembahan kita
adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah
sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus
sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Pilatus mengajukan
pertanyaan yang sangat penting, “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus menjawab
dalam Yohanes 17:17 ketika ia berkata, “Firman-Mu adalah kebenaran.” Bila kita
ingin menyembah dalam kebenaran, dan firman Allah adalah kebenaran, maka kita
harus menyembah dengan pengertian yang benar akan firman Allah. Allah telah
menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab yang berpuncak pada penyataan yang paling
nyata dari segalanya, yaitu pribadi Yesus Kristus. Ketika firman tersebut
menerangi hati dan pikiran kita dengan cahaya supranatural Roh Kudus, maka kita
akan dituntun ke dalam penyembahan yang benar. Yesus sendiri pernah menjanjikan
dalam Yohanes 16:13, “Roh Kebenaran, akan memimpin kamu ke dalam seluruh
kebenaran.”
Penyembahan
dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu
dengan yang lainnya.Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang
dilakukan oleh umat Allah. John Stott dalam bukunya Between Two Worlds,
mengungkapkan demikian:
“Firman dan
penyembahan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Semua penyembahan
adalah tanggapan yang disertai akal budi dan kasih terhadap penyataan Allah
karena penyembahan adalah pemujaan terhadap nama-Nya. Oleh karenanya,
penyembahan yang dapat diterima tidak mungkin tidak memperkenalkan nama Tuhan [bisa
lewat khotbah, puji-pujian]. . . ketika firman Allah diuraikan secara terinci
dalam kepenuhannya, umat mulai melihat kemuliaan dari Allah yang hidup, mereka
sujud dengan rasa khidmat dan kagum yang membawa sukacita di hadapan
takhta-Nya. Suasana penyembahan seperti ini dihasilkan oleh pemberitaan firman
Allah dalam kuasa Roh Allah.”
Sekarang
terlihat dengan jelas bahwa Kebenaran merupakan inti penyembahan; dan kalau
kegairahan dan emosi yang membuat orang mendapatkan perasaan aman tanpa
dihubungkan dengan kebenaran, maka hal itu tidak ada artinya.
Nehemia 8
menunjukkan kuasa firman Allah untuk mendorong orang-orang yang hatinya
terbuka.Setelah Nehemia dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan tembok
Yerusalem, mereka meminta Ezra membaca gulungan yang berisi firman Allah.Ezra
membuka gulungan itu di hadapan semua orang dan segera semua orang berdiri pada
waktu pemberitaan firman Allah diberitakan. “Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang
mahabesar, dan semua orang menyambut dengan: Amin, amin! Sambil mengangkat
tangan.Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada Tuhan dengan muka
sampai ke tanah.”Jadi, sesungguhnya kebenaran firman Suci membuat umat sujud
menyembah.Dan hanya firman Allah saja yang mampu melakukan itu dalam diri
setiap orang yang menyembah kepada Allah tentunya dengan dorongan dan
penerangan Roh Kudus dalam setiap pribadi penyembah-penyembah Allah. Jadi,
menyembah di dalam kebenaran berarti menyembah menurut pernyataan Allah akan
diri-Nya sendiri dan akan rencana-Nya bagi umat-Nya. Kita harus menyembah
menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam
dan Raja. Kebenaran ini harus senantiasa diingat dan dibangkitkan ketika kita
melakukan suatu penyembahan di hadapan Allah.tetapi, jika penyembahan yang
tidak diterangi, disegarkan dan dihidupkan oleh kebenaran Yesus, dengan segera
akan menjadi lesu, membosankan, atau menjadi tidak terarah dan tidak nyata.
Arthur menyimpulkan pendapatnya dengan menyatakan bahwa, “Semua penyembahan
murni sesungguhnya adalah tanggapan sepenuh hati terhadap kebenaran Allah dan
firman-Nya.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh
adalah unsur subjektif.Keduanya harus ada bersama-sama.”Penyembahan
adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah
bila dinyatakan dengan benar. Jadi, sifat dasar penyembahan adalah memberikan
persembahan kepada Allah dari bagian diri kita “yang paling dalam”, dalam
pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan prinsipnya adalah selalu
berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.
Bila firman Allah menguasai hidup kita, maka pujian yang dinaikkan
dihadapan Tuhan akan diatur berdasarkan patokan ilahi. Penyembahan dalam roh
dan kebenaran adalah gabungan yang sempurna: emosi yang diatur oleh pemahaman,
gairah yang diatur oleh firman Allah. penyembahan bukanlah hanya sebuah
pengalaman yang luar biasa, tanpa arti dan isi. Penyembahan bukanlah sebuah
perasaan senang terpisah dari pemahaman kebenaran firman Allah. Penyembahan
dalam roh dan kebenaran adalah ekspresi pujian yang keluar dari hati yang
dapat diterima Allah, bila dilakukan dengan benar. Oleh karena itu orang yang
akan menyembah Allah harus ada penyerahan yang setia pada firman Tuhan.
Penyembahan adalah luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah
menyatakan diri-Nya dalam Kitab Suci. Itulah penyembahan dalam roh dan
kebenaran (Yoh 4:24).
Akhirnya, hendaklah kita aminkan
perkataan Paulus kepada jemaat Kolose, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan
segala kekayannya di dalam kamu, … sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian
dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Dengan
keyakinan ini, maka kita sudah melakukan suatu penyembahan yang berkenan dan
membawa kemuliaan bagi nama Tuhan sebab kita melakukannya berdasarkan
kehendak-Nya, yaitu hati yang tulus berdasarkan tuntunan firman Allah sendiri.
Penyembahan Kristiani adalah
suatu hal yang amat sakral dan penting. Dimana penyembahan itu sendiri
menyangkut relasi pribadi dengan Allah Pencipta, Pribadi Yang Mulia, layak
dipuji, Maha Kudus, Pencipta dan dengan segala atribut-Nya yang lain. Oleh
sebab itu, penyembahan haruslah dilakukan di dalam roh yaitu hati kita yang
terdalam yang menjadi titik perjumpaan antara manusia dengan Allah yang
tentunya telah lebih dulu diubahkan oleh Tuhan, disucikan oleh Roh Allah,
sehingga melaluinya kita bisa mengalami perjumpaan yang benar dengan Tuhan. Penyembahan juga haruslah penyembahan yang benar artinya
haruslah sesuai dengan pemahaman yang benar akan firman Allah yang adalah
kebenaran itu sendiri. Kita harus menyembah menurut kebenaran tentang Yesus,
bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam dan Raja. Pada akhirnya, kedua hal
ini haruslah dilakukan dalam ikatan yang selaras.Penyembahan adalah ekspresi
pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan
dengan benar.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh
adalah unsur subjektif. Penyembahan haruslah menjadi luapan dari
pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakan diri-Nya dalam Kitab
suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
E.
MAKNA
PENYEMBAH YANG BENAR MENYEMBAH DALAM ROH DAN KEBENARAN
Menyembah
dalam Roh dan Kebenaran. Menyembah dalam Roh adalah suatu
penyembahan yang sangat spiritual, bukan fisikal. Bukan dengan lokasi, alat,
arah atau jam tertentu, tetapi DIMANA SAJA dan KAPAN SAJA. Itulah menyembah
dalam Roh, dan dalam Kebenaran adalah Kebenaran Kristus serta sikap hidup yang
berkenan kepada BAPA dan hal itu semua sudah kita peroleh via Penebusan Kristus
Menyembahlah
dengan hati yang tulus, dan dengan sikap hidup yang benar dan berkenan.
Karena itu,
saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.(Roma12:1.)
Ada
penyembahan-penyembahan yang digambarkan secara fisikal sekali ini adalah
bentuk Penyembahan dengan Menyiksa Diri
Apabila kamu telah mati
bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu
menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup
di dunia: jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu
hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah
dan ajaran-ajaran manusia.Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh
hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri,
tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.(Kol.2:20-23)
Adapun
penyembahan secara tidak layak adalah demikian:
Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena
bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya,
padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah
manusia yang dihafalkan (Yesaya 29:13)
Praktek
Penyembahan yang sejati, adalah dengan menjaga kekudusan bait ALLAH, yakni
tubuh setiap orang percaya yang biasa disebut juga dengan Gereja (secara
rohani).
Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait
Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?(I Kor. 3:16) Di dalam Dia kamu
juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.(EF.
2:22)
Jadi ada 3 poin
kunci pada ayat (Yohanes
4:23-24)
1.
Menyembah "tanpa batas" dan non fisikal
(Roh), karena tolok ukurnya berdasarkan ketulusan hati.
2.
Menyembah setelah dikuduskan yakni via penebusan
Kristus (Tobat)
3.
Menyembah dengan menjaga kekudusan tubuh, sebagai bait
ALLAH
Menyembah Dalam Roh dan Kebenaran
Yesus mengajarkan beberapa hal dalam ayat ini:
a.
"Dalam
roh" menunjukkan tingkatan di mana terjadi penyembahan yang benar.
Seseorang harus menghampiri Allah dengan hati yang sungguh-sungguh dan roh yang
diarahkan oleh kehidupan dan tindakan Roh Kudus.
b.
"Dalam Kebenaran" (Yunnani: aletheia) merupakan ciri Allah (Mazm 31:6; Rom 1:25; 3:7; 15:8), terjelma di dalam Kristus (Yoh 14:6;
2Kor 11:10; Ef 4:21),
menjadi hakikat Roh Kudus (Yoh 14:17; Yoh 15:26; Yoh 16:13) dan merupakan inti Injil (Yoh 8:32;
Gal 2:5; Ef 1:13).
Oleh karena itu, penyembahan harus dilaksanakan menurut kebenaran Bapa yang
dinyatakan di dalam Anak dan diterima melalui Roh Kudus. Mereka yang
mengajarkan penyembahan terlepas dari kebenaran dan ajaran Firman Allah
sebenarnya telah mengesampingkan satu-satunya landasan penyembahan yang benar
a.
Menyembah
Dalam Roh
Ada banyak orang kristen jaman
ini yang menggunakan bagian ini sebagai dasar untuk melakukan acara penyembahan
dalam kebaktian/persekutuan. Tetapi kalau
kita melihat kontex dimana ayat ini terletak, maka jelaslah bahwa bukan itu
yang dimaksud oleh Yesus. Kata
‘menyembah dalam roh’ di sini dikontraskan dengan ‘menyembah secara lahiriah’.
Contoh penyembahan yang lahiriah adalah:
Ø Penekanan tempat tertentu untuk ibadah, doa dsb
(dalam kontex ini jelas inilah yang dimaksud.Dari sini jelas bahwa:
i.
orang
kristen tidak punya tempat/kota suci. Yerusalem, maupun Israel/Kanaan bukan
merupakan tempat suci bagi orang Kristen.
ii.
orang
kristen tidak harus berbakti di gedung gereja. Rumah, restoran, ruang senam,
lapangan, atau tempat manapun/apapun, boleh dipakai sebagai tempat untuk
berbakti.
iii. pemberkatan pernikahan tidak harus dilakukan di
gedung gereja.
iv. orang kristen tidak perlu pergi ke suatu tempat
tertentu (misalnya bukit doa) kalau mau berdoa. Memang kita harus mencari
tempat yang sunyi, tetapi bukan tempat tertentu.
v.
orang
kristen tidak perlu pergi ke tempat tertentu untuk mendapat berkat tertentu.
Karena itu adalah lucu kalau ada banyak orang yang pergi ke Toronto untuk
mendapatkan Toronto Blessing. Bandingkan dengan ajaran Kitab Suci
sendiri yang menunjukkan bahwa walaupun pencurahan Roh Kudus pertama kali
terjadi di Yerusalem, tetapi tidak ada keharusan pergi ke Yerusalem untuk
mendapatkan Roh Kudus.
Ø external worship (penyembahan/ibadah lahiriah).
Yang dimaksud di sini adalah orang yang
berpandangan bahwa yang penting ia sudah pergi ke gereja, dan sepanjang
kebaktian tubuhnya ada di gereja. Bagaimana dan dimana hati dan pikirannya
pada saat itu, tidaklah terlalu jadi soal.Ingat bahwa sebetulnya yang penting
adalah kesungguhan, semangat dan kasih dalam hati si penyembah. Jadi kalau
orang hanya sekedar muncul dan berbakti di gereja, tetapi hati dan pikirannya
tidak sungguh-sungguh berbakti, maka sebetulnya ia tidak berbakti kepada Tuhan.
i.
keharusan
posisi tubuh tertentu dalam berdoa / berbakti.
ii.
keharusan
bagi orang yang berdoa/berbakti untuk menghadap ke arah tertentu.
iii. liturgi yang dilaksanakan dengan terlalu ketat,
sehingga tidak dijiwai. Demikian juga pembacaan doa/pengakuan iman yang sekedar
diucapkan oleh mulut.
Sebetulnya dalam Perjanjian
Lamapun ‘menyembah dalam roh’ juga ditekankan (bdk. Yes 1:11-15
Yes 58:2-5 Maz 51:8,18-19), tetapi dalam Perjanjian Lama semua
ini dibungkus dengan hal-hal lahiriah sehingga kelihatannya bersifat daging /
lahiriah. Bahwa ‘bungkus’ ini kelihatannya bersifat daging / lahiriah, terlihat
dari:
a.
Gal 4:9
yang menyebut ceremonial law dengan istilah ‘roh-roh dunia yang lemah
dan miskin’ (NIV: weak and miserable principles).
b.
Ibr 9:1
yang menyebut Bait Allah dengan istilah ‘tempat kudus buatan tangan manusia’
(NIV: earthly sanctuary).
Calvin: “The worship of the Law was spiritual in its substance, but, in respect
of its form, it was somewhat earthly and carnal” (= Penyembahan / ibadah dari hukum Taurat
pada hakekatnya adalah rohani, tetapi, agak duniawi dan bersifat daging kalau
ditinjau dari bentuknya).
b.
Menyembah
Dalam Kebenaran
Ini perlu ditambahkan pada
‘menyembah dalam roh’, karena hanya benar secara batin (yaitu ada kasih,
kesungguhan dsb) belumlah cukup. Harus juga ada kebenaran, seperti pemikiran /
pengertian yang benar, kepercayaan yang benar, cara ibadah yang benar.
Yesus berkata bahwa kita juga harus
menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia menghubungkan penyembahan dengan
kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi
dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu.Penyembahan
adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.Kebenaran berasal dari Allah
sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua
perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi.Jika
penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata
dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan
kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Pilatus mengajukan pertanyaan
yang sangat penting, “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus menjawab dalam Yohanes
17:17 ketika ia berkata, “Firman-Mu adalah kebenaran.” Bila kita ingin
menyembah dalam kebenaran, dan firman Allah adalah kebenaran, maka kita harus
menyembah dengan pengertian yang benar akan firman Allah. Allah telah
menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab yang berpuncak pada penyataan yang paling
nyata dari segalanya, yaitu pribadi Yesus Kristus. Ketika firman tersebut
menerangi hati dan pikiran kita dengan cahaya supranatural Roh Kudus, maka kita
akan dituntun ke dalam penyembahan yang benar. Yesus sendiri pernah menjanjikan
dalam Yohanes 16:13, “Roh Kebenaran, akan memimpin kamu ke dalam seluruh
kebenaran.”
Penyembahan dan kebenaran sejati
di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu dengan yang
lainnya.Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang dilakukan oleh umat
Allah. John Stott dalam bukunya Between Two Worlds, mengungkapkan
demikian:
“Firman dan penyembahan tidak
dapat dipisahkan satu dari yang lain. Semua penyembahan adalah tanggapan yang
disertai akal budi dan kasih terhadap penyataan Allah karena penyembahan adalah
pemujaan terhadap nama-Nya. Oleh karenanya, penyembahan yang dapat diterima
tidak mungkin tidak memperkenalkan nama Tuhan [bisa lewat khotbah,
puji-pujian]. . . ketika firman Allah diuraikan secara terinci dalam
kepenuhannya, umat mulai melihat kemuliaan dari Allah yang hidup, mereka sujud
dengan rasa khidmat dan kagum yang membawa sukacita di hadapan takhta-Nya.
Suasana penyembahan seperti ini dihasilkan oleh pemberitaan firman Allah dalam
kuasa Roh Allah.”
Sekarang terlihat dengan jelas
bahwa Kebenaran merupakan inti penyembahan; dan kalau kegairahan dan emosi yang
membuat orang mendapatkan perasaan aman tanpa dihubungkan dengan kebenaran,
maka hal itu tidak ada artinya.
Nehemia 8 menunjukkan kuasa
firman Allah untuk mendorong orang-orang yang hatinya terbuka.Setelah Nehemia
dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan tembok Yerusalem, mereka meminta
Ezra membaca gulungan yang berisi firman Allah.Ezra membuka gulungan itu di
hadapan semua orang dan segera semua orang berdiri pada waktu pemberitaan
firman Allah diberitakan. “Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang mahabesar, dan
semua orang menyambut dengan: Amin, amin! Sambil mengangkat tangan.Kemudian
mereka berlutut dan sujud menyembah kepada Tuhan dengan muka sampai ke
tanah.”Jadi, sesungguhnya kebenaran firman Suci membuat umat sujud
menyembah.Dan hanya firman Allah saja yang mampu melakukan itu dalam diri
setiap orang yang menyembah kepada Allah tentunya dengan dorongan dan
penerangan Roh Kudus dalam setiap pribadi penyembah-penyembah Allah. Jadi,
menyembah di dalam kebenaran berarti menyembah menurut pernyataan Allah akan
diri-Nya sendiri dan akan rencana-Nya bagi umat-Nya. Kita harus menyembah
menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam
dan Raja. Kebenaran ini harus senantiasa diingat dan dibangkitkan ketika kita
melakukan suatu penyembahan di hadapan Allah.tetapi, jika penyembahan yang
tidak diterangi, disegarkan dan dihidupkan oleh kebenaran Yesus, dengan segera
akan menjadi lesu, membosankan, atau menjadi tidak terarah dan tidak nyata.
Arthur menyimpulkan pendapatnya
dengan menyatakan bahwa, “Semua penyembahan murni sesungguhnya adalah tanggapan
sepenuh hati terhadap kebenaran Allah dan firman-Nya.Kebenaran adalah unsur objektif
dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif.Keduanya harus ada
bersama-sama.”Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh)
yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Jadi, sifat dasar
penyembahan adalah memberikan persembahan kepada Allah dari bagian diri kita
“yang paling dalam”, dalam pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan
prinsipnya adalah selalu berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.
Bila firman Allah menguasai hidup
kita, maka pujian yang dinaikkan dihadapan Tuhan akan diatur berdasarkan
patokan ilahi. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah gabungan yang
sempurna: emosi yang diatur oleh pemahaman, gairah yang diatur oleh firman
Allah. penyembahan bukanlah hanya sebuah pengalaman yang luar biasa, tanpa arti
dan isi. Penyembahan bukanlah sebuah perasaan senang terpisah dari pemahaman
kebenaran firman Allah. Penyembahan dalam roh dan kebenaran adalah ekspresi
pujian yang keluar dari hati yang dapat diterima Allah, bila dilakukan
dengan benar. Oleh karena itu orang yang akan menyembah Allah harus ada
penyerahan yang setia pada firman Tuhan. Penyembahan adalah luapan dari
pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakan diri-Nya dalam Kitab
Suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
Akhirnya, hendaklah kita aminkan perkataan Paulus kepada jemaat
Kolose, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayannya di dalam
kamu, … sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu
mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Dengan keyakinan ini, maka kita
sudah melakukan suatu penyembahan yang berkenan dan membawa kemuliaan bagi nama
Tuhan sebab kita melakukannya berdasarkan kehendak-Nya, yaitu hati yang tulus
berdasarkan tuntunan firman Allah sendiri.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
TUJUAN PENELITIAN
Sebuah penelitian
tentulah memiliki tujuan, tujuan penelitian yang dimaksud adalah untuk
mengidentifikasi masalah dan menemukan pemecahan masalah atau solusi atas
masalah-masalah yang ditemukan di lapangan.Pada Bab I telah dijelaskan
temuan-temuan masalah terkait dengan penelitian ini, oleh karenya tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan Umum
Menggali dan menemukan makna yang sebenarnya dari perkataan
menyembah dalam roh dan kebenaran yang tertulis dalam Yohanes 4:24 melalui
studi eksegesis yang meliputi kontekstual, gramatikal, lateral dan
historical. Dengan demikian ayat
tersebut dapat ditafsirkan dengan benar sesuai dengan esensinya.
2.
Tujuan Khusus
Menjelaskan
tentang implikasi makna menyembah dalam roh dan kebenaran berdasarkan studi
eksegesis sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 4:24 terhadap jemaat sehingga
dapat mengaplikasikan makna perkataan tersebut dengan benar dalam kehidupan
kerohaniannya.Di samping itu para hamba Tuhan diharapkan memiliki pengertian
dan pemahaman yang benar sehingga dapat menyampaikan pengajaran yang tepat
terkait dengan makna perkataan tersebut kepada jemaat yang dilayani.
Untuk mencapai tujuan yang
dimaksudkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat deskriptif.
B.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Adapun mengenai keterangan tempat
penelitian dan waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Tempat Penelitian
Karena penelitian ini adalah
penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan makna denganstudi
eksegesis yang tepat, maka penelitian ini dilakukan di dalam perpustakaan atau
yang sering juga disebut sebagai riset kepustakaan[91].Apa
yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering juga disebut studi pustaka,
ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Menurut Nazir,
studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan
terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan
yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Hampir semua jenis
penelitian memerlukan studi pustaka, dalam metode sejarah sendiri studi pustaka
masuk ke dalam tahan heuristik[92].Selanjutnya
menurut Nazir (1998 : 112) studi kepustakaan merupakan langkah yang penting
dimana setelah seorang peneliti menetapkan topic penelitian, langkah
selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan
dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber
kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian
(tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran
dll). Bila kita telah memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera
untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena
itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori
secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi
yang berkaitan dengan topik penelitian.[93]
Adapun tujuan dari studi kepustakaan adalah[94] :
1.
Menemukan
suatu masalah untuk diteliti.
2. Mencari informasi yang relevan dengan masalah
yang akan diteliti.
3.
Mengkaji
beberapa teori dasar yang relevan dengan masalah yang akanditeliti.
4.
Untuk membuat uraian teoritik dan empirik yang berkaitan
dengan faktor, indikator, variable dan parameter penelitian
yang tercermin di dalam masalah-masalah yang ingin dipecahkan.
5.
Memperdalam pengetahuan peneliti tentang masalah dan
bidang yang akan diteliti.
6.
Mengkaji
hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan
dilakukan. Artinya hasil penelitian terdahulu mengenai
hal yang akan diteliti dan atau mengenai hal lain yang berkaitan dengan
hal yang akan diteliti.
7.
Mendapat informasi tentang aspek-aspek mana dari suatu
masalah yang sudah pernah diteliti
untuk menghindari agar tidak meneliti hal yang sama.
2.
Waktu Penelitian
Adapun waktu yang
diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah dimulai dari bulan Februari
2014 sampai dengan bulan Juli 2014 dengan harapan pada bulan September 2014
kiranya dapat dipertanggungjawabkan dihadapan para penguji pada sidang pasca
sarjana.
C.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu
diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.[95]Lebih
tepatnya metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, atau dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu.
Jenis-jenis metode penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
dan tingkat kealamiahan (natural setting) obyek yang diteliti.Berdasarkan
tujuan, metode penelitian dapat diklasifikasikan menjadi penelitian dasar
(basic research), penelitian terapan (applied research) dan penelitian
pengembangan (research and development).Selanjutnya berdasarkan tingkat
kealamiahan, metode penelitian dapat dikelompokkan menjadi metode penelitian
eksperimen, survey dan naturalistic.Yang terakhir adalah berdasarkan jenis data dan analisis, yaitu penelitian kuantitatif dan
kualitatif.
1.
Jenis-Jenis Metode Penelitian
a.
Metode Penelitian Kuantitatif
Penelitian
kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang bersifat induktif,
objektif dan ilmiah di mana data yang di peroleh berupa angka-angka atau pernyataan-pernyataan
yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik.[96] Penelitian kuantitatif biasanya di gunakan
untuk membuktikan dan menolak suatu teori. Karena penelitian ini biasanya
bertolak dari suatu teori yang kemudian diteliti, dihasilkan data, kemudian di
bahas dan diambil kesimpulannya.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis
terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.Tujuan
penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis
yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran
adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini
memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatanempiris[97]
dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data kuantitatif
(data yang berbentuk angka atau data yang diangkakan). Metode
kuantitatif dinamakan metode tradisional , karena metode ini sudah mentradisi
sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik
karena berlandaskan pada filsafat positivisme.Metode ini sebagai metode ilmiah
karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, obyektif, terukur,
rasional, dan sistematis.Metode ini juga disebut metode discovery, karena
dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.Metode
ini disebut kuantitatifkarena data penelitiannya berupa angka-angka dan
analisis menggunakan statistik. Jadi, metode kuantitatif merupakan metode yang
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan
sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan.
b.
Metode Kualitatif
Metode kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di
mana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan
hasul penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[98]
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang
bersifat deskriptif[99]
dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.[100]
Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif. Landasan teori
dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.Selain
itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.Terdapat perbedaan
mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian
kualitatif.Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju
data, dan berakhir pada
penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam
penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada
sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu teori.
Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme[101],
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitattif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.[102]
Penelitian kualitatif adalah peneltian yang menggunakan data kualitatif
(data yang berbentuk data, kalimat, skema, dan gambar). Metode
penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru karena popularitasnya belum
lama, dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat
postpositivisme.
Metode ini disebut juga sebagai
metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni ( kurang terpola)
dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih
berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Jadi
metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuik meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan
sampel sumber data dilakukan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.
c.
Metode Eksplorasi
Untuk menghasilkan komparasi yang memadai sebagai sebuah
kajian ilmiah, maka peneliti menggunakan metode penelitian eksploratori.Metode
penelitian ini sangat pas diterapkan dalam penelitian teologi.[103] Lebih lanjut, Sasmoko menjelaskan tentang
metode penelitian ini:
Penelitian eksploratori adalah kajian
teologis atau kajian Alkitabiah yang adalah kaian teoritis suatu
penelitian.Kajian ini tentu menitikberatkan kepada telaah biblika dan telaah
secara mendalam (eksegese) dari suatu variable penelitian. Dalam penelitian eksploratori, akan terbangun
suatu construct yang di dalamnya akan
memuat kesimpulan peneliti atas variable tersebut disertai dimensi dan
indikatornya.[104]
Metode eksplorasi ini berhubungan
dengan metode penelitian kualitatif, dimana metode ini lebih menekankan makna
daripada generalisasi, sehingga dalam menemukan makna arti yang lebih mendalam,
maka peneliti menggunakan metode eksplorasi.
d.
Metode Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independent) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan antara varibel yang satu dengan yang
lain. Contoh: penelitian yang berusaha menjawab bagaimanakah profil presiden
Indonesia, bagaimanakah etos kerja dan prestasi kerja para karyawan di suatu
departemen.
e.
Metode Eksperimen
Penelitian Eksperimen
adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variable tertentu
terhadap variable yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Contoh:
penelitian penerapan metode kerja baru terhadap produktifitas kerja, penelitian
pengaruh mobil berpenumpang tiga terhadap kemacetan lalu lintas di
jalan.
f.
Metode Hermeneutika Alkitabiah
Hermeneutika adalah ilmu
menafsir. Artinya ilmu yang digunakan
untuk menemukan arti dari perkataan atau frasa dari seorang penulis, setelah
itu diteruskan kepada orang lain untuk dijelaskan. Hermeneutic pada umumnya menunjuk proses
teoritis dan metodologis yang ingin memahami makna yang terdapat dalam
komunikasi tertulis dan lisan yang berupa tanda-tanda dan symbol-simbol yang
dipakai.[105]Dalam
perkembangannya hermeneutic juga digunakan secara luas dalam berbagai bidang,
misalnya filologi, seni lukis, kesastraan, penerjemahan, sejarah, arkeologi dan
masih banyak lagi.Penerapan di dalam bidang-bidang tersebut tentu lebih
bernuansa akademis. Dan hermeneutic
secara tidak langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada apa yang
dilihat dan didengar.[106]
Penggunaan
pendekatan hermeneutika ini berhubungan dengan judul penelitian yang
menggunakan pendekatan Alkitab, sehingga untuk menemuklan makna atau pengertian
yang alkitabiah dari uraian tentang menyembah dalam roh dan kebenaran dalam
teks-teks Alkitab, maka digunakan ilmu hermeneutika untuk mengeksegesis dalam
mendapatkan pengertian atau arti yang sesuai dengan konteks Alkitab.
g.
Metode Interview
Interview atau wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan apabila
penelitia ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan
jumlah respondennya sedikit.Wawancara yang digunakan adalah wawancara
terstruktur, yaitu dalam melakukan wawancara pengumpul data telah menyiapkan
instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dengan alternative
jawabannya pun telah disiapkan.[107]
Metode
interview yang dimaksudkan di sini adalah untuk melakukan wawancara kepada
pemimpin gereja atau pemimpin Kristen untuk mendapatkan data atau informasi
seputar permasalahan yang diangkat, yang kemudian dari jawaban yang diberikan
dianalisis oleh peneliti untuk kegunaan validitas data.
2.
Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini
Sebagaimana telah dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya, makafokus
penelitian
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah khusus untuk mengeksegesis ayat dan
perikop Alkitab serta melakukan tinjauan mendalam tentang menyembah dalam roh
dan kebenaran melalui studi eksegesis, oleh karenanya penelitian ini
menggunakan metode penelitiam
kualitatif. Peneliti akan
menggunakan metodologi penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif untuk
penulisan karya ilmiah ini. Penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan buku-buku
pustaka, baik yang berupa teologis maupun sekuleris sebagai sumber data.
Menurut Sugiyono, yang menjadi instrument utama dalam penelitian
kualitatif adalah peneliti sendiri atau team peneliti. Untuk itu perlu dikemukakan siapa yang akan
menjadi instrument penelitian, atau mungkin setelah permasalahnnya dan focus
jelas peneliti akan menggunakan instrument.[108]
Permasalahan yang diuraikan di dalam tulisan ini adalah penafsiran yang
secara teologis kurang tepat sehingga mengakibatkan kekurangtepatan dalam
pengaplikasiannya. Penafsiran yang
sempit akan mengakibatkan penggalian makna kurang mendalam sehingga terjadi
kesalahan aplikasi dalam praktisnya.
Maka dalam penelitian ini sesuai dengan metode kualitatif dan riset
perpustakaan, informasi yang digali bersumber dari buku-buku yang dijadikan
sumber utama.
D.
TEKNIK DAN PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data merupakan salah
satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang
benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya.
Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan
harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian
kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan
atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal,
yakni berupa data yang tidak credible,
sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian
demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai dasar pertimbangan
untuk mengambil kebijakan publik.
Di dalam metode penelitian
kualitatif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa teknik pengumpulan data
kualitatif, yaitu; 1).wawancara, 2). observasi, 3). dokumentasi, dan 4).
diskusi terfokus (Focus Group Discussion).
Sebelum masing-masing teknik tersebut diuraikan secara rinci, perlu ditegaskan
di sini bahwa hal sangat penting yang harus dipahami oleh setiap peneliti
adalah alasan mengapa masing-masing teknik tersebut dipakai, untuk memperoleh
informasi apa, dan pada bagian fokus masalah mana yang memerlukan teknik
wawancara, mana yang memerlukan teknik observasi, mana yang harus kedua-duanya
dilakukan, dst. Pilihan teknik sangat tergantung pada jenis informasi yang
diperoleh.[109]
1.
Wawancara
Wawancara
ialah proses komunikasi atau interaksi untuk
mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan
atau subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini,
wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media
telekomunikasi.Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh
informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam
penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.
Karena merupakan
proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi
yang telah diperoleh sebelumnya.
2.
Observasi
Selain
wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif.Observasi hakikatnya merupakan
kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman,
pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian.Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,
kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang.Observasi dilakukan
untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab
pertanyaan penelitian.
Bungin (2007:
115-117)[110]
mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2).
observasi tidak terstruktur, dan 3). observasi kelompok. Berikut penjelasannya:
i.
Observasi partisipasi adalah (participant
observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti
terlibat dalam keseharian informan.
ii.
Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang
dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan
pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
iii.
Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh
sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek
penelitian.
3.
Dokumen
Selain
melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang
tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat,
cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini
bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam.Peneliti perlu
memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak
sekadar barang yang tidak bermakna.
4.
Focus Group Discussion
Metode
terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus Group
Discussion), yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok
orang lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti.
Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan hasil UN 2011 di mana nilai
rata-rata siswa pada matapelajaran bahasa Indonesia rendah. Untuk menghindari
pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok
diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji
sebuah isu diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.
E.
VERIFIKASI DATA
Untuk memastikan keakuratan dari
data-data yang telah ditemukan dengan cara atau teknik sebagaimana yang telah dijelaskan
di atas, maka perlu dilakukan verifikasi data.
Proses verifikasi data
dilakukan dengan cara peneliti terjun kembali di lapangan untuk mengumpulkan
data kembali yang dimungkinkan akan memperoleh bukti-bukti kuat lain yang dapat
merubah hasil kesimpulan sementara yang diambil. Jika data yang diperoleh
memiliki keajegan (sama dengan data yang telah diperoleh) maka dapat diambil
kesimpulan yang baku dan selanjutnya dimuat dalam laporan hasil penelitian.
Proses analisis data dalam
penelitian kualitatif dimulai sejak sebelum peneliti memasuki lapangan yang
mana dilanjutkan pada saat peneliti berada di lapangan sampai peneliti
menyelesaikan kegiatan di lapangan. Sebelum peneliti memasuki lapangan,
analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data
sekunder.Analisis data diarahkan untuk menentukan fokus penelitian.Namun
demikian fokus penelitian yang ditentukan sebelum peneliti memasuki lapangan
masih bersifat sementara.Fokus penelitian ada kemungkinan mengalami perubahan
atau berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
1.
Triangulasi
Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui
sumber lainnya.[111]
2.
Expert Opinion
Jika
diperlukan maka verifikasi data dengan cara expert opinion (pendapat ahli) akan
dilakukan untuk lebih mengakuratkan data yang diperoleh. Namun hal ini bukanlah menjadi suatu keharusan
tetapi bersifat situasional saja.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A.
Dasar Penyembahan
Poin utama yang harus kita sadari
bahwa memuliakan atau
menyembah Allah, “dimulai sejak kita mengalami keselamatan
dan pembaharuan di dalam Kristus”. Ketika kita berserah kepada Yesus
sebagai Tuhan dan dengan demikian menjadi penyembah yang benar. Kalau
kita tidak di dalam keselamatan yang Yesus kerjakan, maka sesungguhnya kita
hanyalah penyembah-penyembah palsu yang membangkitkan emosi sesaat untuk
mencapai suasana tertentu yang membuat kita nyaman dan tentram sesaat,
tetapi kita tidaklah disebut sebagai penyembah Allah, sebab Allah tidak mungkin
berkenan mendengar penyembahan dari orang-orang yang tidak kudus, yang hatinya
buta terhadap kebenaran Allah. Menyembah Allah terjadi oleh karena Ia yang
menciptakan kita, berkenan atas hidup kita.
Kesadaran akan pribadi yang
disembah adalah Allah sebagai pencipta dan penguasa atas segala sesuatu di
dalam semesta ini, maka sudah seharusnya kemuliaan dikembalikan pada-Nya.
Alkitab menyatakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan
kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Roma 11:36). Sebagai
pencipta hanya Dia yang layak dipuji.Memuliakan Allah terjadi karena Allah
menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya.Maksud seluruh penciptaan adalah
untuk memuliakan Allah.Amsal 16:4 mengatakan, “TUHAN membuat segala sesuatu
untuk tujuannya masing-masing.”Segala sesuatu dalam penciptaan dirancang untuk
memancarkan sifat-sifat-Nya, kasih-Nya, belaskasihan-Nya, hikmat-Nya dan
anugrah-Nya.Itu bukan egoisme di pihak Allah.Ialayak kita puji. Sebagai
Allah Ia mempunyai setiap hak untuk menuntut penyembahan dan pemujaan dari
makhluk ciptaan-Nya. Dan kita harus melakukannya dengan penuh ketundukkan.
Akhirnya, persembahan apa yang
dibawa dihadapan Tuhan dengan penuh ketundukkan? Roma 12:1, Rasul Paulus
mengajarkan, “karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku
menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu itu adalah ibadahmu
[penyembahanmu] yang sejati.”Penyembahan rohani ini bukanlah hal yang abstrak
atau tidak masuk akal, karena penyembahan ini dimulai dari sesuatu yang nyata
dan amat jelas, yaitu kepemilikan pribadi.Milik siapakah saya ini?Kepada
siapakah saya mempersembahkan diri saya ini?Itu adalah esensi atau yang
mendasari penyembahan yang benar dalam ibadah.
B.
Menyembah dalam Roh
Apa maksudnya menyembah dalam roh? Kata roh dalam Yohanes
4: 24 memakai kata Yunani “Pneumati”, yang mengacu pada roh manusia, bagian
dari pribadi manusia yang
tertinggi, yang terdalam, dan
merupakan ‘poin kontak’ diantara Allah dengan manusia.Ibadah yang murni ialah
apabila roh, yaitu bagian yang kekal dan tak kelihatan dari manusia, berbicara
serta bertemu dengan Allah, yang juga kekal dan tidak kelihatan.Penyembahan haruslah mengalir dari “dalam” ke
“luar”. Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat yang benar, pada waktu
yang tepat, musik yang cocok, dan suasana hati yang tepat. Penyembahan bukanlah
kegiatan lahiriah yang menuntut terciptanya suatu suasana tertentu. Penyembahan
terjadi di dalam hati, dalam roh. Stephen Charnock dalam bukunya The
Existence and Attributes of God menulis,
“Tanpa hati (roh manusia), penyembahan bukanlah
penyembahan; penyembahan tersebut adalah permainan sandiwara; sebuah peran yang
dimainkan tanpa menjadi orang yang sesungguhnya kita mainkan: semua munafik,
dalam arti kata itu, adalah seorang pemain sandiwara . . . Kita mungkin
dikatakan sungguh-sungguh menyembah Allah walaupun kita tidak sempurna; tetapi
kita tidak dapat dikatakan menyembah Dia, bila kita tidak tulus hati.”
Penyembahan yang tanpa hati juga kita temukan
dalam Alkitab, yaitu ketika Yesus berkata kepada orang-orang Farisi dan ahli
taurat, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab
ada tertulis: ‘Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahalhatinya jauh daripada-Ku” (Markus
7:6). Jadi, jelas sekarang bahwa ketika kita memuliakan Allah, yang
harus diperhatikan adalah kita harus
dengan ketulusan hati datang pada-Nya dan penyembahan kita haruslah dari dalam
lubuk hati kita.
Bagaimana memiliki roh yang menyembah? Menyembah
dalam roh di dalamnya ada pengertian yang melimpah tentang dekat dengan Allah.
Yakobus 4:8 mengatakan,
“Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Kita dapat mempunyai hari yang melimpah, yang menyembah
dalam roh. Caranya adalah mula-mula diri kita harus diserahkan pada Roh
Kudus. Sebelum kita dapat menyembah Allah dalam roh, Roh Kudus harus ada
untuk mengasilkan penyembahan
yang benar. I Korintus 2:11 mengatakan, “demikian pulalah, tidak ada orang yang
tahu, apa yang terjadi di dalam diri Allah selain Roh Allah.” Jelas
tampak dalam Yohanes 4:4 bahwa penyembahan yang benar hanya bisa dipersembahkan
ketika, oleh kuasa Roh Kudus, roh kita sendiri menyembah Dia. Alkitab
mengatakan bahwa Allah itu Roh, dan kita harus dibawa dalam dimensi-Nya untuk
menyembah Dia sebagaimana yang Dia minta. Jadi, bila kita tidak
membiarkan Roh Allah mendorong kita hati kita, memotivasi, menyucikan hati
kita, kita tidak dapat menyembah Allah secara benar karena kita tidak mengenal Dia, hanya Roh
Allah saja yang bisa melakukannya. “Tidak ada seorang pun yang dapat mengaku:
‘Yesus adalah Tuhan’, selain Roh Kudus.” Dengan kata lain, tanpa Roh Kudus,
seseorang tidak dapat sungguh-sungguh mengakui ketuhanan Kristus. Untuk
menyembah Kristus sebagai yang mahakuasa, mahakudus memerlukan dorongan Roh
Kudus. Dan Roh Kudus berkarya hanya setelah menerima Yesus sebagai Tuhan dan
Juruslamat pribadi kita masing-masing. Barangkali tepat kesimpulan yang
diungkapkan oleh Graham Kendrick, yang berbunyi: “Menyembah ‘dalam roh’ berarti
menggabungkan diri ke dalam sumber pujian itu sendiri, yang tidak pernah
kering, Roh Allah yang terus menerus menaikkan pujian, dan mengijinkan
kebebasan-Nya bergabung dengan roh kita sendiri melalui pikiran dan tubuh kita
untuk menyatakan keagungan Juruslamat kita Yesus dan kasih Bapa sorgawi.”
Selanjutnya, jika kita ingin menyembah Allah dalam
roh, pikiran kita harus dipusatkan kepada Allah.Penyembahan adalah luapan dari pikiran yang
diperbaharui oleh kebenaran Allah.Jadi, untuk menyembah dalam roh, kita
harus mempunyai hati yang tidak bercabang. Tanpa hati yang bulat,
penyembahan tidaklah mungkin terjadi.Penyembahan dalam roh harus datang dari
hati yang siap, hati yang tegas, hati yang pasti, hati yang hanya berpusat pada
Allah. Dalam Mazmur 108 kita menemukan gagasan yang sama, ayat 2 mengatakan,
“Hatiku siap, ya Allah, aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai
jiwaku.” Penyembahan dalam roh mengimplikasikan akan kondisi hati/ roh kita
yang tidak bercabang, melainkan terfokus untuk Tuhan semata.
Akhirnya, penyembahan dalam roh menuntut kita untuk menyelesaikan dosa di
hadapan Allah. Benar! apa yang pernah diungkapkan John Arthur, JR. “Kita harus
menyembah Allah dengan hati yang penuh penyesalan.”Kita harus hidup suci,
bersih, murni.Karena orang yang dapat masuk dalam hadirat Allah adalah orang
yang dosanya telah diselesaikan.Kita tidak bisa masuk dengan semaunya saja,
dengan ketidakmurnian di hadirat Allah. Arthur lebih jauh mengatakan,
“Mungkin alasan mengapa kita
menemui kesulitan untuk sungguh-sungguh menghambakan diri dalam penyembahan
Allah, alasan mengapa kita tidak mengalami kehadiran Allah, adalah bahwa kita
mempunyai bidang-bidang dalam hidup kita yang tidak murni pada pandangan
Allah.kita semua memiliki titik gelap dan cacat yang hanya diketahui Allah.”
Mazmur 139:23-24, Daud menulis,
“Selidiki aku ya Allah, dan “kenallah hatiku”, ujilah aku dan kenallah
pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan
yang kekal!”Itu adalah pengakuan bahwa bahkan Daud sendiri tidak dapat memahami
hatinya sendiri dengan sepenuhnya. Sebab itu, dalam penyembahan, seharusnya
kita harus lebih dahulu terbuka, mau meminta kepada Allah untuk menerangi apa
yang ada dalam bayang-bayang di dalam kehidupan kita. Kita harus menyerahkan
roh kita pada Roh Kudus yang memenuhi hati kita dengan kehadiran dan kuasa-Nya,
maka barulah luapan penyembahan dapat terjadi.
C.
Menyembah Dalam Kebenaran
Yesus berkata
bahwa kita juga harus menyembah dalam kebenaran, dengan demikian Ia
menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan
bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan
perasaan-perasaan tertentu. Penyembahan
adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran.
Kebenaran berasal dari Allah sendiri; ini bagian yang hakiki dari
kharakter-Nya, dan karena itu, semua perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan
berdasarkan kebenaran Ilahi. Jika
penyembahan kita adalah untuk membuat suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata
dengan Allah sumber kebenaran ini, maka hidup kita, pola pikiran dan
kepercayaan kita harus sesuai dengan kebenaran mengenai Dia.
Pilatus
mengajukan pertanyaan yang sangat penting, “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus
menjawab dalam Yohanes 17:17 ketika ia berkata, “Firman-Mu adalah kebenaran.”
Bila kita ingin menyembah dalam kebenaran, dan firman Allah adalah kebenaran,
maka kita harus menyembah dengan pengertian yang benar akan firman Allah. Allah
telah menyatakan diri-Nya di dalam Alkitab yang berpuncak pada penyataan yang
paling nyata dari segalanya, yaitu pribadi Yesus Kristus. Ketika firman
tersebut menerangi hati dan pikiran kita dengan cahaya supranatural Roh Kudus,
maka kita akan dituntun ke dalam penyembahan yang benar. Yesus sendiri pernah
menjanjikan dalam Yohanes 16:13, “Roh Kebenaran, akan memimpin kamu ke dalam
seluruh kebenaran.”
Penyembahan
dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu
dengan yang lainnya.Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang dilakukan
oleh umat Allah. John Stott dalam bukunya Between Two Worlds,
mengungkapkan demikian:
“Firman dan
penyembahan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Semua penyembahan
adalah tanggapan yang disertai akal budi dan kasih terhadap penyataan Allah karena
penyembahan adalah pemujaan terhadap nama-Nya. Oleh karenanya, penyembahan yang
dapat diterima tidak mungkin tidak memperkenalkan nama Tuhan [bisa lewat
khotbah, puji-pujian]. . . ketika firman Allah diuraikan secara terinci dalam
kepenuhannya, umat mulai melihat kemuliaan dari Allah yang hidup, mereka sujud
dengan rasa khidmat dan kagum yang membawa sukacita di hadapan takhta-Nya.
Suasana penyembahan seperti ini dihasilkan oleh pemberitaan firman Allah dalam
kuasa Roh Allah.”
Sekarang
terlihat dengan jelas bahwa Kebenaran merupakan inti penyembahan; dan kalau
kegairahan dan emosi yang membuat orang mendapatkan perasaan aman tanpa
dihubungkan dengan kebenaran, maka hal itu tidak ada artinya.
Nehemia 8
menunjukkan kuasa firman Allah untuk mendorong orang-orang yang hatinya
terbuka.Setelah Nehemia dan bangsa Israel menyelesaikan pembangunan tembok
Yerusalem, mereka meminta Ezra membaca gulungan yang berisi firman Allah.Ezra
membuka gulungan itu di hadapan semua orang dan segera semua orang berdiri pada
waktu pemberitaan firman Allah diberitakan. “Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang
mahabesar, dan semua orang menyambut dengan: Amin, amin! Sambil mengangkat
tangan.Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada Tuhan dengan muka
sampai ke tanah.”Jadi, sesungguhnya kebenaran firman Suci membuat umat sujud
menyembah.Dan hanya firman Allah saja yang mampu melakukan itu dalam diri
setiap orang yang menyembah kepada Allah tentunya dengan dorongan dan
penerangan Roh Kudus dalam setiap pribadi penyembah-penyembah Allah. Jadi,
menyembah di dalam kebenaran berarti menyembah menurut pernyataan Allah akan
diri-Nya sendiri dan akan rencana-Nya bagi umat-Nya. Kita harus menyembah
menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita, Nabi, Imam
dan Raja. Kebenaran ini harus senantiasa diingat dan dibangkitkan ketika kita
melakukan suatu penyembahan di hadapan Allah.tetapi, jika penyembahan yang
tidak diterangi, disegarkan dan dihidupkan oleh kebenaran Yesus, dengan segera
akan menjadi lesu, membosankan, atau menjadi tidak terarah dan tidak nyata.
Arthur
menyimpulkan pendapatnya dengan menyatakan bahwa, “Semua penyembahan murni
sesungguhnya adalah tanggapan sepenuh hati terhadap kebenaran Allah dan
firman-Nya.Kebenaran adalah unsur objektif dalam penyembahan dan roh
adalah unsur subjektif.Keduanya harus ada bersama-sama.”Penyembahan
adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang dapat diterima Allah
bila dinyatakan dengan benar. Jadi, sifat dasar penyembahan adalah memberikan
persembahan kepada Allah dari bagian diri kita “yang paling dalam”, dalam
pujian, doa, nyanyian, memberi bantuan, dan prinsipnya adalah selalu
berdasarkan kebenaran-Nya yang dinyatakan.
Bila firman Allah menguasai hidup kita, maka pujian yang dinaikkan
dihadapan Tuhan akan diatur berdasarkan patokan ilahi. Penyembahan dalam roh
dan kebenaran adalah gabungan yang sempurna: emosi yang diatur oleh pemahaman,
gairah yang diatur oleh firman Allah. penyembahan bukanlah hanya sebuah
pengalaman yang luar biasa, tanpa arti dan isi. Penyembahan bukanlah sebuah
perasaan senang terpisah dari pemahaman kebenaran firman Allah. Penyembahan
dalam roh dan kebenaran adalah ekspresi pujian yang keluar dari hati yang
dapat diterima Allah, bila dilakukan dengan benar. Oleh karena itu orang yang
akan menyembah Allah harus ada penyerahan yang setia pada firman Tuhan.
Penyembahan adalah luapan dari pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah
menyatakan diri-Nya dalam Kitab Suci. Itulah penyembahan dalam roh dan
kebenaran (Yoh 4:24).
Akhirnya,
hendaklah kita aminkan perkataan Paulus kepada jemaat Kolose, “Hendaklah
perkataan Kristus diam dengan segala kekayannya di dalam kamu, … sambil
menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur
kepada Allah di dalam hatimu.” Dengan keyakinan ini, maka kita sudah melakukan
suatu penyembahan yang berkenan dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan sebab
kita melakukannya berdasarkan kehendak-Nya, yaitu hati yang tulus berdasarkan
tuntunan firman Allah sendiri.
D.
GAMBARAN
PENYEMBAHAN UMAT TUHAN MASA KINI
Ibadah Kristiani tidaklah lepas dari suatu
yang dinamakan penyembahan kepada Allah. Bahkan setiap orang percaya seharusnya
mempunyai gaya hidup sebagai “penyembah-penyembah” bagi Allah.Dan, karena penyembahan adalah gaya hidup orang percaya, maka memuliakan Allah
pastilah menjadi tujuan penyembahan yang disadari, terus menerus, berarti, dan
kekal. Dalam pelaksanaannya, penyembahan tidaklah dibatasi oleh masalah
tempat, jenis, waktu atau hal apapun, sebab pada esensinya, Pribadi yang
disembah adalah pribadi dalam Roh, yang tidak bisa batasi oleh apapun di luar
diri-Nya.Kita bisa menyembah Allah dimanapun kita berada dan dalam segala aspek
hidup dan pekerjaan kita sehari-hari. Oleh sebab itu, apapun yang kita lakukan mulai dengan
kegiatan-kegiatan biasa seperti makan dan minum, haruslah dilakukan untuk
kemuliaan Allah, itulah penyembahan sebagai gaya hidup.Kemudian dalam penyembahan itu sendiri, Kesadaran akan oknum yang disembah dalam ibadah adalah pribadi
Allah yang kudus, mulia dan benar, maka, implikasinya lebih
jauh adalah menuntut setiap
orang yang datang menyembah haruslah menyembah Allah dalam roh dan kebenaran
(Yohanes 4:24). Orang yang mau
memuliakan Allah hanya bisa diperkenankan Allah, bila ia melakukannya
dalam roh dan kebenaran. Apa maksud dan bagaimana menyembah Allah dalam roh dan
kebenaran?
Worship
(Penyembahan) dalam bahasa Inggris berakar dari kata ‘worth-ship’, yang
menyatakan nilai atau harga yang dikenakan pada seseorang atau sesuatu. Contemporary
English-Indonesian Dictionary, mendefisikannya secara sederhana sebagai
upacara keagamaan, ibadat, yang di dalamnya mengandung kekaguman yang besar
terhadap suatu hal sehingga menimbulkan suatu perasaan memuja. Sikap worship
ini biasanya ditujukan pada pejabat-pejabat tertentu [terutama di
Inggris] atau pahlawan-pahlawan yang dikagumi. Namun, dalam konteks
Alkitab, terdapat tujuh kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan sebagai
‘penyembahan’ di Perjanjian Baru. Satu kata yang paling sering dipakai muncul
tidak kurang dari lima puluh sembilan kali dalam PB adalah kata “proskyneo”.
Kata ini lebih sering digunakan daripada kata yang lainnya yang menunjukkan
betapa pentingnya kata ini.Arti dasar dari kata ini adalah “datang untuk
mencium (tangan),” dan ini mengandung arti secara eksternal maupun
internal.Secara eksternal berarti sikap sujud menyembah sampai ke tanah.Secara
internal berarti sikap di dalam hati kita yang penuh dengan rasa hormat dan
kerendahan hati. Ini memberikan gambaran yang indah bagi
kita tentang penyembahan, yaitu ketika kita mendekati Tuhan segala tuhan, kita
datang dengan muka terangkat, dengan hati yang penuh kasih dan ucapan syukur,
dan tekat hati yang teguh untuk mentaati Dia.Graham Kendrick, mendefinisikannya
demikian: “Pujian atau penyembahan adalah merupakan luapan dari kehidupan yang
telah diisi oleh Allah.” Artinya bahwa ketika
Allah dengan segala kemuliaan-Nya dinyatakan pada kita, maka, hal itu akan
menggetarkan hati sanubari manusia yang terdalam untuk bereaksi yaitu menyembah
Allah. Lebih jauh,William Temple
mendefinisikan penyembahan sebagai berikut:
“Menyembah adalah ‘menghidupkan hati nurani” dengan kekudusan Allah, memberi makan pikiran
dengan ‘kebenaran Allah’, menyucikan khayalan dengan keindahan
Allah, membuka hati terhadap kasih Allah, dan mengabdikan kehendak kepada
maksud Allah.”
Penyembahan
Kristen adalah penyembahan yang mempunyai tujuan yang amat jelas, dan bukan
sekedar membangkitkan emosi sesaat. Melainkan barawal dari hati yang
rindu dan dipuaskan Tuhan, sehingga menimbulkan reaksi menyembah Allah dari
roh/ hati yang terdalam. Jadi, boleh dikatakan bahwa penyembahan dalam
kekristenan adalah suatu yang sakral dan menyangkut relasi dengan Allah yang
penuh dengan kemuliaan.Penyembahan hanya bisa muncul ketika hati kita sudah mengalami
sentuhan langsung dari Tuhan Allah, sehingga mau tidak mau kita hanya datang
dan menyembah dia dari hati yang terdalam.kegairahan hati dibangkitkan dan
dilakukan sesuai dengan maksud Allah di dalamnya. Maka, penyembahan kristen
bukanlah sebuah ritual belaka (formalitas) tetapi menyangkut sesuatu yang
sangat bernilai oleh sebab itu harus dilakukan di dalam roh yang mengalami
pembaharuan sesuai kebenaran Allah.
E.
APLIKASI
PENYEMBAHAN YANG BENAR BAGI UMAT TUHAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1.
Wacana Konsep Teologis Menyembah
Perlu disadari bahwa ada penekanan yang berbeda ketika kita mencoba
mengetengahkan kata “menyembah” dikalangan pentakosta dan kharismatik dengan
mainstream dan Injili. Bagi orang-orang Pentakosta dan kharismatik
“penyembahan” berkonotasi pada bagian dari doa pribadi dan liturgi ibadah.
Sedangkan bagi denominasi lain tidak seperti itu. Sebab itu untuk memudahkan
membangun konsep yang benar perlu mencermati pengertian “menyembah” diantara
mereka.
a.
Penyembahan sebagai cara hidup.
John MacArthur, Jr meskipun menyinggung penyembahan dalam ibadah gereja,
tetapi konsep penyembahannya berbeda dengan kalangan pietis. Pemaparan John MacArthur, Jr lebih mewakili
gereja diluar aliran pietis. Ia memberikan pengertian penyembahan sebagai
keseluruhan hidup orang percaya : “Pengertian kita tentang penyembahan
diperkaya ketika kita memahami bahwa penyembahan sejati menyentuh setiap bidang
kehidupan. Kita harus menghargai dan memuja Allah dalam segala hal.”[112] “ Memuji Allah, berbuat baik, dan
memberi bantuan kepada orang lain-semua adalah tindak penyembahan yang benar
dan alkitabiah.”[113] Rick Warren menegaskan:“mempersembahkan
diri kita kepada Allah itulah yang dimaksud dengan penyembahan.”[114]
John MacArthur, Jr membagi penyembahan dalam tiga dimensi : “Pertama, dapat
tercermin dalam bagaimana kita bersikap terhadap orang lain (Roma 14:18). Penyembahan dapat dinyatakan dengan membagi
kasih dengan sesama orang percaya, mengabarkan Injil kepada orang-orang yang
tidak percaya, dan memenuhi kebutuhan umat pada tingkat yang sangat jasmani.
Kita dapat meringkasnya menjadi satu kata : penyembahan yang berkenan kepada
Allah adalah member, yaitu kasih yang membagi ; Kedua, melibatkan
tingkah laku pribadi (Efesus 5:8-10). Kata berkenan dalam kalimat ujilah apa
yang berkenan kepada Tuhan adalah dari bahasa Yunani yang berarti “dapat
diterima”. Dalam konteks ini, ia mengacu kepada kebaikan, keadilan dan
kebenaran, yang jelas berarti bahwa berbuat baik adalah tindakan yang dapat
diterima sebagai penyembahan kepada Allah ;Ketiga, dimensi ke atas
(Ibrani 13:15-16), penyembahan itu adalah Ucapan syukur dan puji-pujian.”[115]
b.
Penyembahan dalam pemahaman pietisme.
Meskipun tidak memungkiri bahwa hidup ini merupakan ibadah kepada Allah
yang didalamnya kita menyembah Allah, kalangan pietime memiliki kekhususan
sendiri tentang arti dan praktek menyembah. Mereka lebih menganggap menyembah
itu suatu “momen” berhadapan langsung dengan waktu dan cara tertentu.
Penyembahan ini bisa bersifat pribadi ketika bersaat teduh atau doa pribadi dan
kelompok (bagian dari liturgi gereja).
Penyembahan bagi kalangan gereja kontemporer lebih merupakan “pemujaan”
penuh ekpresi panca indra kepada Allah secara langsung dengan “bermazmur atau
berbahasa roh”. Ini tentunya berbeda dengan berdoa dan bernyanyi, bahkan boleh
dikatakan perpaduan dari keduanya. Simak apa yang di sampaikan Djohan E.Handoyo
:
“ Penyembahan tidak hanya berupa suatu gerakan tubuh atau karya pikiran
manusia untuk berserah kepada sesuatu yang lebih besar. Penyembahan adalah
menikmati hubungan kita dengan-Nya.”[116]
“Penyembahan adalah ungkapan hati dan penyerahan total kepada Tuhan lebih
dari sekedar memuji Tuhan. Kalau pujian adalah suatu ucapan syukur atas segala
perbuatan Tuhan, penyembahan adalah pengakuan bahwa saya adalah milik-Nya dan
Tuhan dalah milik saya.”[117]
Meskipun pemaparan Djohan E. Handoyo ini tidak menjelaskan secara spisifik
tentang penyembahan, namun apa yang dikatakannya cukup memberi gambaran tentang
apa itu penyembahan. Bagi kalangan pietis lebih tepat mengatakan seperti apa yang
diungkapkan Morris Smith :” Penyembahan yang sejati menyimpang dari definisi ;
ia hanya dapat dialami.”[118]
Penyembahan di dalam liturgi ibadah gereja-gereja kontemporer memiliki
posisi dan porsi yang penting, sama seperti doa, pujian dan firman Tuhan. Dengan
berbagai fariasinya penyembahan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan keagamaan
kalangan akar Pentakosta dan Kharismatik.
2.
Memahami Secara Utuh Menyembah Dalam Roh dan Kebenaran
Secara utuh pembicaraan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria adalah tentang
ibadah yang benar kepada Allah.Ibadah itu berhulu kepada kata “menyembah”.Dan
konsep teologis penyembahan dalam arti yang luas sebenarnya berkaitan dengan
keberadaan orang percaya dihadapan Allah.
Hal utama yang perlu dicermati ketika Yesus memperbincangkan wacana
menyembah dalam roh dan kebenaran sebenarnya lebih kepada tatanan makna. Tuhan
Yesus lebih mementingkan esensi dari siapa yang disembah dengan cara tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu. Bukan
Untuk memahami secara utuh tentang konsep teologis menyembah dalam roh dan
kebenaran, maka kita harus kembali kepada esensi utamanya dan tidak terjebak
kepada hal-hal praktis yang sebenarnya lebih kepada ekspresi.
a.
Menyembah : relasi dengan Allah sesuai Firman-Nya.
Hal yang prinsip dalam menterjemahkan menyembah Allah dengan roh dan
kebenaran adalah bagaimana kita berelasi dengan Tuhan sesuai dengan Firman-Nya.
Mengenal pribadi Allah dengan benar, sesuai dengan apa yang Dia ajarkan.
Bait Allah adalah tempat dimana Allah bersekutu dengan umat-Nya. Konsep
bait Allah di dalam Alkitab mengalami perubahan yang revolusioner. Di dalam
Perjanjian Lama bait Allah adalah bangunan secara fisik, namun di dalam
Perjanjian Baru bait Allah adalah tubuh dan pribadi orang percaya. 1Kor 6:19 :
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di
dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik
kamu sendiri?”
Secara teologis meskipun mengalami perubahan secara revolosioner namun
esensi bait Allah tetap merupakan tempat persekutuan antara Allah dengan
umat-Nya. Kemah Suci jaman Musa dibangun sebagai kehendak Allah untuk bersekutu
dengan umat-Nya. Keluaran 29:45 :” Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel
dan Aku akan menjadi Allah mereka.” Di dalam persekutuan dengan Allah, umat-Nya
harus mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup. Rom 12:1:
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah : itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Di dalam konteks hidup sebagai persembahan inilah kehadiran Allah nyata di
diri umat-Nya dan penyembahan mengalir dari kehidupan umat-Nya.Di dalam makna ini
juga penyembahan melibatkan seluruh aspek kehidupan. Walliam Barclay menyatakan
: “Kalau Allah itu roh, maka persembahan manusia kepada Allah haruslah juga
persembahan roh. Persembahan korban binatang dan barang-barang lain buatan
manusia tidaklah cukup.Persembahan yang berkenan kepada hakekat Allah hanya
persembahan roh, yaitu kasih, kesetiaan, ketaatan dan penyerahan diri.”[119]
Selanjutnya sebagai bait Allah, Roma 12:1 diikuti Rom 12:2 : “Janganlah
kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik,
yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Sebagai bait Allah orang percaya
harus hidup sesuai kehendak Allah : Kebenaran yang Allah berikan melalui
fiman-Nya.
b.
Menyembah : Ekspresi pengagungan Tuhan.
Relasi dengan Allah secara umum adalah di dalam seluruh aspek kehidupan
kita dan secara khusus merupakan persekutuan pribadi dan ibadah di
gereja.Ibadah gereja merupakan persekutuan umat dengan Allah.Di dalam ibadahlah
umat memuji dan mendengarkan Firman Allah. R.C.Sproul seorang teolog Injili
menjelaskan : “Ketika kita beribadah, kita membawa seluruh diri kita ke dalam
tindakan berbakti kepada Allah dan berkomunikasi dengan Allah. Ada banyak cara
untuk melakukan hal ini. Manusia bukan mahluk yang sederhana, melainkan
bersifat kompleks. Jika kita dengan teliti menyelidiki apa yang tertulis di
dalam Kitab Suci – bahwa kita harus menyembah Allah dengan seluruh jiwa, dengan
seluruh tubuh dan dengan seluruh panca indera kita – kita akan mempunyai suatu
pandangan baru tentang beribadah”[120] “Penglihatan, pendengaran, perasaan,
sentuhan, penciuman –semuanya tercakup dalam pengalaman manusia. Kita
dipengaruhi oleh panca indera dan juga dipengaruhi oleh pikiran.Pikiran kita,
tubuh kita, jiwa kita, hati kita-seluruh diri kita harus terlibat di dalam
ibadah.Saya yakin bahwa jika kita membuang salah satu segi kemanusiaan kita,
berarti kita membuat ibadah kita menjadi miskin.”[121]
Bagi Ron Jenson dan Jim Stevens “Menyembah adalah mengadakan kontak dengan
Allah – berdoa kepada Allah, memuji, menyanyi kepada Allah, mengaku di hadapan
Allah dan memberi tanggapan kepada Allah sebagaimana Ia telah ditinggikan dan
dinyatakan dalam Firman-Nya. Tujuannya adalah untuk memberi sesuatu, bukan untuk
menerima sesuatu.Berkat pasti akan datang, karena menerima adalah hasil dari
memberi.”[122]
Bagi kalangan pietis apostolik baru, penyembahan merupakan realitas dari
pengagungan Tuhan dengan melibatkan seluruh panca indra dan emosi. Bahkan ada
yang mengharuskan penyembahan dengan berbahasa roh.
c.
Menyembah : relasi dengan intelektual dan ekspresi.
Meskipun tidak memberikan penyelesaian akhir, namun persoalan pokok tentang
penyembahan sebenarnya bermuara pada dua kutup “intelektual dan
ekspresi”.“Suatu kubu menyatakan bahwa perasaan religious adalah esensi
kerohanian sejati.Apa yang Anda percayai atau lakukan tidaklah begitu penting,
asalkan kasih Tuhan kepada jiwa Anda bisa Anda rasakan.”[123] Sementara yang lain berpendapat “inti
dari kerohanian yang sejati adalah berpikir benar. Para pendukung pandangan ini
berpendapat bahwa perasaan tidaklah terlalu penting dibandingkan doktrin dan
sikap mental.Menurut mereka, keyakinan yang benar membuat jiwa tetap terikat
pada fondasi kebenaran, sementara perasaan sifatnya berubah-ubah dan sering
menyeret orang yang tidak tahu pada kesia-siaan.”[124]
Kubu pertama adalah gereja-gereja yang lebih menekankan pengalaman dari
pada doktrin. Sedangkan kelompok kedua “lebih bersifat intelektual, kurang
menyentuh aspek emosi dan tidak diwarnai antusiasme yang nyata. ”Penyembahan”
yang dikenal dikelompok ini adalah menyanyikan lagu-lagu rohani yang
membosankan dan dinyanyikan dengan kurang semangat.”[125]
Jonathan Edward tidak menyetujui ekstrim sepihak dari kedua kubu
tersebut.“Menurutnya pandangan bahwa kerohanian sejati yang berpusat pada salah
satu dari perasaan atau keyakinan adalah menyesatkan.Baik pikiran ataupun hati,
keduanya sangat penting dan esensial bagi kerohanian yang sejati, sebab manusia
adalah satu kesatuan.Kerohanian melibatkan setiap dimensi dari keberadaan
manusia, baik perasaan, pikiran, maupun tindakan.Mempertentangkan antara
pikiran dan perasaan, atau antara pikiran dan hati, sama dengan membagi
seseorang menjadi seseorang menjadi bagian yang lepas.”[126]
John MacArthur, Jr memberikan kesimpulan yang baik : “Ketulusan,
kegairahan, dan sikap agresif penting, tetapi semua itu harus didasarkan kepada
kebenaran. Dan kebenaran adalah dasar, tetapi bila tidak menghasilkan hati yang
berhasrat, gembira dan bergairah, penyembahan tersebut tidak lengkap.”
Secara pribadi penulis lebih cenderung kepada pemahaman bahwa orang percaya
mesti pundasi yang kuat tentang doktrin iman Kristen. Namun pada sisi yang lain
tetap bergairah, antusias dan hangat dalam mengekpresikan emosi atau perasaan
dalam pengagungan kepada Tuhan. Intelektual tidak dingin, ekpresi tidak
antipati terhadap intelektualitas-keduanya saling melengkapi. Namun demikian
pada akhirnya memang perlu juga mencamkan apa yang dikatakan oleh Bob Sorge :
“Tidak ada satu definisi pun yang tampaknya dapat mengekpresikan secara tepat
tentang penyembahan secara lengkap – mungkin karena penyembahan adalah
pertemuan Ilahi sehingga kedalamannya tidak sebatas sebagaimana Allah sendiri.”[127]
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Penyembahan Kristiani adalah
suatuhal yang amat sacral dan penting.
Dimana penyembahan itu sendiri menyangkut relasi pribadi dengan Allah
Pencipta, Pribadi Yang Mulia, layak dipuji, Maha Kudus, Pencipta dan dengan
segala atribut-Nya yang lain. Oleh sebab itu, penyembahan haruslah dilakukan di
dalam roh yaitu hati kita yang terdalam yang menjadi titik perjumpaan antara
manusia dengan Allah yang tentunya telah lebih dulu diubahkan oleh Tuhan,
disucikan oleh Roh Allah, sehingga melaluinya kita bisa mengalami perjumpaan
yang benar dengan Tuhan. Penyembahan juga haruslah penyembahan yang benar
artinya haruslah sesuai dengan pemahaman yang benar akan firman Allah yang
adalah kebenara itu sendiri. Kita harus
menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita,
Nabi, Imam dan Raja.
Pada akhirnya, kedua hal ini
haruslah dilakukan dalam ikatan yang selaras.
Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari (roh) yang
dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Kebenaran adalah unsur objektif dalam
penyembahan dan roh adalah unsur subjektif. Penyembahan haruslah menjadi luapan dari
pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakandiri-Nya dalam Kitab
suci. Itulah penyembahan dalam roh dan
kebenaran (Yoh 4:24).
1.
Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi
dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu. Penyembahan
adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran. Kebenaran berasal dari Allah
sendiri; ini bagian yang hakiki dari kharakter-Nya, dan karena itu, semua
perkataan dan perbuatan-Nya mengandung dan berdasarkan kebenaran Ilahi. Jika penyembahan kita adalah untuk membuat
suatu hubungan yang sungguh-sungguh nyata dengan Allah sumber kebenaran ini,
maka hidup kita, pola pikiran dan kepercayaan kita harus sesuai dengan
kebenaran mengenai Dia.
2. Penyembahan bukanlah masalah berada di tempat
yang benar, pada waktu yang tepat. Penyembahan bukanlah kegiatan lahiriah yang
menuntut terciptanya suasana tertentu. Penyembahan terjadi di dalam hati, dalam
roh.
3. Penyembahan
dan kebenaran sejati di dalam firman Allah, tidaklah bisa terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Kebenaran adalah inti dari setiap penyembahan yang
dilakukan oleh umat Allah.
4. Penyembahan
Kristiani adalah suatu hal yang amat sacral dan penting. Dimana penyembahan itu
sendiri menyangkut relasi pribadi dengan Allah Pencipta, Pribadi Yang Mulia,
layak dipuji, Maha Kudus, Pencipta dan dengan segala atribut-Nya yang lain.
Oleh sebab itu, penyembahan haruslah dilakukan di dalam roh yaitu hati kita
yang terdalam yang menjadi titik perjumpaan antara manusia dengan Allah yang
tentunya telah lebih dulu diubahkan oleh Tuhan, disucikan oleh Roh Allah,
sehingga melaluinya kita bisa mengalami perjumpaan yang benar denganTuhan.
5. Penyembahan
juga haruslah penyembahan yang benar artinya haruslah sesuai dengan pemahaman
yang benar akan firman Allah yang adalah kebenaran itu sendiri. Kita harus
menyembah menurut kebenaran tentang Yesus, bahwa Dia adalah Juruslamat kita,
Nabi, Imam dan Raja. Pada akhirnya, kedua hal ini haruslah dilakukan dalam
ikatan yang selaras. Penyembahan adalah ekspresi pujian yang keluar dari hari
(roh) yang dapat diterima Allah bila dinyatakan dengan benar. Kebenaran adalah
unsur objektif dalam penyembahan dan roh adalah unsur subjektif. Penyembahan haruslah menjadi luapan dari
pemahaman kita akan Allah sebagaimana ia telah menyatakandiri-Nya dalam Kitab
suci. Itulah penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24).
6. Menyembah dalam roh dan kebenaran tidaklah
hanya sekedar berbicara bagaimana kita menyembah Tuhan, di mana kita menyembah
Tuhan, pada waktu bagaimana kita menyembah Tuhan, bagaimana pakaian kita dalam
menyembah Tuhan, bagaimana ekspresi kita dalam menyembah Tuhan (menangis,
berteriak, menari, bertepuk tangan, dll), tetapi yang terutama dalam menyembah
Allah dalam roh dan kebenaran adalah berbicara tentang bagaimana kita hidup
hihadapan Tuhan. Bahwa hidup kita harus
senantiasa dipimpin oleh Roh-Nya yang mana roh kita dan Roh Kudus selalu
terkoneksi dengan baik sehingga dengan demikian kita dapat menghasilkan
buah-buah roh dalam hidup kita dan bahwa kita senantiasa hidup dalam kebenaran
firman Tuhan, sebab apalah artinya ibadah kita di hadapan Tuhan kalau dalam
hidup sehari-hari kita tidak melakukan firman Tuhan.
B.
IMPLIKASI
Beberapa implikasi menyembah Allah dengan
cara yang benar dalam kehidupan umat Tuhan sehari-hari adalah sebagai berikut:
1. Hidup dalam Roh sangat mempunyai pengaruh
yang sangat luar biasa dalam benar tidaknya penyembahan kita.
2. Selain itu, hidup dalam kebenaran firman
Tuhan juga sangat berpengaruh terhadap benar tidaknya penyembahan kita di
hadapan Tuhan.
3. Menyembah dalam roh dan kebenaran adalah
gaya hidup umat Tuhan sehari-hari, bukan saja hanya ketika berada dalam gereja.
C.
SARAN
Dari semua penjabaran yang telah dituangkan dalam karya ilmiah ini, penulis
menyampaikan beberapa saran, baik kepada umat Tuhan sebagai kaum awam terutama
kepada para hamba Tuhan sebagai pelayan Tuhan dalam konteks mengajar jemaat,
sebagai berikut:
1. Paradigma dan pemahaman yang kurang tepat
dan sempit tentang menyembah dalam roh dan kebenaran yang sudah terlanjur
berkembang di tengah-tengah umat Tuhan harus segera diperbaiki dengan cara
mengajarkan pemahaman yang tepat.
2. Para hamba Tuhan yang berperan sebagai
pengajar jemaat dalam gereja diharapkan dapat mengajarkan pengertian yang benar
terhadap pemahaman makna menyembah dalam roh dan kebenaran. Bahwa menyembah dalam roh dan kebenaran yang
dipahami sebagai cara kita menyembah Tuhan (bernyanyi menyembah Tuhan) memang
tidaklah salah sebab kita memang harus menyembah Dia dengan cara yang layak,
tetapi kehidupan yang dituntun oleh Roh Kudus dan yang sejalan firman Tuhan
adalah makna yang sesungguhnya dari pembahasan ini.
3. Menyembah dalam roh dan kebenaran harus
menjadi gaya hidup (life style) umat
Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari.
Menghasilkan buah roh sebagaimana yang ditulis dalam Galatia 5:22 dan
mempelajari dan melakukan firman Tuhan adalah sebuah keharusan bagi umat Tuhan,
bukan sebuah pilihan jika kita ingin disebut sebagai penyembah-penyembah yang
benar. Bersembunyi di balik seremonial
ibadah yang kelihatan sempurna tidaklah membuat kita menjadi penyembah yang
benar di hadapan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Subandrijo, Menyingkap Pesan-pesan Peranjian Baru 2,
Bandung: Bina Media Informasi, 2010
Bob Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta: Yayasan
ANDI, 1991)
Bungin, M. Burhan, Penelitian
Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007
C. Groenen, Pengantar Ke
Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1999
C. K. Barret, The Gospel
According to St. Jhon, an Introduction with Commentary and Notes on the Greek
Text, Philadelphia: Westminster Press, 1978
C. Groenen., Pustaka
Teologi Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta: Kanisius, 1998
Chapman, Adina, Pengantar
Perjanjian Baru, Bandung: Kalam Hidup
Charles F. P. Feiffer dan Everett
F. Horrison, Tafsiran Alkitab
Wycliffe Vol.3
Everett F. Horrison, Yohanes (Malang: Yayasan
Penerbit Gandum Mas, 2001)
Collins, Gary R. Konseling
Kristen yang Efektif, Departemen Literatur SAAT, Malang, Surabaya, 1998
D. A. Carson, The Gospel
According to John, Leicester, England: Inter-Varsity Press, 1991
Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5,
(Yogyakarta : Yayasan Andi, 1999)
David L. Bartlett, Pelayanan
dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
Djohan E. Handoyo, Praise and Worship (Yogyakarta :
Penerbit ANDI, 207)
Donald Gutrie, Tafsiran
Alkitab Masa Kini jild 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982
F. F. Bruce, Dokumen-Dokumen
Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997
FF.Bruce, The Gospel Of John, (Grand Rapid : William B.Eerdmans Publishing
Company,1983
Gerald R.McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati
(Yogyakarta : Yayasan Andi, 1995)
Hadiwiyata A. S, Tafsir
Injil Yohanes, Yogayakarta: KANISIUS, 2012
Hasan Susanto, Hermeneutik:
Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 2007
Hasan Sutanto, Perjanjian
Baru Interlinear Yunani-Indonesia, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,
2003
Irving L. Jensen, Yohanes–Buku
Penuntun Belajar, Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1970
J. D. Douglas, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid I dan II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih
J. L. Ch. Abineno, Yesus
Sang Mesias dan Sang Anak, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986
J. Wesley Brill, Tafsiran
Injil Yohanes, Bandung: Penerbit Yayasan Kalam Hidup, 1976
James Montgomery Boice, The Gospel of John V 1 (Grand
Rapids, Zondervan Publishing House,1981)
John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan
(Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit PT. Media Pustaka Phoenix,
2013
Leon Morris, Teologi
Perjanjian baru, Malang: Penerbit Gandum Mas, 2001
Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Na’imah, 2005
M. E. Duyverman, Pembimbing
Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013
M. Nazir, Metode Penelitian.
Jakarta : Rineka Cipta, 1998
Merril C. Tenney, Injil
Iman, Malang: Gandum Mas, 1996
Merrill C. Tenney, Survei
Perjanjian Baru, Malang: Yayasan
Penerbit Gandum Mas, 1995
Olla Tuluan, Introduksi
Perjanjian Baru, Malang: Dep. Literatur YPII, 1999
R.C.Sproul, Menanggapi Allah dalam Ibadah ( Malang : Penerbit Gandum
Mas, 2002)
Rick Warren, Kehidupan yang digerakkan oleh Tuhan (Malang : Penerbit
Gandum Mas,2005)
Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (
Malang : Penerbit Gandum Mas,1996)
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian
Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung: Bina Media
Informasi, 2010
Sandy Lane West, The Lion
Handbook to the Bible, Oxford, England, 1983
Sasmoko, Penelitian
Eksplanatori dan Konfirmatori, Sorong: PT. Media Plus, 2011
Strong”s Hebrew Greek Dictionaries, e-Sword
Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2010
________, Metode Penelitian
Kombinasi: Mixed Method, Bandung: Alfabeta, 2012
________, Metode Penelitian
Kuantitatif, kualitataif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011
Sukardi, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Bumi askara, 2009
The New Oxford Annotated
Bible. 4th ed. New York: Oxford Press, 2010.
Welly Pandensolang, Kristologi
Kristen, Jakarta: YAI, 2009
Wiliam Barlay, Pemahamn Alkitab Setiap Hari (Jakarta
: BPK Gunung Mulia,1983)
http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id
[1] “Ibadah Praise and Worship”
adalah sebuah ibadah yang biasanya dilakukan oleh gereja-gereja pentakostal
atau kharismatik yang mana dalam ibadah tersebut dominan diisi oleh acara
bernyanyi, baik lagu-lagu bertempo cepat yang disebut lagu pujian juga
lagu-lagu yang bertempo lambat yang disebut lagu penyembahan.
[2] Pengusahaan, pendayagunaan, pemanfataan untuk keuntungan sendiri,
penghisapan, pemerasan (tentang tenaga orang), menurut Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Penerbit PT. Media Pustaka Phoenix, 2013, hal. 133
[3]David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003,
hal. 114
[4]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995,
hal 231
[5]Ibid. hal. 233
[6] Kata sinoptik berasal dari kombinasi dari bahasa
Yunani συν (syn = bersama) dan οψις (opsis = melihat) untuk menandakan
bahwa isi dari ketiga Injil yaitu Matius, Markus dan Lukas, dapat dilihat
berdampingan.
[7]Kristologi adalah cabang ilmu teologi yang
membicarakan tentang posisi Yesus Kristus di dalam agama Kristen.Makna
Kristologi bagi umat Kristiani selalu berkembang dari masa ke masa, dan tidak
pernah mengalami tahap selesai, karena selalu dihubungkan dengan konteks umat
Kristiani oleh para pemikirnya. (dikutip dari C.Groenen.,
Pustaka Teologi Sejarah Dogma Kristologi,
Yogyakarta: Kanisius, 1998).
[8]Tenney, Op.Cit, hal. 234
[9] A. S. Hadiwiyata, Tafsir
Injil Yohanes, Semarang: Penerbit Kanisius, 2008, hal. 10.
[10] Hadiwiyata, Loc.Cit
[11] Hellenisme adalah pergerakan kebudayaan, bahasa dan peradaban
Yunani di Palestina dan sekitarnya yang dimulai oleh Aleksander Agung (333-323). (Dikutip dari Jagersma, H, Dari Aleksander Agung Sampai bar Kokhba,
Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2009, hal. 13).
[12] Irving L. Jensen, Yohanes –
Buku Penuntun Belajar, Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1970, hal. 9
[13] Irving L. Jensen, Yohanes,
Bandung: Kalam Hidup, 1970, hal. 9
[14]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok
Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010, hal. 303
[15]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok
Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010, hal. 305
[16]Kanon Muratori (juga disebut Fragmen
Muratori; bahasa Inggris: Canon
Muratori atau The Muratorian fragment)
adalah sebuah naskah kuno yang memuat daftar tertua yang pernah ditemukan
mengenai kitab-kitab yang termasuk Perjanjian
Baru. Fragmen ini merupakan naskah bahasa Latin
dari abad ke-7 terjilid dalam sebuah codex bertarikh abad
ke-7 atau ke-8 yang berasal dari perpustakaan di biara Columban di Bobbio.Dalam tulisannya terkandung
petunjuk internal bahwa naskah itu merupakan terjemahan dari manuskrip bahasa
Yunani yang ditulis sekitar tahun 170.Kondisi naskah yang buruk dan buruknya bahasa
Latin yang digunakan membuatnya sukar diterjemahkan.Permulaan tulisan ini
hilang dan berakhirnya pun secara terputus mendadak.(dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kanon_Muratori)
[17]Samuel
Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah
dan Pokok-pokok Teologisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010, hal. 307
[18] Donald Gutrie, Tafsiran
Alkitab Masa Kini jild 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982, hal. 268
[19] Dave Hagelberg, Tafsiran
Injil Yohanes (Pasal 1-5), Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2009, hal. 3
[20] Dave Hagelberg, Tafsiran
Injil Yohanes (Pasal 1-5), Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2009, hal. 4
[21] M. E. Duyverman, Pembimbing
Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013, hal. 70
[22] Umbu Hanggar, hal. 3
[23] Umbu Hanggar, hal. 5
[24] Leon Morris, Teologi
Perjanjian baru, Malang: Penerbit Gandum Mas, 2001, hal. 309
[25] M. E. Duyverman, hal. 76
[26] Umbu Hanggar, hal. 6-7
[27]Samuel Benyamin Hakh. 2010. Perjanjian
Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm
302-310.
[28]Ibid
[29]Gnostisisme (bahasa Yunani:
γνῶσιςgnōsis, pengetahuan)
merujuk pada bermacam-macam gerakan keagamaan yang beraliran sinkretisme
pada zaman dahulu kala. Gerakan ini mencampurkan pelbagai ajaran agama, yang
biasanya pada intinya mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah jiwa yang terperangkap di
dalam alam semesta yang diciptakan oleh tuhan yang tidak sempurna. Secara umum
dapat dikatakan Gnostisisme adalah agamadualistik, yang
dipengaruhi dan memengaruhi filosofi Yunani, Yudaisme,
dan Kekristenan.
(dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gnostisisme)
[30]Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap
Pesan-pesan Peranjian Baru 2.Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 82-84.
[31]Umbu Hanggar, Op Chit,
hal. 11
[32] J. L. Ch. Abineno, Yesus
Sang Mesias dan Sang Anak, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal. 13
[33]Adina Chapman, Op Cit,
hal. 36
[34]M. E. Duyverman, Op Cit,
hal. 75
[35]Umbu Hanggar, Op Cit,
hal. 12-14
[36] Hasan Sutanto, Perjanjian
Baru Interlinear Yunani-Indonesia, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,
2003, hal. 615
[37]Umbu Hanggar, Op Cit,
hal. 14-15
[38] Merril C. Tenney, Injil Iman,
Malang: Gandum Mas, 1996, hal. 239
[39] Dave Hagelberg, Tafsiran
Injil Yohanes (Pasal1-5), Yogayakarta: ANDI, 2009, h. 6
[40] Olla Tuluan, Introduksi
Perjanjian Baru, Malang: Dep. Literatur YPII, 1999, h. 76-77.
[41] Adina Chapman, Pengantar
Perjanjian Baru, Bandung: Kalam Hidup, tt, h. 36.
[42] F. F. Bruce, Dokumen-Dokumen
Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997, h. 8
[43] C. Groenen, Pengantar Ke Dalam
Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1999, h. 149
[44] M. E. Duyverman, Pengantar
ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, h. 77
[45] J. D. Douglas, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid I dan II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
h. 27.
[46] D. A. Carson, The Gospel
According to John, Leicester, England: Inter-Varsity Press, 1991, hal. 83
[47] A. S. Hadiwiyata, Tafsir
Injil Yohanes, Yogayakarta: KANISIUS, 2012, hal. 10
[48] Dead Sea Scroll adalah Naskah
Laut Mati yang terdiri dari lebih kurang 900 dokumen, termasuk teks-teks
dari Kitab Suci Ibrani,
yang ditemukan antara tahun 1947
dan 1956 dalam 11 gua
di Wadi Qumran dan sekitarnya (dekat reruntuhan
pemukiman kuno Khirbet Qumran, di sebelah barat daya pantaiLaut Mati). Teks-teks ini mempunyai makna keagamaan dan sejarah yang penting,
karena mereka praktis merupakan satu-satunya dokumen-dokumen Alkitab yang
bertarikh antara tahun 150 SM dan 70 M. (Dikutip dari http://id.wikipedia.org)
[49] J. Wesley Brill, Tafsiran
Injil Yohanes, Bandung: Penerbit Yayasan Kalam Hidup, 1976, hal. 16
[50] J. Wesley Brill, Tafsiran
Injil Yohanes, Bandung: Penerbit Yayasan Kalam Hidup, 1976, hal. 16
[51]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995,
hal. 235
[52] M. E. Duyverman, Pengantar
ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013, hal. 73
[53] M. E. Duyverman, Pengantar
ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia, 2013, hal. 63
[54] Merill C. Tenney, op chit,
hal. 244
[55]Gnostisisme (bahasa Yunani: γνῶσιςgnōsis, pengetahuan) merujuk pada bermacam-macam
gerakan keagamaan yang beraliran sinkretisme
pada zaman dahulu kala. Gerakan ini mencampurkan pelbagai ajaran agama, yang
biasanya pada intinya mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah jiwa yang terperangkap di
dalam alam semesta yang diciptakan oleh tuhan yang tidak sempurna. Secara umum
dapat dikatakan Gnostisisme adalah agamadualistik, yang
dipengaruhi dan memengaruhi filosofi Yunani, Yudaisme,
dan Kekristenan.
(dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gnostisisme)
[56]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995,
hal. 237
[57]http://id.wikipedia.org/wiki/Injil_Yohanes
[58]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995,
hal. 239
[59]Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1995,
hal. 241
[60]The New Oxford Annotated Bible. 4th ed. New York: Oxford Press, 2010.
[61]Umbu Hanggar, Op Cit,
hal. 16-17
[62] Dave Hagelberg, Tafsiran
Injil Yohanes (Pasal 1-5), Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2009, hal. 22, yang
dikutip dari C. K. Barret, The Gospel
According to St. Jhon, an Introduction with Commentary and Notes on the Greek
Text, Philadelphia: Westminster Press, edisi kedua, 1978, hal. 11
[63] D. A. Carson, The Gospel
According to John, Leicester, England: Inter-Varsity Press, 1991, hal.
105-108
[64]Istilah “Sinoptik” pertama kali digunakan oleh Johann Jacob
Griesbach (1745-1812).Ia berkeyakinan bahwa Injil Markus bersandar pada Injil
Matius dan sebagian pada Injil Lukas, Injil Lukas bersandar pada Matius dan
Markus. Menurut pandangannya, Markus
adalah penulis yang tidak mendapat informasi yang cukup.
[65] C. Groenen, Op Cit, hal.
156
[66]Atas dasar ini maka Duyverman cenderung menyebut Injil Yohanes
sebagai “Injil Yerusalem”, bukan “Injil Galilea”, Duyverman, hal. 73
[67] Garis miring dan warna merah dari penulis
[69]Pembangunan
bait suci orang Samaria di Gunung Gerizim, dan dari situ orang dapat melihat
Sikhem (Yohanes 4:20) merupakan bukti jelas bahwa orang yahudi menolak sekte
yang dianggap bidat ini. Pada tahun 128 SM raja Yahudi yang bernama Hyrcanus
menghancurkan bait suci orang samaria. Tetapi orang Samaria juga menyembah
Allah, sama seperti orang Yahudi. Bagi mereka, yang mempunyai otoritas
tertinggi adalah Lima Kitab Musa (kitab Kejadian sampai kitab Ulangan) yang
dapat dikatakan tidak berbeda dengan versi Yahudi.Mereka tidak mau mengakui
kitab-kitab lain dalam PL. Sama seperti banyak orang Yahudi, mereka juga menanti-natikan
datangnya seorang nabi seperti Musa. Kebencian dan penghinaan orang Yahudi
terhadap oarang Samaria lebih cendrung disebabkan oleh
pertimbangan-pertimbangan histories dan ras , ketimbang perbedaan agama yang
fundamental. Ibid, 557
[70]Inilah
pendekatan awal yang dilakukan Yesus, Ia melakukan SPIRITUAL KONSELING
dengan menggunakan kombinasi Action responses dan Probing responsesuntuk
merangsang percakapan lebih lanjut kepada perempuan Samaria. Collins, Gary R. Konseling
Kristen yang Efektif, Departemen Literatur SAAT, Malang, Surabaya, 1998,
31-31dan 57
[71]Welly Pandensolang, Kristologi Kristen, Jakarta: YAI, 2009, hal. 8
[72]Djohan
E. Handoyo, Praise and Worship(Yogyakarta : Penerbit ANDI, 207) hal.50
[73]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung :
Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal. 151
[74]Ibid, hal. 162
[75]Charles
F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB ,
Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 2001) hal.315
[76]Dave
Hagelberg Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5 (Yogyakarta : Yayasan Andi,
1999)hal.168
[77]Charles
F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB ,
Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 2001) hal.315
[78]Dave
Hagelberg Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5 (Yogyakarta : Yayasan Andi,
1999)hal.168
[79]Charles
F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.3 PB ,
Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 2001) hal. 316
[80]FF.Bruce,
The Gospel Of John ( Grand Rapid : William B.Eerdmans Publishing
Company,1983).hal.109
[81]Dave Hagelberg Tafsiran Injil Yohanes Pasal 1-5 (Yogyakarta :
Yayasan Andi, 1999)hal.169
[82]Charles F. P. Feiffer dan Everett F. Horrison, Tafsiran Alkitab
Wycliffe Vol.3 PB , Everett F. Horrison, Yohanes ( Malang :Yayasan Penerbit
Gandum Mas, 2001) hal.315-317
[83]Strong”s Hebrew Greek Dictionaries, Joh 4:24, e-Sword
[84]Bagus Pramono,” Yesus dan Perempuan Samaria,” www.sarapanpagi.org;
diakses tanggal 23 Junuari 2008; tersedia di www.sarapanpagi.org/yesus-dan-perempuan-samaria-vt465.html
[85]Bob Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta
:Yayasan ANDI,1991) hal.63
[86]Wiliam Barlay, Pemahamn Alkitab Setiap Hari ( Jakarta : BPK Gunung
Mulia,1983), hal.273
[87]Bagus Pramono,” Perempuan Samaria,” www.sarapanpagi.org; diakses
tanggal 2 September 2014; tersedia di www.sarapanpagi.org/penyembah sejati vt283.html
[88]James Montgomery Boice, The Gospel of John V 1 (Grand Rapids,
Zondervan Publishing House,1981), hal.365
[89]Sarapanpagi,” Penyembah Sejati,” www.sarapanpagi.org; diakses
tanggal 2 September 2014; tersedia di
www.sarapanpagi.org/penyembahsejati-vt283.html
[90]James Montgomery Boice, The Gospel of John V 1 (Grand Rapids,
Zondervan Publishing House,1981), hal.368
[91]Riset Perpustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya
berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah
maupun yang belum dipublikasikan.Contoh-contoh penelitian semacam ini adalah
penelitian sejarah, berbagai penemuan rumus-rumus dibidang matematika dan
statiska, dan lain sebagainya.
[92] M. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta :Ghalia Indonesia,
2003, hal. 27
[93] M. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 1998,
hal.112
[94] Sukardi, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Bumi askara, 2009, hal. 78-80 cet. 6
[95] Sugiyono, Metode Penelitian
Kuantitatif, kualitataif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011,
hal. 2
[96]Sugiyono, Op Cit, hal. 7
[97]Empiris adalah berdasar pengalaman langsung atau pengamatan
(observasi) di alam nyata.Atau teori yang berpendapat bahwa segala pengalaman
manusia didapat dari pengetahuan dan pengamatan.
[98] Sugiyono, Metode Penelitian
Kombinasi: Mixed Method, Bandung: Alfabeta, 2012, hal. 13.
[99] Deskriptif yaitu bersifat deskripsi; bersifat menggambarkan apa
adanya.
[100]Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik
kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut.Metode ini sering disebut sebagai
sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
[101]Sebuah aliran yang datang setelah positivism dan memang amat dekat
dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara
keduanya bahwa post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap
suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.
[102] Sugiyono, Op Cit, 2011,
hal. 9
[103] Sasmoko, Penelitian
Eksplanatori dan Konfirmatori, Sorong: PT. Media Plus, 2011, hal. 289
[104] Sasmoko, Ibid, hal. 290
[105] Hasan Susanto, Hermeneutik:
Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 2007, hal. 3
[106] Susanto, Ibid, hal. 4
[107] Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 157
[108] Sugiyono, Op Cit, 2012,
hal. 382
[109]Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Materi Kuliah, dikutip dari http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id
[110] Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2007, hal. 153
[111] Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Na’imah, 2005, hal. 330
[112]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung :
Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal.29
[113]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung :
Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal.29
[114]Rick Warren,Kehidupan yang digerakkan oleh Tuhan (Malang : Penerbit
Gandum Mas,2005). Hal.86
[115]John MacArthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung :
Yayasan Kalam Hidup, 1993) hal.28-29
[116]Djohan E. Handoyo, Praise and Worship(Yogyakarta : Penerbit ANDI,
207) hal.4
[117]Ibid, hal.4
[118]Bob Sorge mengutip Morris Smith, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan
Penyembahan (Yogyakarta :Yayasan ANDI,1991) hal.52
[119]Wiliam Barlay, Pemahamn Alkitab Setiap Hari ( Jakarta : BPK Gunung
Mulia,1983), hal.273
[120]R.C.Sproul, Menanggapi Allah dalam Ibadah ( Malang : Penerbit
Gandum Mas, 2002), hal.550
[121]Ibid,
hal.551
[122]Ron
Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja ( Malang : Penerbit Gandum
Mas,1996),hal.41
[123]Gerald
R.McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati ( Yogyakarta : Yayasan Andi,
1995), hal.31
[124]Gerald
R.McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati ( Yogyakarta : Yayasan Andi,
1995), hal.31
[125]Ibid,
hal.32
[126]Ibid,
hal.33
[127]Bob
Sorge, Mengungkap Segi-Segi Pujian dan Penyembahan (Yogyakarta :Yayasan
ANDI,1991) hal.51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar